- Advertisement -
Pro Legal News ID
Peristiwa

Penanganan Amblasnya Jalan Gubeng Surabaya Berdasarkan Ketentuan Pidana Sebagai Ultimum Remedium

Dr Azmi Syahputra, SH, MH

Jakarta, Pro Legal News – Amblesnya Jalan Gubeng, Surabaya  Selasa (18/12) lalu menjadi diskursus yang menarik dalam proses penanganannya. Siapa pihak yang harus dimintai pertanggung jawaban dibaliknya amblesnya jalan tersebut. Seperti diketahui, saat terjadinya  ambles jalan sepanjang sekitar 200 meter itu sedang berlangsung  pembangunan area parkir  basement  Rumah Sakit Siloam.

Untuk mengetahui pihak pihak yang semestinya bertanggung jawab maka diperlukan penelusuran fakta fakta lapangan dengan menurunkan para team ahli  agar lebih objektif dan profesional dan pendekatan hukum  dibantu degan menggunakan metode pisau analisis yuridis dengan menerapkan unsur unsur dalam undang undang terkait dan undang undang khusus untuk itu guna ditelaah dan mencari kausalitas dari kejadian amblasnya jalan tersebut serta menemukan siapa pelaku yang paling bertamggung jawab.

Jika diperhatikan posisi kasus pekerjaan tersebut adalah pekerjaan yang dikerjakan oleh PT NKE  maka tidak heran sejak awal PT NKE lebih dulu mengatakan akan bertangging jawab atas peristiwa ini.

Kondisi Jalan Gubeng yang sudah lebih ada terlehih dahulu yang kini sedang  masa tenggang pemeliharaan, disisi lain oleh rumah sakit Siloam menugaskan dan menunjuk salah satu kontraktor  PT NKE untuk membangun sarana parkir rumah sakit yang juga mengeruk tanah yang cukup dalam dimana area pengerukan tanah untuk lokasi parkiran rumah sakit tersebut tidak jauh dari lokasi amblesnya Jalan Gubeng ini.

Maka penyelidikan polisi diperlukan sebagai langkah awal yang tepat dan cepat yang tentunya akan semakin mendapatkan hasil  lebih baik, bila  ditopang debgan tenaga ahli bidang konstruksi untuk mempetakan penyebab amblasnya jalan tersebut.

Menurut Pakar Hukum, dari Universitas Bung Karno, Dr Azmi Syahputra, SH, MH, dalam Undang Undang Konstruksi dikenal istilah kegagalan bangunan . Kegagalan bangunan ini akan ditentukan oleh penilai ahli yang dibentuk Menteri. Tim penilai ahli inilah yang akan menelusuri sebab sebab terjadinya kegagalan bangunan atau  jalan serta merekomendasi kepada Menteri pihak pihak yang akan bertanggungjawab dalam kegagalan konstruksi in case Jalan Raya Gubeng Surabaya.

Jika hasil temuan penyelidikan polisi disinergiskan dengan  hasil investigasi team penilai ahli ini dipadukan hasil kerjanya tentunya akan lebih maksimal dan  komprehensif guna menemukan faktor penyebab dan menemukan pihak  yang paling bertanggungjawab jika ada pihak pihak yang  tidak melaksakan pekerjaan konstruksi secara tidak standard .

Meskipun setelah perpaduan hasil penyelidikan polisi plus tenaga ahli penilai kementrian menemukan kesimpulannya, maka yang lebih penting adalah penentuan pertanggungjawaban pada para pihak .

Ketua Asosisaisi Ilmuwan Praktisi Hukum Indonesia (Alpha)  menambahkan, jika secara hukum kontrak  perdata  mengacu pada kewajiban, hak dan tanggung jawab sebagaimana diatur dalam perjanjian kontrak konstruksi tidak dijalankan sebagaimana mestinya dan para pihak tidak dapat menyelelesaikan secara sukarela  atas kerugian atau kepentingan hukum pemerintahan kota  Surabaya dan  warga yang tergangggu,  katakanlah masing masing pihak saling bertahan untuk tidak mau bertanggung jawab maka ketentuan klausula   hukum pidana dapat dijadikan payung hukum untuk  dijadikan sebagai upaya  terakhir (ultimum remedium) agar penerima kerja  dapat bertanggungjawab segera dan dikenakan hukuman penjara   plus ganti rugi  berupa denda. Karena untuk diketahui saat ini pasca tahun 2017  politik hukum undang undang konstruksi meminimalkan ketentuan pidana bagi pelaku usaha atau penerima kerja.

Menurut Alumni Universitas Padjajaran ini, pengenaan sanksi pidana ini sekali lagi hanya sebagai upaya terakhir karena pada dasarnya tidak ada satu pelaku usaha atau penerima kerjapun yang ingin pekerjaannya terjadi musibah atau amblas seperti dalam kejadian amblesnya Jalan Gubeng Surabaya ini karenanya unsur human error atau engenering error patut pula dipetakan dalam kasus ini.

Artinya apapun yg ditemukan dalam proses ini yang lebih penting dilakukan semua pihak yang disebut dan tercantum dalam Undang Undang Konstruksi lebih mendorong upaya dan komitmen pemulihan segera yang saat ini sudah dilakukan secara optimal dan multisektor serta maksimal sesuai dengan standard agar terlayani kepentingan masyarakat untuk mendapatkan akses jalan seperti semula kembali. Tim

prolegalnews admin

Tinggalkan Balasan