- Advertisement -
Pro Legal News ID
Opini

Menjelang Pilpres 2019, Suhu Politik Semakin Memanas

Oleh : Jimmy Andersonny SH

Drama Pilgub DKI 2017 telah usai  banyak meninggalkan catatan hitam dalam demokrasi. Aksi massa baik warga DKI sendiri yang memiliki hak pilih dan tergabung dari berbagai daerah yang tidak ada kaitannya dengan hak memilih telah memakan korban dengan dipenjarakannya Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) melalui putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Ketua Majelis Hakim Dwiarso Budi Santiarto menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan menyakinkan melakukan penodaan agama dan memenuhi unsur dalam pasal 165a KUHP dengan pidana penjara 2 (dua) tahun.

Hasil Pilkada DKI Jakarta itu seakan menjadi referensi politik jelang Pilkada serentak 2018. Semua partai  menyusun strategi , dan berharap kandidat mereka akan terpilih,  sekaligus untuk dijadikan acuan  untuk membaca kekuatan politik untuk menhadapi  Pilpres 2019. Putusan KPU RI telah menetapkan 171 daerah. Yang terdiri dari 17 provinsi dan 39 kota 115 kabupaten. Mesin politik telah dihidupkan dengan pola pendekatan dengan program-program andalan mereka yang akan ditawarkan kepada masyarakat.

Sementara itu para elit partai terutama dari partai oposan mulai menabuh genderang perang dengan mengkritik berbagai  kebijakan Presiden Jokowi  yang dinilai tidak berdampak secara signifikan dan dirasakan rakyat bahkan menuju konsep ekonomi kapitalis. Seperti diketahui, setelah diangkat sebagai Presiden, Jokowi telah membuat rencana pembangunan baik RJP maupun RJMP melalui Program Nawacita.

Namun Program Pembangunan Jokowi melalui Nawacita itu dianggap oleh partai oposisi tidak mampu menjalankan janji-janji tersebut dan hanya focus terhadap pembangunan infrastruktur dan pembangunan jalan tol yang menelan biaya triliunan. Ironisnya pembangunan itu dinilai tidak berdampak secara signifikan dan dirasakan oleh masyarakat.

Para politisi oposan itu juga  mengangkat isu hutang negara semakin bertambah untuk menyerang pemerintahan Jokowi.  Bahkan mereka juga menilai kebijakan Jokowi itu  tidak membangun ekonomi rakyat,  dengan bahasa rakyat tidak butuh jalan tol, rakyat perlu lapangan pekerjaan dan bisa makan.

Isu ini terus dimainkan di media cetak, tv dan media sosial, secara gencar tanpa memperdulikan akurasi kebenaran data yang valid, yang ada hanya kritikan yang disampaikan ke ruang publik. Hal ini mengakibatkan berbagai asumsi di masyarakat.

Beberapa hal yang kontrovisal yang sangat menyita perhatian publik yang dilontarkan para elite politik yang bersebrangan dengan pemerintahaan saat ini adalah sebagai brikut :

Program Bagi-Bagi Sertifikat

Serangan mantan Ketua MPR RI dan juga Ketua Majelis Kehormatan PAN Amien Rais kepada Presiden Jokowi bahwa bagi-bagi sertifikat kepada masyarakat merupakan pembohongan alias “ngibul”. Pernyataan tersebut mendapat tanggapan yang keras dari elit pendukung pemerintah, mengatakan bahwa tuduhan tersebut tidak mendasar, program tersebut murapakan kebijakan yang nyata dan dirasakan langsung oleh masyarakat yang ingin memiliki sertifikat tanah tanpa ada mengeluarkan biaya. Polemik ini  berdampak kepada masyarakat luas khususnya para pendukung mereka juga mulai saling serang.

#2019GantiPresiden

Berawal dari media sosial #2019GantiPresiden yang dimainkan netizen yang kontra pemerintah yang menjadi tranding topik yang terus-menurus dilambungkan, mendapat simpati dari kalangan elit partai oposisi. Gerakan ini terus dimainkan Mardani Ali Sera sebagai anggota legislatif dari PKS beserta toko oposisi lainya. Bukan hanya sekedar hastag di media sosial akan tetapi terus diwujudkan dengan membuat baju dengan tulisan #2019GantiPresiden, untuk mendukung gerakan ini lebih dikenal public.

Yang  lebih miris dalam gerakan #2019GantiPresiden ini adanya bentrokan horizontal atau gesakan di masyarakat yang melakukan intimidasi atau serangan secara verbal antar pendukung pada hal pemilihan presiden belum dilaksanakan dan akan dilakukan pada tahun 2019. Rangkaian peristiwa ini terjadi diarea Car Free Day (CFD) pada hari minggu tanggal 29 April 2018. Pada hal peruntukan Car Free Day adalah tempat berkumpulnya masayarkat yang bertujuan untuk rolah raga. Sesuai dengan Peraturan Gubernur (Pergub) Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. 12 Tahun 2016 Pasal 7 (1).

Dan yang paling tidak masuk akal gerakan #2019GantiPresiden adalah pada saat debat kampanye putaran ke dua Pilgub Jawa Barat yang diselenggarakan KPU di Universitas Indonesia Depok Senin 14 Mei 2018 malam, dengan jelas mempertontokan kalakuan yang kurang bijaksana oleh calon kepala daerah. Dengan stement closing menampilkan kaos yang bertuliskan 2018ASYIKMenang2019GantiPresiden yang tidak ada relevansinya.

Gaya elit politik seperti yang diuraikan diatas sangat mencedarai makna sesungguhnya demokrasi, kebebasan berpendapat yang dijamin  Pasal 28 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah kehilangan arah. Para elit politik yang mempertontonkan perilaku yang tidak mendidik kepada masyrakat hanya lebih mendahulukan kepentingan yang pragmatis dan golongan saja, dengan pernyataan yang bersifat kontroversial dan dapat memecah belah masyarakat.

Apakah sesunggunya yang terjadi? Dan mengapa para elit politik secara membabi buta dan penuh kebencian dalam mengkritisi kebijakan yang dikeluarkan pemerintah yang saat ini berkuasa. Sejatinya negara demokrasi tidak risih dengan kritikan, sebab kirtik yang membangun sangat diperlukan oleh penguasa sebagai chek and balances, sehingga pemerintah dengan kebijakannya lebih mengutamakan kepentingan rakyat secara menyeluruh dan menjadi negara kuat.

Tujuan politik adalah merebut kekuasaan, akan tetapi dalam pelaksaan dibutuhkan politik yang beradab, dan elit politik juga memiliki kewajiban untuk menciptakan keselarasan dalam tatanan sosial di masyarakat bukan sebaliknya menciptakan konflik horizontal sehingga masyarakat terbelah. Silakan kritisi kebijakan pemerintah yang berkuasa dengan argumentasi yang riil didukung data yang valid serta memberikan solusi yang terbaik. Dengan mengedepankan point tersebut, masayarakat akan mendapatkan pendidikan politik dari para elit politik yang baik, sehingga tidak terjadi gesekan sosial.

Pilkada serentak 2018 dan Pilpres 2019 sebentar lagi akan berlangsung, dan hal ini merupakan pesta demokrasi rakyat dalam memilih pemimpinnya dalam kurung waktu 5 tahun kedepan. Sebagai anak bangsa mengharapkan dan menginginkan dengan adanya Pilkada serentak 2018 dan Pilpres 2019 kita mendapatkan pemimpin yang baik dapat memajukan dan mengembangkan kepentingan rakyat.

Khusus di Pilpres 2019, mari kita belajar bersama jangan sampai terulang kembali di Pilpres 2014 yang tanpa disadari memecah belah rakyat dari Sabang sampai Merauke dan sampai saat ini pun aromanya masih terasa. Dan kepada para elit politik di negeri ini silakan bertarung merebut kekuasaan secara beradab, jangan korbankan rakyat  hanya untuk kepentingan pragmatis, rakyat  butuh pemimpin yang dapat mempersatukan rakyat  dalam kebhinekaan.

Dan siapa pun yang terpilih di Pilpres 2019,  dialah anak bangsa yang terbaik dan terpilih menjadi pemimpin yang mampu membawa kesejahteraan bagi rakyat. Mari kita bersatu dan bersama-sama mendukung agar terciptanya pemerintahan yang kondusif dan stabil. Karena beda pilihan bukan harus menjadi jurang pemisah diantara kita, melainkan memilih pemimpin yang terbaik diantara yang terbaik. Penulis adalah anggota PERADI.

Majulah negeriku, Indonesia Raya Merdeka!!!

prolegalnews admin

Tinggalkan Balasan