- Advertisement -
Pro Legal News ID
Nasional

Bareskrim Tangkap Dirut PT Garam Terkait Dugaan Penyalahgunaan Izin Impor Yang Rugikan Negara Rp 3,5 M

Polri kembali melakukan gebrakan dengan mengungkap dugaan kasus korupsi. Kali ini Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Badan Reserse Kriminal Mabes Polri telah menangkap Direktur Utama PT Garam, Achmad Boediono, Sabtu (10/6/2017).
Boediono ditangkap setelah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan penyalahgunaan izin importasi. “Tersangka ditangkap terkait dengan dugaan tindak pidana penyimpangan importasi dan distribusi garam industri sebanyak 75.000 ton,” ujar Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen Agung Setya, melalui keterangan tertulis, Sabtu. Boediono ditangkap di kediamannya di kawasan Jati Bening, Bekasi, Jawa Barat.
Menurut Agung, PT Garam selaku Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menerima penugasan dari Menteri BUMN untuk mengimpor garam konsumsi dalam rangka pemenuhan kebutuhan garam konsumsi nasional. Namun, sesuai Surat Persetujuan Import yang dikeluarkan oleh Kementerian Perdagangan, yang diimpor oleh PT Garam adalah garam industri dengan kadar NaCL di atas 97 persen.
Kemudian, garam industri yang diimpor tersebut sebanyak 1.000 ton dikemas dalam kemasan 400 gram, dengan merek garam cap SEGI TIGA G, dan dijual untuk kepentingan konsumsi. Sedangkan, sisanya 74.000 ton diperdagangkan atau didistribusikan kepada 45 perusahaan lain.
Sebagaimana tertuang dalam Pasal 10 Peraturan Menteri Perdagangan 125 Tahun 2015 tentang Ketentuan Importasi Garam, importir garam industri dilarang memperdagangkan atau memindahtangankan garam industri kepada pihak lain. “Sementara, yang dilakukan PT Garam bukan hanya memperdagangkan atau memindahtangankan, bahkan mengemas menjadi garam konsumsi untuk dijual kepada masyarakat,” kata Agung.
Achmad Boediono disangka melanggar Pasal 62 Undang-Undang No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dan melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi. Kemudian, Achmad disangka melanggar Pasal 3 atau Pasal 5 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.
“Bocornya garam industri untuk kepentingan konsumsi tentu akan melemahkan produksi garam petani dalam negeri, dan akan menghambat program Nawacita Presiden,” kata Agung. Saat itu Agung juga menambahkan jika kerugian negara dalam kasus itu ditaksir mencapai Rp 3,5 M. “Setiap impor garam konsumsi harus membayar bea masuk 10 persen,” kata Agung di Markas Besar Polri, Jakarta, Ahad, 11 Juni 2017. Pembayaran bea masuk itu otomatis masuk ke penerimaan negara. PT Garam (persero), ucap dia, sudah melakukan importasi 75 ribu ton garam industri.
Agung menjelaskan sebagai perusahaan milik negara, PT Garam sepanjang 2017 mendapatkan penugasan impor garam konsumsi sebanyak 226 ribu ton. Impor itu dibagi dalam dua tahap. Tahap pertama garam konsumsi yang diimpor sebesar 75 ribu ton. “Impor itu datang dari perusahaan India dan Australia,” kata dia.
Namun dalam realisasinya, Boediono malah mengubah dokumen dengan melakukan impor garam industri bukan konsumsi. Menurut rencana, garam industri yang dikemas dalam bentuk garam konsumsi akan dijual Rp 1.200 per kilogram. Padahal harga impornya Rp 400 per kilogram. “Di situ ada keuntungan,” ucap Agung.
Akibat menyalahgunakan izin impor, polisi menjerat Boediono dengan pasal berlapis. Ia disangka melanggar Pasal 62 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi.
Polisi juga menjerat tersangka dengan Pasal 3 atau Pasal 5 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. Lebih lanjut, Agung menyatakan Bareskrim masih mengembangkan kasus tersebut. Ia sedang mendalami apakah ada pelaku lain yang terlibat dalam kasus tersebut. “Masih didalami juga apakah ini yang pertama atau bukan,” katanya. tim

prolegalnews admin

Tinggalkan Balasan