- Advertisement -
Pro Legal News ID
Uncategorized

Belum Ada SOP Untuk Cegah Transaksi Ilegal LKPP dengan Penyedia Barang

Ketua LKPP Agus Prabowo

 

Jakarta, Pro Legal News – Peraturan Kepala LKPP No. 6 Tahun 2016 tentang Katalog Elektronik dan e-Purchasing pada pasal 13 huruf l disebutkan,  dalam hal penyedia Katalog Elektronik berbentuk Badan Usaha/perorangan maka penyedia merupakan Prinsipal Produsen atau mata rantai pasok terdekat dari Prinsipal Produsen.

Dari penjelasan ini timbul pertanyaan kenapa dalam proyek pengadaan alat berat penunjang perbaikan jalan di Dinas Bina Marga DKI Jakarta bisa meloloskan PT DMU menjadi peserta penyedia Katalog Elektronik.

Data lain menyebutkan PT DMU ternyata belum terdaftar sebagai agen/distributor pada Kementerian Perdagangan untuk produk Pakkat Road Maintanace Truck PTM-C3200 dari produsen Pakkat Technology. Untuk konfirmasi masalah yang satu ini Pro Legal telah mengirim surat resmi kepada pimpinan PT DMU. Namun sampai berita ini diturunkan tidak ada tanggapan dari pihak PT DMU.

Beberapa waktu lalu Pro Legal mewawancara Ketua LKPP Agus Prabowo menyangkut perusahan-perusahaan yang menjadi peserta di e-Katalog terkait bea masuk ke kas negara. Sebab, perusahaan itu mengiklankan prodaknya di Portal Pengadaan yang dikelola LKPP notabene dibiayai Negara.

Menurut Agus, PT DMU masuk e-katalog di thn 2014, ketika itu sifatnya masih pioneering. Dasar hukumnya Perka 17/2012 yang saat itu belum dijabarkan kedalam SOP atau juklak yang rinci.

Namun prosesnya sudah dilakukan oleh Pokja melalui rapat-rapat terbuka dengan pengawasan langsung oleh pimpinan LKPP yang saat itu dijabat oleh Agus Rahardjo. Kemudian di tahun 2015 aturannya direvisi menjadi Perka 14/2015 yang sudah lebih rinci.

Pada tahun 2016 terjadi revisi lagi menjadi Perka 6/2016. Perubahan Perka itu adalah upaya LKPP untuk  menyempurnakan prosedur e-Katalog secara terus menerus berdasarkan pengalaman maupun rekomendasi audit BPK. Kata Agus Prabowo telaah tentang PT DMU tidak bisa menggunakan aturan yang sekarang, melainkan harus membayangkan situasi di tahun 2012-2014.

Terkait e-katalog tidak bisa dianggap sebagai iklan karena yang bisa membeli adalah K/L/D/I pemegang APBN/D saja. Masyarakat bisa melihat atau browsing, tetapi tidak bisa membeli.

Alasannya sebagai fungsi control dimana masyarakat bisa menilai dan memberi masukan ke LKPP apakah harganya kemahalan atau tidak, apakah perusahaannya legal atau tidak. Berapa jumlah peserta penyedia di e-Katalog LKPP hingga terbitnya Perka 6/2016, Ketua LKPP Agus Prabowo mengaku tidak ingat. “Yang pasti jumlahnya sudah ratusan perusahaan jadi peserta e-Katalog,” tutur Agus.

Jika tidak ada biaya yang dipungut bagi penyedia yang mau menjual barangnya d portal LKKP secara tidak langsung  mengundang pertanyaan  bagaimana sistem dan pengawasan yang dibangun LKPP agar tidak ada ruang transaksi ilegal antara penyedia dengan LKPP. Ini mengingat potensi ke arah itu memang ada.

Sebab, ada nilai ekonomi ketika penyedia barang masuk menjual produknya di Portal LKKP. Apalagi di Perka No 6 2016  tidak jelas mengatur secara rinci soal kreteria penyedia yang bisa menjual produknya di Portal LKPP. “Itu tugasnya auditor. LKPP diaudit BPK dan BPKP secara terus menerus. Begitu juga K/L/D/I (pembeli) diaudit oleh BPK. Kasus PT DMU adalah salah satu contoh temuan audit,” tegas Agus.

Kalau ada yang mengatakan dalam dalam sistem penyelenggaraan pengadaan barang dan jasa pada E Katalog  negara memungut biaya kepada penyedia yang menjual barangnya di Portal LKPP. Dana ini sebagai penerima negara bukan pajak (PNBP) dalam penyelenggara itu mengingat ada nilai ekonomi dari kegiatan tersebut.

Kata Agus Prabowo, itu bisa saja kalau suatu saat nanti ada dasar hukum yang mengaturnya. “Di Korea sudah seperti itu,” tambahnya. Namun ketika ditanya dalam penyelenggaraan pengadaan barang dan jasa pada e katalog, LKPP memberi legitimasi kepada penyedia barang dalam menjual prodaknya di portal LKPP, Agus mengatakan itu pendapat yang keliru.

Alasan dia legitimasi diatur oleh lembaga lain dengan aturan tersendiri pula. Agus mencontohkan, ijin usaha oleh Kemendag, produk industri oleh Kemperin, kepatuhan pajak oleh Kemkeu, obat oleh BPOM, alkes oleh Kemkes dan lainnya. Tim

prolegalnews admin

Tinggalkan Balasan