Jakarta, Pro Legal News – Meski upaya pemberantasan korupsi terus digalakkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), namun tanda-tanda Indonesia akan bebas dari korupsi masih jauh panggang dari api. Hampir tiap hari pemberitaan media nasional dipenuhi dengan berita tentang pejabat, pengusaha yang terkena Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh KPK.
Maka korupsi di Indonesia bisa diibaratkan sebagai penyakit yang akut dan kronis. Ironisnya, korupsi justru dijadikan sebagai komoditas politik untuk menyerang lawan-lawan politiknya. Momentum Hari Anti Korupsi seharusnya dijadikan sebagai sarana instropeksi serta evaluasi tentang cara pemberantasan korupsi yang efektif. “Kalau mau sembuh dari korupsi sebenarnya bisa, undang-undang yang memuat ancaman pidana pada prinsipnya sebagai sanksi upaya terakhir (ultimum remedium),” ujar Dr Azmi Syahputra SH,MH, pakar hukum alumni Universitas Padjajaran.
Menurut Ketua Asosiasi Ilmuwan Praktisi Hukum Indonesia (ALPHA) ini bila kita konsisten menerapkan ketentuan tersebut, maka tidak diperlukan lagi adanya undang undang anti korupsi, lapas khusus korupsi sampai punya lembaga khusus untuk korupsi jika para birokrasi mau sembuh dan komitmen.”Mau dan mampu untuk terapkan Undang undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih Dan Bebas dari KKN dan terapkan asas asas umum pemerintahan yang baik. Inilah solusinya,” ujarnya.
“Ini kuncinya , ini soft landing sebelum Undang Undang nomor 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi diberlakukan.Produk hukum serta politik hukum pemerintah pada waktu itu (hampir 20 thn lalu) sudah memberi sinyal sebagai soft landing, kasih warning .agar birokrasi jalankan Tupoksi hak dan kewajiban guna mengingatkan pemerintahan agar dalam kinerjanya terapkan ketentuan Undang Undang nomor 28 tahun 1999. Namun ini diabaikan, tidak digubris sehingga energi bangsa sampai saat ini terbuang untuk berhadap hadapan dengan masalah perilaku korup yang kebanyakan pelakunya dimotori oleh birokrasi ini. Indonesia yang berciri khas gotong royong, perdamaian ,kesejahteraan serta pembangunan berkeadilan sosial akan lebih mudah terwujud jika pemerintah dan semua elemen masyarakat mau dan mampu menerapkan perintah dan kehendak Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 karena inilah kunci yang sudah ada sebagai solusi namun diabaikan,” jelas Azmi lagi. Tim