Whistleblower TM Minta KPK Usut Segera Pengembalian Kerugian Negara Rp. 3,5 M Dugaan Korupsi Pengadaan di Bapeten

Jakarta, Pro Legal – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta segera turun tangan untuk membongkar kasus dugaan korupsi 7 (tujuh) paket proyek pengadaan barang dan jasa di Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) tahun anggaran 2013 yang diduga merugikan negara miliaran rupiah. Seorang fungsional pengawas radiasi di Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten), Togap Marpaung tergerak hatinya ingin membantu KPK membongkar habis kasus yang sudah 5 tahun tidak tersentuh hukum.
Dalam proyek pengadaan barang dan jasa untuk mempersiapkan Indoensia Center of Excellent for Nuclear Security and Emergency Preparedness (ICoNSEP) kerugian negara cukup besar. Sumber Pro Legal menyebutkan, BPKP menemukan kerugian negara pada pengadaan barang paket 1, 2 dan 3 mencapai Rp 3.5 M.
Fakta ini lah membuat mantan Kabid Pengkajian Bidang Industri Bapeten merasa terpanggil untuk membongkar kasus tersebut. Hampir semua intitusi penegak hukum telah didatangi oleh alumni Fakultas MIPA, jurusan Fisika, program studi Proteksi Radiasi Universitas Indonesia (UI) guna melaporkan dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa yang terbukti merugikan keuangan negara sesuai penghitungan Auditor Investigasi BPKP.
Togap penerima penghargaan Satya Lencana 30 tahun dari Presiden Joko Widodo di Istana Presiden pada 17 Agustus 2016 lalu. Dia telah melaporkan kasus dugaan korupsi ini ke Bareskrim Mabes Polri melalui Kabinops Bareskrim Mabes Polri tertanggal 16 September 2014 lalu.
Proses penyelidikan di Bareskrim Mabes Polri telah berjalan selama 9 bulan. Bukan hanya Bareskrim, di Dit Tipikor, Ditkrimsus Polda Metro Jaya pengusutannya juga telah berjalan 3 tahun 3 bulan. Setelah dilakukan pemeriksaan, Dirkrimsus, Polda Metro Jaya akhirnya mengeluarkan Surat Pemberitahuan Hasil Penyelidikan (SPHP).
Dalam SPHP No : No 446 / 11 /2018/ Ditreskrimsus yang dikeluarkan Direktorat Kriminal Khusus Polda Metro Jaya tertanggal 15 Februari 2018 disebutkan ada 3 paket proyek proyek pengadaan. Pertama pengadaan alat Digital Cerenkov Viewing Device (DCVD) senilai Rp 2,279 miliar. Kedua proyek pengadaan peralatan laboratorium radiasi senilai Rp 17, 66 miliar. Ketiga pengadaan peralatan security senilai Rp 1, 408 miliar. Hasil pemeriksan penyelidikan Ditkrimsus Polda Metro Jaya menyatakan telah menemukan adanya perbuatan melawan hukum.
Dalam SPHP itu juga dijelaskan telah ada proses pengembalian uang sebagai ganti kerugian negara berdasarkan penghitungan Auditor Investigasi BPKP. Anehnya konsideran itu seakan dugaan korupsi tidak bisa ditingkatkan ke proses penyidikan. Sebaliknya adanya uang pengembalian kerugian negara membuktikan telah terjadi tindak pidana korupsi di instansi tersebut.
Sesuai hukum berlaku, pengembalian uang ganti rugi bukan berarti menghapus tindak pidana korupsi. Melainkan menjadi salah satu pertimbangan hakim di pengedilan sebagai hal yang meringankan.
Adanya kejanggalan yang dinilai banyak pihak sangat tidak wajar, redaksi Pro Legal telah mengirimkan surat konfirmasi ke Dirkrimsus Polda Metro Jaya. Seperti diketahui, berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (“UU Pemberantasan Tipikor”) sebagaimana yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi terutama dalam Pasal 4 menyatakan : Pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan dipidananya pelaku tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3.
Sedangkan Pasal 2 UU Pemberantasan Tipikor menyebutkan : (1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah). (2) Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.
Sementara dalam Pasal 3 UU Pemberantasan Tipikor menyatakan : Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah). Namun sayang hingga berita ini diturunkan sesuai batas waktu yang diberikan surat konfirmasi Pro Legal, belum memperoleh jawaban. Tim