Untuk Menyelesaikan Kekisruhan Kepengurusan PPPRS Apartemen Graha Cempaka Mas, Semua Pihak Diminta Untuk Hormati Putusan Pengadilan
Jakarta, Pro Legal-Kekisruhan kepengurusan PPPRS Apartemen Graha Cempaka Mas, Jakarta terus berlanjut, antara Kelompok Hery Wijaya dan Kelompok Tonny Soenanto dan Saurip Kadi.
Perselisihan itu sempat ditempuh melalui jalur hukum, dengan proses di Mahkamah Agung (MA) dengan putusan No. 1335K/PDT/2021 tanggal 25 Mei 2021 jo Putusan Pengadilan Tingggi DKI Jakarta No 685/PDT/2019/PT.DKI 13 November 2019 jo Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No16/Pdt.G/2018/PN.Jkt.Pst tanggal 04 April 2018 yang menyatakan jika kubu Tonny Soenanto maupun Saurip Kadi dinilai telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum. Sekaligus menyatakan jika tindakan mereka mengatasnamakan PPRS GCM sebagai tindakan yang tidak sah.
Putusan hakim itu telah memiliki kekuatan hukum tetap (inkrach) yang dimenangkan oleh pihak Hery Wijaya. Kemenangan kubu Hery Wijaya ini merupakan kememangan yang terbilang mutlak karena putusan-putusan sebelumnya juga memenangkan pihak Hery.
Seperti diketahui bahwa dalam proses hukum sebelumnya, Putusan Kasasi Tata Usaha Negara inkracth No.292K/TUN/2022 jo Putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara DKI Jakarta No. 240/B/2021/PT.TUN.JKT jo Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta No.56/G/2021/ PTUN.JKT yang menyatakan batal Putusan Tata Usaha Negara yang mengesahkan Tony Soenanto adalah pengurus PPPSRS Graha Cempaka Mas.
Selain itu Putusan Kasasi Tata Usaha Negara inkracth No.304K/TUN/2024 jo Putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara DKI Jakarta No. 286/B/2023/PT.TUN.JKT jo Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta No.17/G/2023/ PTUN.JKT menyatakan batal Keputusan Gubernur DKI Jakarta (Bpk Anies Baswedan) No 1047/2022 tanggal 14 Oktober 2022 tentang pencabutan Keputusan Gubernur DKI Jakarta No 1029/2000 tentang pengesahan akta pendirian PPRSC Graha Cempaka Mas.
Bahkan kubu Hery Wijaya menilai jika Akta RULB No 60, 61, 62, 63 versi Mayjen Purn. Saurip Kadi dan Tonny Soenanto, tidak sah dan bertententangan dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga PPRS GCM, batal demi hukum.
Ironisnya, kemudian muncul surat rekomendasi dari Komisi III DPR RI yang berisi permintaan Komisi III DPR RI meminta kepada Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Pemukiman DKI Jakarta untuk segera melakukan pengesahan pelaksanaan Kelompok Kerja (Pokja) hingga dapat menyelesaikan permasalahan yang terjadi.
Selain itu Komisi III DPR RI meminta agar Polda Metro Jaya mempertimbangkan untuk melakukan pemberhentian proses hukum terhadap Tonny Soenanto dan Suresh Bhagwandas Bhavnani yang sedang memperjuangkan penyelesaian permasalahan Apartemen Graha Cempaka Mas.
Komisi III DPR RI juga meminta pihak-pihak yang tidak berkepentingan dalam penyelesaian kasus Apartemen Graha Cempaka Mas agar tidak melakukan intervensi dan segera meninggalkan Apartemen Graha Cempaka Mas.
Bahkan Komisi III DPR RI meminta kepada institusi Polri agar laporan polisi yang sudah disampaikan oleh Pemilik dan Penghuni Apartemen Graha Cempaka Mas (GCM) ditindaklanjuti sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Munculnya surat rekomendasi itu sangat disayangkan oleh Hokli Lingga SH yang telah ditunjuk sebagai kuasa hukum PPPSRS Kelompok Warga Hery Wijaya.
Hokli melalui keterangan tertulisnya menjelaskan jika kekisruhan yang terjadi di Apartemen Graha Cempaka Mas adalah sengketa antara dua kepengurusan yang ada yakni Kelompok Warga Sdr. Hery Wijaya dkk versus Kelompok Warga Sdr. Saurip Kadi, Toni Soenanto dkk, bukan antara warga penghuni apartemen dengan PT Duta Pertiwi selaku Pengelola;
Keberadaan PT Duta Pertiwi selaku Pengelola di Apartemen Graha Cempaka Mas karena ditunjuk oleh pengurus PPPSRS Kelompok Warga Hery Wijaya, sebagai Pengelola di Apartemen Graha Cempaka Mas, sehingga PT Duta Pertiwi sama sekali tidak ada hubungan dalam sengketa kepengurusan di Apartemen Graha Cempaka Mas.
Maka untuk menyelesaikan kekisruhan yang terjadi di Apartemen Graha Cempaka Mas ini, menurut Hokli semua pihak agar menghormati dan melaksanakan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.
Apalagi permasalahan ini tidak dapat diselesaikan secara musyawarah mufakat, maka dari itu satu-satunya upaya penyelesaian adalah melalui jalur hukum yang ada, yaitu melalui pengadilan perdata dan pengadilan tata usaha.
Hokli menuturkan, “Kami memohon kepada semua pihak yang berkepentingan untuk bersama-sama menghormati putusan hukum yang telah ada dan melaksanakan putusan hukum tersebut mengingat negara kita adalah negara yang berdasarkan Hukum,” ujarnya.
Sebagai kuasa hukum dari PPPSRS Kelompok Warga Hery Wijaya, Hokli meminta kepada Komisi III DPR RI dan Gubernur DKI Jakarta untuk, menghormati dan melaksanakan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Selain itu Hokli juga meminta agar Komisi II DPR RI atau pihak manapun agar tidak membuat dan mengeluarkan rekomendasi-rekomendasi yang bertentangan fakta yang ada dan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. ”Sebagai warga negara yang baik alangkah baiknya bila kita dapat memberikan contoh yang baik kepada semua warga negara kita untuk menghormati dan melaksanakan putusan pengadilan yang telah inkracht (Berkekuatan Hukum Tetap)” ujarnya.
Karena hal itulah, banyak warga yang protes, sudah ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap yang menyatakan kepengurusan Saurip Kadi dan Tony Soenanto dkk dinilai tidak sah, kenapa Dinas Perumahan tidak menjalankan saja putusan pengadilan tersebut, sehingga persoalan tidak berlarut-larut. (ger)