- Advertisement -
Pro Legal News ID
Opini

Pemasangan Reklame di Jakarta Diduga KKN

Ilustrasi (rep)

Oleh : Kurnia Zakaria

Dalam pemasangan papan reklame di Jakarta sudah diatur dalam Pergub No.100 tahun 2021 tentang Perubahan Pergub No.148 tahun 2017. Reklame yang dipasang di Jakarta harus sudah memenuhi persayaratan Ijin Penyelenggara Reklame yang dikeluarkan Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) dan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi DKI  Jakarta sesuai PP No.5 Tahun 2021 jo Pergub No.47 Tahun 2017.

Surat Ijin Penyelenggara Reklame permanen adalah surat ijin yang diberikan oleh Pemerintah Daerah Kota sebagai dasar peletakan reklame dengan memperhatikan estetika, edukasi dan keserasian lingkungan sesuai dengan rencana tata ruang ijin diberikan Dispenda. Tim Penertiban Terpadu ijin Penyelenggara Reklame melibatkan petugas dari Dispenda, DPMPTSP, Dinas Cipta Karya, Tata Ruang dan Pertanahan, dan Asisten Daerah Bidang Pembangunan serta Dinas Satuan Polisi Pamong Praja.

Pencabutan reklame tanpa ijin dilakukan Satpol PP dan pemblokiran area reklame dilakukan DPMPTSP sesuai Pergub No.47 Tahun 2017 jo PP No.32 Tahun 2004 dan PP PP No.5 Tahun 2021 jo Perda No.9 Tahun 2014.  Artinya bila ada pembiaran reklame tanpa ijin dipasang di trotoar Jl. Jenderal Sudirman (Jalur Utama)  Jakarta Pusat maupun di jembatan penyeberangan orang Jl. HR.Rasuna Said Kuningan Jakarta Selatan   patut diduga adanya kolusi korupsi nepotisme (KKN) atau gratifikasi memanfaatkan celah hukum setelah pembiaran pemasangan alat peraga kampanye (APK) dipasang dipapan reklame di Jakarta.

Birokrasi merupakan tempat yang subur berlangsungnya perbuatan kotor manipulasi dan suap/gratifikasi belum banyak tersentuh oleh aparat penegak hukum. Mereka dianggap melakukan penyalahgunaan jabatan dan penyelewengan wewenang sehingga dianggap mal-administrasi belaka, patut diduga adanya kerugian negara terhadap  penerimaan keuangan negara/daerah. Padahal Birokrasi berinteraksi langsung dengan masyarakat dalam hal pembangunan dan pelayanan publik. Masyarakat sebagai konsumen yang memerlukan jasa pelayanan birokrasi “Terpaksa” ikut permainan kotor untuk mendapatkan kemudahan dan kelancaran akses pelayanan publik dan perijinan.

Pola pendaftaran online dan pembayaran via transfer/uang digital lewat bank DKI (Pemprov DKI Jakarta) tidak menjamin suap/gratifikasi secara tunai maupun barang dilakukan masyarakat mau atau tidak mau , suka atau tidak suka  harus menerima kenyataan seperti ini. Mungkin aparat birokrasi Pemprov DKI Jakarta saat era Gubernur Ahok (Basuki Tjahaja Purnama) dan era Gubernur Ali Sadikin aparat Pemda bersih dari praktik KKN karena ancaman pemecatan dan mutasi Nonjob sangat ditakuti aparat birokrasi Pemprov DKI Jakarta.

KKN di Jakarta memiliki jaringan atau jangkauan luas dari aparat birokrasi hingga aparat penegak hukum, pusat maupun daerah, para politikus partai politik hingga kalangan bisnis. Oknum aparat birokrasi Pemda DKI Jakarta dimulai dari Pemprov Jl Merdeka Selatan hingga Kantor Kelurahan dimana pelayanan publik dilakukan aparat DPMPTSP juga tidak menutupi celah pelanggaran administrasi dan hukum yang dilakukan para oknum birokrat. Korupsi tidak terlepas dari gaya hidup “mewah”  dan budaya “hedonisme” dimana aparat birokrasi bersifat bukan melayani tapi dilayani.

Korupsi tidak akan bisa diberantas bila pola masyarakat terhadap koruptor setelah ditangkap masih “santai dan tanpa malu” dan “tanpa ekspresi mengatakan saya tidak melakukan” saat masuk mobil tahanan membawa dirinya ke Rumah Tahanan. Narapidana koruptor dihukum ringan dan bila keluar dari Lembaga Pemasyarakatan dirinya tetap dielu-elukan pendukungnya dan masyarakat masih terima tanpa sanksi sosial.

Tidak ada beban mental bagi keluarga dan masyarakat sekitar tempat tinggalnya karena dianggap “RobinHood atau Si Pitung” . Korupsi di Indonesia bermasalah sangat kompleks bagai tidak bergerak dilorong waktu, terkait sistem sosial, budaya, hukum, dan politik Indonesia.

Menurut  saya pola birokrasi seperti sekarang tidak akan terlepas dari pengaruh KKN karena dengan sengaja melakukan kesalahan atau melalaikan tugas sesuai kewajibannya atau tanpa hak menggunakan kekuasaan dengan tujuan memperoleh keuntungan yang sedikit banyaknya bersifat pribadi. “Purposive behavior which may be deviation from an expected norm but is undertake nevertheless with a view to attain materials ir other rewards”

Korupsi Birokrasi meliputi Kategori :

  1. Market Centred Orientation (pendekatan berpusat pada pasar)

Birokrasi berperilaku pelaku bisnis dimana memandang dirinya menggunakan jabatannya untuk mendapatkan harta kekayaan semakin bertambah.

  1. Public Interest Centered Perspective (pendekatan berpusat pada kepentingan publik)

Birokrasi berperilaku penguasa hanya memberi “kemurah hati” pelayanan dan kemudahan hanya terhadap orang-orang yang memberi “tanda mata” saja.

  1. Public Office Centered Perspective (pendekatan berpusat pada kantor jabatan pemerintah).

Birokrasi yang melakukan penyalahgunaan jabatan dan penyelewengan wewenang diatasnamakan jabatan dan kedudukan untuk mempertahankan kekuasaan.

Korupsi Birokrasi disebabkan :

  1. Individual causes dimana rendahnya komitmen dan moral dari aparat pemerintahan daerah DKI Jakarta
  2. Organizational reasons pegaruh eksternal dan internal fungsional dan struktural lingkungan organisasi pemerintahan daerah DKI Jakarta
  3. Societal causes dimana korupsi dianggap kewajaran oleh masyarakat dan biasa walaupun sangat tidak disukai tapi mentradisi (kebiasaan) pungli dan suap kepada aparat pemerintah daerah DKI Jakarta.(***)
  • Penulis adalah praktisi dan akademisi hukum dari Universitas Indonesia.

 

prolegalnews admin

Tinggalkan Balasan