- Advertisement -
Pro Legal News ID
Hukum

KASN Harus Bertindak Terhadap Dugaan Penjegalan Karier ASN Yang Sistemik Di BAPETEN

Pro Legal News – Sekretaris Utama (Sestama) Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten), Hendriyanto Hadi Tjahyono mempertanyakan pemberitaan, Portal Berita Pro Legal yang berjudul, “Togap Marpaung Beberkan Bukti Kecurangan Tergugat Dan Kekeliruan Majelis Hakim PTUN” edisi 11 Oktober 2018. Pihak Sestama menilai pemberitaan itu hoax.

Untuk memperjelas kebenaran berita tersebut, pihak Bapeten mengundang Pro Legal untuk wawancara khusus di kantornya Jl. Gajah Mada No.8, Jakarta Pusat, Senin (15/10). Dalam wawancara itu, Sestama Bapeten mengatakan mereka telah melakukan pengembalian kerugian negara melalui virtual account Bapeten.

Sestama Bapeten juga menjelaskan proses uji kompetensi yang diikuti Togap Marpaung di Bapeten sesuai ketentuan. Namun Togap menilai hasil uji kompetensi sarat kecurangan sehingga dia melakukan perlawanan. Dugaan indikasi penjegalan karier Togap yang sistemik sangat jelas dalam uji kompetensi itu.

Pertama permohonan pengaktifan kembali jabatan fungsional pengawas radiasi dipersulit dengan cara ditolak pada tahun 2013, Togap berhasil membuktikan pemenuhan persyaratan. Kedua tidak lulus uji kompetensi 3 kali pada tahun 2015 dan 2016. Ketiga penurunan pangkat dan golongan pada tahun 2016, Togap berhasil memenangkan  gugatan di PTUN. Keempat tidak lulus uji ke-4 dalam 4 tahun hingga tahun 2018.

Terakhir Togap dipaksa pensiun terhitung mulai tanggal 1 Juli 2018. Alasan Togap melakukan perlawanan terhadap Sestama Bapeten karena adanya dugaan  kecurangan dalam proses uji kompetensi tersebut.

Terkait pengembalian kerugian Negara katanya telah dilakukan oleh pihak penyedia jasa melalui virtual acoount Bapeten, tapi Sestama Bapeten tidak mau menyebut secara rinci berapa jumlah uang yang mereka kembalikan.

Sementara terkait proses uji kompetensi yang diikuti Togap menurut Sestama sudah sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Kepala (Perka) Bapeten Nomor 10 Tahun 2016. Isinya menyangkut  tentang Standar Kompetensi dan Pedoman Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Fungsional Pengawas Radiasi.

Berdasarkan Perka tersebut, kata Sestama metodologi uji kompetensi terdiri dari 4 poin yakni, pengamatan performa kerja, penulisan makalah, presentasi dan wawancara. Sementara anggota tim penguji berjumlah 4 orang  dengan hasilnya empat – nol sehingga tidak ada lagi pertimbangan yang dilakukan.

Sestama juga berdalih nilai tiap kuadran I, II, III dan IV dari tiap-tiap penguji tidak bisa dijumlahkan dan dirata-ratakan. Menurut Sestama cara seperti itu adalah salah, tetapi harus dihitung dengan cara pembobotan sesuai Perka Bapeten tersebut.

Berdasarkan penjelasan Sestama inilah, Tim Pro Legal mencari dan mempelajari Perka Bapeten Nomor 10 Tahun 2016. Terkait sistem penilaian uji kompetensi yang menjadi pangkal sengketa dalam 2 pemberitaan Pro Legal sebelumnya (3/10 & 11/10), Togap Marpaung memiliki keyakinan bahwa dirinya sangat dirugikan.

Alasannya ada kecurangan yang sistematis. Togap menunjukkan bukti, ada orang yang tidak menguji, tetapi memberi nilai hasil uji kompetensi yang diikutinya. Sementara nilai dari para penguji tidak dihitung dan dirata-ratakan dengan benar sesuai ketentuan. Selain itu penguji juga tidak memperhatikan nilai sasaran kerja pegawai tahunan yang menjadi dasar penilaian dalam hal poin pengamatan performa kinerja.

Kata Togap ada 2 dari 3 orang penguji, Amil dan Ishak menilai sangat subjektif. Bahkan Amil ini kurang kompeten sebagai pengji karena bukan bidangnya. Sebenarnya Ishak mantan staf Togap sejak dari CPNS hingga menjadi pejabat eselon 3, mengajukan pertanyaan yang tidak relevan dengan materi makalah. Togap menunjukkan bukti poin-poin pertanyaan Ishak mengarah pada kebijakan bukan terkait dengan materi uji kompetensi.

Padahal lanjut Togap, uji kompetensi fungsional ini terkait profesi pengawas radiasi, bukan untuk menjadi  pejabat struktural yang punya kewenangan dalam mengoperasionalkan kebijakan. Atas pertanyaan dari Ishak, Togap sempat meminta pendapat kepada 3 orang sesepuh Bapeten, Kepala Bapeten ke-3 Sukarman Amindjojo, Arifin S. Kustiono mantan Sestama Bapeten dan secara khusus kepada Heryudo Kusumo pendiri Bapeten, mantan Deputi Perizinan dan Inspeksi, mantan Ketua Tim Penilai Jabatan Fungsional Pengawas Radiasi dan pakar reaktor nuklir berkelas internasional melalui whatts app.

Tanggapan Heryudo “Dari pertanyaan-pertanyaan yang diajukan Ishak, saya menjadi ragu-ragu, apakah beliau memahami secara benar Jabatan Fungsional Pengawas Radiasi?”.

Penjelasan Sestama terkait formasi 4 orang penguji, secara tegas dikatakan Togap bertentangan dengan Perka Bapeten Pasal 7 ayat (2) yang menetapkan Tim penguji beranggotakan paling sedikit 3 (tiga) orang. Penguji ini meliputi, unsur atasan langsung peserta uji kompetensi, unsur Pejabat Pimpinan Tinggi pembina Jabatan Fungsional Pengawas Radiasi dan unsur pejabat fungsional pengawas radiasi.

Anehnya berdasarkan bukti yang dimiliki Togap Marpaung berupa copy surat “Daftar Tambahan Alat Bukti Tertulis” yang diparaf Ketua Majelis Hakim, Nelvy Christin, SH., MH tertanggal 18 September 2018 serta keterangan Dari Kepala Balai Pendidikan dan Pelatihan Kepada Sekretaris Utama. Atas dasar dokumen ini membuktikan bahwa hasil penilaian dari para penguji setelah dijumlahkan dan dirata-ratakan sesuai ketentuan Peraturan Kepala BAPETEN No.10 Tahun 2016, sama atau tidak ada perbedaan dengan nilai pada dokumen hasil uji kompetensi (Sesuai Bukti No T-16)”. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada perubahan (otak-atik) nilai yang dilakukan baik oleh ketua tim penguji atau pihak lain dalam pelaksanaan uji kompetensi tersebut.

Togap juga memperlihatkan dokumen Tergugat (Bapeten) yang diperoleh dari PTUN berupa alat bukti Nota Dinas No. 0676/KP 02 02/BDL/III/2018, tanggal 22 Maret 2018, T-21. Isinya penyampaian nilai uji kompetensi tiap penguji yang dijumlahkan dan dirata-ratakan.

Berdasarkan pada bukti maupun ketentuan yang diatur dalam Perka Bapeten Nomor 10 tahun 2016, maka penjelasan Sestama Bapeten kepada Tim Pro Legal dalam wawancara khusus (Senin 15/10), tidak benar karena bertentangan dengan keterangan yang tercantum pada daftar tambahan alat bukti tertulis tersebut.

Dijelaskan Togap, bukti T-16 adalah surat tidak lulus uji kompetensi Jabfung Wasrad Madya jadi Utama yang menjadi objek gugatan di PTUN Jakarta dari pihak tergugat dan bukti P-1 dari pihak penggugat.

Kecurangan paling fatal yang dialami Togap adalah penilaian Khoirul Huda karena dia bukan sebagai penguji,  tetapi memberikan nilai sehingga mengakibatkan Togap menjadi Tidak Lulus, padahal seharusnya LULUS.

Namun Sestama membantah dengan dalih meski Khoirul Huda tidak bertanya sebagai penguji, tetapi dia berhak memberikan penilaian berdasarkan pengamatan dan sebagainya. Padahal, kata Togap lagi peran Khoirul Huda hanya lah sebagai moderator.

Atas dasar bukti-bukti itu, kuat dugaan Togap Marpaung bahwa Nota Dinas No. 0676/KP 02 02/BDL/III/2018 yang terungkap dalam persidangan sesuai bukti T-21 merupakan hasil rekayasa dari Sestama. Sebab Kepala Balai Pendidikan dan Pelatihan (Badiklat) pernah mengaku, “Hasil penilaian akhir uji kompetensi berasal dari Sestama diberikan kepada Badiklat untuk diumumkan hasilnya”. Nota Dinas itupun disampaikan Tergugat tidak bersamaan dengan bukti2 lain.

Satu lagi kecurigaan Togap, nilai dari Khoirul Huda merupakan rekayasa yang dibuat setelah selesai uji kompetensi dan diserahkan di luar jadwal sesuai ketentuan. Togap masih ingat dan memperhatikan saat itu hanya 3 orang penguji (Azahr, Ishak dan Amil). Ketiganya memberikan nilai langsung di tempat setelah selesai uji kompetensi dan dimasukkan ke dalam amplop tertutup serta diserahkan kepada panitia.

Menurut info orang dalam Badiklat, amplop tersebut diserahkan lagi kepada Sestama untuk dihitung nilai akhirnya dengan cara menjumlahkan dan merata-ratakan nilai dari tiap penguji. Menurut Togap, ada perubahan dari 3 penguji menjadi 4 orang penilai. Untuk pembuktian, Togap sudah berulang kali meminta kepada Sestama agar video rekaman uji kompetensi dibuka, tetapi tak dipenuhi.

Dalam persidangan di PTUN Jakarta, Togap juga memohon kepada Majelis Hakim perihal video tersebut. Tetapi Majelis Hakim tidak meminta kepada kuasa hukum tergugat dengan alasan tegantung kemauan tergugat menyampaikan bukti atau tidak.  Padahal, berdasarkan Pasal 85 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara jelas disebutkan Untuk kepentingan pemeriksaan dan apabila Hakim Ketua Sidang memandang ia dapat memerintahkan pemeriksaan terhadap surat yang dipegang oleh Pejabat Tata Usaha Negara atau pejabat lain yang menyimpan surat, atau meminta penjelasan dan keterangan tentang sesuatu yang bersangkutan dengan sengketa.

Togap meyakini cara seperti ini bukan hanya dirinya saja yang akan dirugikan, melainkan bakal terjadi pada orang lain ke depan. Togap menilai berbahaya sekali bila sistem seperti ini diterapkan. Dia meminta intansi yang berwenang mengawasi penyelenggaraan aparatur negara secara khusus pengembangan karir ASN harus turun tangan.

Menurut dia kewenangan ini ada di Kementerian Pendayagunaan Apartur Negara, dan Reformasi Birokrasi (Kemen PAN dan RB), khusunya Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN). Hal ini sesuai dengan tugas KASN, antara lain melakukan pengawasan atas pembinaan profesi ASN dan melaporkan pengawasan evaluasi pelaksanaan kebijakan Manajemens ASN kepada Presiden.

Karena KASN berwenang mengawasi dan mengevaluasi penerapan asas, nilai dasar kode etik dan kode perilaku pegawai ASN. Instasi itu bisa meminta informasi dari pegawai ASN dan masyarakat mengenai laporan pelanggaran norma dasar serta kode etik dan kode perilaku pegawai ASN.

Mereka berhak memeriksa dokumen terkait pelanggaran pegawai ASN dan meminta kalrifikasi dan/atau dokumen yang diperlukan dari instansi pemerintah untuk pemeriksaan laporan atas pelanggaran pegawai ASN. KASN berwenang untuk memutuskan adanya pelanggaran kode etik dan kode perilaku pegawai ASN untuk disampaikan kepada Pejabat Pembina Kepegawaian dan pejabat yang berwenang wajib ditindaklanjuti sesuai bunyi Pasal 32 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.

Terhadap hasil pengawasan yang tidak ditindaklanjuti, KASN merekomendasikan kepada Presiden untuk menjatuhkan sanksi terhadap Pejabat Pembina Kepegawaian dan Pejabat yang Berwenang yang melanggar prinsip Sistem Merit dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Togap sendiri sudah mengadukan masalah ini kepada KASN sebelum dia  menggugat ke PTUN. Masalah ini juga sudah dia sampaikan kepada KASN tanggal 5 Oktober 2018. Pengaduan Togap ini seiring dengan saran Prof. Satya Arinanto guru besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia yang telah mengontak Prof. Sofian Effendi selaku Ketua KASN karena masalah ini sepatutnya dapat diselesaikan KASN sesuai dengan kewenangannya. Pesan guru besar itu diperolehnya melalui whatts app, tanggal 3 Oktober 2018. Tim

prolegalnews admin

Tinggalkan Balasan