- Advertisement -
Pro Legal News ID
Supremasi Hukum Narkotika

Ketua Umum GANAR Geleng-Geleng Kepala, Awi Pemilik 10 Ribu Inexs Divonis 8 Bulan Penjara

Ketua Umum Gerakan Antik Narkoba (GANAR) Muara Karta, S.H.

Jakarta, Pro Legal News – Gendang perang melawan peredaran narkoba yang ditabuh Polri dinilai banyak pihak tidak membuahkan hasil yang maksimal jika penegak hukum lainnya, hakim dan jaksa tidak memiliki tekat yang sama. Hakim sebagai benteng terakhir penegakan hukum dan jaksa sebagai eksekutor harus punya tekad yang kuat dalam penegakan hukum terhadap pengedar narkoba.

Peredaran narkoba harus di bumi hanguskan dari Indonesia. Pengedar narkoba harus dihukum berat sehingga jadi pelajaran bagi yang lain agar segera menghentikan bisnis haram itu. Bukan sebaliknya, para penegak hukum memperlakukan bandar narkoba secara istimewa di persidangan.

Beberapa bulan lalu ada sebuah peristiwa hukum yang cukup menarik, namun lolos dari pantau masyarakat. Seorang bandar narkoba  bernama Lian Kwie alias Awi pemilik 10 ribu butir pil ekstasi dan 100 gram lebih sabu hanya divonis 8 bulan penjara.

Banyak pihak mempertanyakan keistimewaan Awi sehingga mendapat perlakuan cukup istimewa dalam vonis hukum di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat beberapa waktu lalu. Bandingkan dengan hukuman penjara yang diterima pengguna narkoba dengan barang bukti 0,4 gram harus mendekam tiga sampai lima tahun dalam penjara.

Sedang Awi yang nota bene pemilik tempat hiburan diskotek PS yang berlokasi di Jalan Mangga Besar, Jakarta Barat dengan barang bukti 10 ribu butir hanya divonis 8 bulan penjara. Banyak pihak merasa tidak percaya dengan hukuman 8 bulan terhadap bandar narkoba pemilik 10 butir ekstasi dan 100 gram sabu itu.

Ketua Umum Gerakan Antik Narkoba (GANAR) Muara Karta, SH, ketika diminta komentarnya terkait vonis hakim terhadap bandar narkoba Awi geleng-geleng kepala. “Kalau vonis hakim seperti itu,  sampai kapan pun peredaran narkoba di Indonesia tidak bakal hilang sampai kapan pun. Hukum masih bisa dipermainkan,” kata Muara Karta di Jakarta, Senin (11/2).

Dia mempertanyakan kenapa bandar narkoba Awi begitu diistimewakan, padahal dia ditangkap karena memiliki puluhan ribu butir ekstasi dan sabu.  “Pasti ada sesuatu, kalau tidak mana mungkin vonisnya begitu ringan,” tegasnya.

GANAR mendesak pihak berwenang seperti Komisi Yudisial (KY)  segera bertindak untuk menyelidiki terkait vonis ringan atas Awi oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat bebepa waktu lalu. “Ini tidak bisa didiamkan,” tegas Muara Karta lagi.

Awi pemilik diskotek PS ditangkap petugas Polres Jakarta Pusat pada pertengahan 2018 karena kedapatan membawa 100 ribu butir ekstasi dan 100 gram sabu. Hanya 8 bulan mendekam dalam penjara, Awi sudah bebas menghirup udara segar kembali.

Harus diakui kalau Awi  terkesan tidak takut dengan hukum. Buktinya di diskotek PS peredaran narkoba jenis ekstasi cukup marak, dibanding tempat hiburan lainnya di Jakarta.  Pengunjung diskotek PS yang berlokasi di Jalan Mangga Besar, Jakarta Barat dengan mudah bisa mendapatkan narkoba jenis ekstasi di sana. Pil haram itu bisa diperoleh dengan cara memesan kepada pelayan dengan harga Rp 600 ribu perbutir

Bahkan seorang pengunjung yang ditemui di lokasi pekan lalu mengaku hanya di diskotek PS yang dia tahu ekstasi masih mudah didapat. Kata pria berinisial AV, di diskotek lain agak susah untuk mendapatkan ekstasi.

Menurut AV hanya pengunjung yang sudah dikenal saja yang bisa mendapatkan pil tersebut. Mereka katanya pilih orang karena takut kejebak dengan anggota polisi yang menyamar sebagai pengunjung.

Sedang di PS diakuinya masih mudah mendapatkan meski harganya sampai Rp 600 ribu perbutir. “Cuma kalau beli di sini (PS), ya minum di sini. Kita tidak bisa pindah diskotek lain,” ujar AV.

Pengunjung lainnya yang berisial TI juga mengungkapkan hal yang sama. Kata TI untuk sekarang ini tempat dugem teraman di kawasan Jakarta cuma bisa didapat di PS. “Paling aman dugem di PS mas. Obatnya (ekstasi) gampang didapat jam bukanya juga panjang,” cetus wanita berparas manis ini.

Menurut dia harga ekstasi perbutir di PS juga ada yang Rp 500 ribu perbutir, tapi kualitasnya kurang bagus. “Pengunjung lebih suka membeli yang harga Rp 600 ribu karena kualitasnya jauh berbeda,” tegasnya. Tim. bersambung

prolegalnews admin

Tinggalkan Balasan