Jakarta, Pro Legal News– Lembaga anti rasuah, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tetapkan Wali Kota Ambon nonaktif Richard Louhenapessy sebagai tersangka dalam kasus dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Menurut Pelaksana Tugas Juru Bicara Penindakan KPK Ali Fikri, penetapan tersangka ini merupakan pengembangan dari proses penyidikan perkara dugaan korupsi pemberian persetujuan izin prinsip pembangunan cabang retail di Kota Ambon Tahun 2020. “Selama proses penyidikan dugaan perkara awal tersangka RL (Richard Louhenapessy), tim penyidik KPK kemudian mendapati adanya dugaan tindak pidana lain yang diduga dilakukan saat yang bersangkutan masih aktif menjabat Wali Kota Ambon berupa TPPU,” ujar Ali dalam keterangan tertulis, Senin (4/7).
Dalam kasus itu KPK menduga Richard secara dengan sengaja menyembunyikan ataupun menyamarkan asal usul kepemilikan harta benda dengan menggunakan identitas pihak-pihak tertentu.
Sehingga Ali berharap agar masyarakat yang mengetahui ataupun memiliki data terkait aset-aset dalam perkara ini dapat menyampaikan informasi tersebut kepada tim penyidik KPK. “Pengumpulan alat bukti saat ini terus dilakukan dengan menjadwalkan pemanggilan saksi-saksi,” ujarnya.
Seperti diketahui sebelumnya, KPK telah menetapkan Richard Louhenapessy sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait persetujuan izin prinsip pembangunan cabang retail tahun 2020 di Ambon.
Selain Richard, KPK juga menetapkan Staf Tata Usaha Pimpinan pada Pemkot Ambon bernama Andrew Erin Hehanussa, dan karyawan Alfamidi Kota Ambon bernama Amri sebagai tersangka.
Richard diduga menerima Rp 500 juta terkait dengan persetujuan prinsip pembangunan untuk 20 gerai usaha retail. Suap disalurkan melalui rekening bank milik Andrew yang merupakan orang kepercayaan Richard.
Atas perbuatannya, Richard dan Andrew disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 B Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Sementara Amri disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Tipikor.
Dalam proses penyidikan berjalan, tim penyidik KPK sudah mengamankan dokumen dengan catatan tangan berkode khusus terkait persetujuan izin dimaksud. Barang bukti tersebut saat ini masih dianalisis untuk kemudian dilakukan penyitaan dalam rangka melengkapi berkas perkara.(Tim)