Tommy Nickson : Untuk Menjaga Wibawa Hukum, KY Harus Jalankan Fungsinya Secara Kredibel Dan Akuntabel
Jakarta, Pro Legal News– Dalam dunia hukum ada adagium yang cukup terkenal quid leges sine moribus (hukum tak berarti tanpa moral). Adagium itu saat ini telah menjadi fenomena yang memprihatinkan dalam dunia peradilan di Indonesia. Hal itu terlihat dari masih banyaknya aparat penegak hukum yang justru terjerat kasus karena terbukti melakukan sejumlah pelanggaran dan penyimpangan.
Maka untuk menciptakan aparat hukum yang bersih dan berintegritas perlu adanya pengawasan yang melekat sebagai bagian dari upaya untuk mewujudkan standar moral yang tinggi. Salah satu lembaga pengawas yang memiliki fungsi dan peran yang strategis adalah Komisi Yudisial (KY) yang memiliki Tupoksi untuk menyeleksi hakim agung sekaligus mengawasi apabila ada perilaku hakim yang menyimpang.
Untuk memilih hakim yang memiliki kredibilitas serta integritas yang tinggi itulah Komisi Yudisial memiliki peran yang sangat fundamental. Maka menjelang proses pemilihan hakim agung itu, KY harus menjalankan akan oleh proses seleksi itu secara transparan dan akuntabel. Hal itu dikemukan oleh Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Universitas Bung Karno (UBK), Tommy Nickson, yang menyerukan kepada panitia seleksi hakim agung pada Komisi Yudisial (KY) untuk melaksanakan proses seleksi calon hakim agung dilakukan secara transparan, partisipatif, obyektif, dan akuntabel.
Menurut Tommy, Komisi Yudisial sebagai lembaga negara yang mempunyai wewenang mengusulkan pengangkatan hakim agung serta memiliki wewenang lain untuk menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim sebagaimana dimaksud dalam Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Tommy berharap setiap hakim agung yang terpilih adalah orang yang mempunyai rekam jejak dengan kepribadian dan moral yang luhur dengan menjujung tinggi etika kejujuran serta mempunyai integritas dalam menegakan hukum tanpa pandang bulu. “Istilah, hukum tajam ke bawah, tumpul ke atas harus segera dihilangkan demi tegaknya keadilan hukum bagi semua pihak,” ujar Tommy.
Hakim agung menurutnya, haruslah orang yang mempunyai kompetensi pengetahuan, keterampilan, kemampuan dan sifat-sifat dalam menopang aktivitas yang tercakup dalam pelaksanaan tugas hakim agung. “Hakim agung harus dapat mengerti kompetensi apa yang dipraktekan yang mencakup tingkah laku yang diharapkan dan tidak boleh ditampilkan,” ujar pengacara dan dosen senior Universitas Bung Karno itu.
Tommy menambahkan, Panitia Seleksi Komisi Yudisial harus bertindak independen, akuntabel dan bebas dari kepentingan politik yang bisa mengganggu marwah Komisi Yudisial sebagai lembaga tertinggi supremasi hukum. “Bisa saja ada kepentingan politik ataupun bisnis yang bisa mengintervensi proses seleksi, karena peran sentral Hakim Agung dalam menentukan keadilan,” tandasnya.
Sementara praktisi hukum yang juga Ketua Umum Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (ASSPINDO), Drs H. Hasan Basri SH.MH menilai jika Komisi Yudisial adalah garda terakhir tegaknya keadilan, terutama bila terdapat adanya penyimpangan dan pelanggaran yang dilakukan oleh para hakim yang sejatinya adalah wakil Tuhan dunia, “Saya berharap semua komisioner KY bisa menjaga amanah untuk memilih sekaligus mengawasi perilaku hakim dalam menjalankan tugasnya untuk mencipatakan keadilan yang berkeTuhanan yang Maha Esa,” ujarnya.
Hal senada juga dikemukakan oleh praktisi hukum senior serta Ketua Iluni, Muara Karta SH.MH, Komisi Yudisial menjadi garda terdepan untuk memilih hakim yang bersih dan berintegritas.”KY harus menjalankan fungsi dan perannya secara bermartabat sebagai elemen terpenting untuk menciptakan aparat penegak hukum yang memiliki standar moral yang tinggi,” ujarnya.(Tim)