- Advertisement -
Pro Legal News ID
Nasional

Tolak Relokasi Sejumlah Wanita Lakukan Aksi Telanjang Dada

(Ilustrasi), sejumlah warga lakukan aksi demo (rep)

Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN)

@RumahAMAN

Ada aksi perlawanan dari warga dengan melakukan penghadangan sehingga terjadi aksi saling dorong. Bahkan ada aksi telanjang dada yg dilakukan oleh mama-mama.

Jakarta, Pro Legal News– Berdasarkan  akun Twitter Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), sejumlah wanita  di Desa Rendu Butowe, Nusa Tenggara Timur (NTT) melaksanakan aksi telanjang dada menolak kehadiran aparat kepolisian di desa mereka. Warga menolak direlokasi dari tempat tinggalnya.

Peristiwa itu terungkap berdasarkan  akun Twitter @RumahAMAN pada Kamis (9/12). Mulanya, sejumlah aparat kepolisian mendatangi Desa Rendu Butowe pada pagi hari.Kemudian, sekitar pukul 10.45 WITA, mereka memaksa masuk lokasi Lowo Se dengan merusak pagar yang dibangun warga.

Karena aksi penolakan warga itu sempat terjadi aksi saling dorong, ”Ada aksi perlawanan dari warga dengan melakukan pengadangan, sehingga terjadi aksi saling dorong. Bahkan ada aksi telanjang dada yang dilakukan oleh mama-mama,” demikian cuitan AMAN di @RumahAMAN, Kamis (9/12).

Sekjen AMAN Rukka Sombolinggi membenarkan kejadian tersebut. Dia mengatakan peristiwa  yang terjadi di Desa Rendu Butowe bukan kali ini saja terjadi. Menurutnya, aksi itu terjadi sejak pemerintah mencanangkan Proyek Strategis Nasional (PSN) pembangunan Bendungan Lambo di Desa Rendu Butowe, Nagekeo, NTT. “Pemerintah tidak mau mendengar sama sekali aspirasi dari masyarakat adat di situ. Masyarakat itu selalu menolak pindah, meminta kampung-meminta itu tidak ditenggelamkan, tidak dirusak. Karena tidak ada lagi kehidupan lain bagi mereka selain kampung itu,”  ujarnya.

Rukka menuturkana, rencana pembangunan pemerintah ini tidak memikirkan nasib masyarakat adat. Padahal, selama ini pemerintah mengklaim bahwa pembangunan besar-besaran itu diperuntukkan untuk masyarakat. “Sementara ini bicara pembangunan, pembangunan untuk siapa? Untuk seluruh rakyat toh, kan mereka juga rakyat Indonesia,” jelas Rukka.

Sementara Ketua Forum Penolakan Pembangunan Waduk Lambo (FPPWL) Bernadinus Gaso mengatakan, tindakan memborgol Mama merupakan tindakan kriminalisasi terhadap masyarakat adat yang sesungguhnya tidak boleh terjadi karena mama-mama di sana tidak melakukan aksi penghadangan yang mengganggu keamanan dan ketertiban negara.

Bernadinus menuturkan bahwa perempuan adat dari Rendu, Ndora, dan Lambo melakukan aksi penghadangan terhadap tim survei dan BWS di pintu keluar dari lokasi Lowo Se karena BWS dan timnya melakukan aktivitas pengukuran wilayah adat tanpa izin Masyarakat Adat.

Dalam kesempatan yang berbeda,, Kabid Humas Polda NTT Kombes Pol Rishian Krisna menyatakan tidak ada kekerasan dalam peristiwa tersebut. Dia mengatakan masyarakat menutup akses jalan masuk pada saat petugas akan melakukan aktivitas pengukuran di titik poros bendungan Mbay/Lambo (Kali Lowo Se) oleh PT Brantas Abhipraya.

Menurut Rishian, Kontraktor Pelaksana Paket II Pembangunan Waduk Mbay/Lambo itu, dikawal 25 orang anggota Polres Nagekeo dengan dibantu 10 orang personel satuan Brimob NTT serta 5 personel polwan BKO Polres Ngada dan Satpol PP Kabupaten Nagekeo. Menurutnya, polisi berusaha melakukan negosiasi dengan masyarakat yang didominasi oleh ibu-ibu. Namun negosiasi itu gagal.(Tim)

prolegalnews admin

Tinggalkan Balasan