Jakarta, Pro Legal News – Pengelolaan TMII akhirnya diambil alih Negara dari Yayasan Harapan Kita yang diisi sejumlah keluarga dan putra-putri Presiden ke-2 Soeharto. Pengambilalihan tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 19 Tahun 2021 yang diteken Presiden Joko Widodo pada 31 Maret dan resmi berlaku pada 1 April 2021. Yayasan Harapan Kita merupakan organisasi yang didirikan oleh mendiang istri Soeharto, Tien Soeharto. Yayasan itu mengelola TMII sejak 1977.
Menurut Menteri Sekretaris Negara, Yayasan Harapan Kita mesti menyerahkan kembali hak pengelolaan TMII kepada negara. Pemerintah memberi waktu masa transisi selama kurang lebih tiga bulan kepada yayasan tersebut untuk menyerahkan berbagai laporan terkait pengelolaan TMII selama ini. “Intinya, penguasaan dan pengelolaan TMII dilakukan oleh Kemensesneg dan berarti berhenti pula pengelolaan yang selama ini dilakukan oleh Yayasan Harapan Kita,” ujar Pratikno, Rabu (7/4).
Pengambilalihan tak lepas dari munculnya gugatan hukum dari perusahaan konsultan asal Singapura, Mitora Pte. Ltd yang menggugat lima anak mantan Presiden RI Soeharto ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Mereka yang digugat ialah Siti Hardianti Hastuti Rukmana, Bambang Trihatmojo, Siti Hediati Hariyadi, Sigit Harjojudanto dan Siti Hutami Endang Adiningsih.
Di samping itu, Mitora juga menggugat Yayasan Purna Bhakti Pertiwi. Dalam gugatan yang terdaftar dengan nomor perkara: 244/Pdt.G/2021/PN JKT.SEL, klasifikasi perkara gugatan tersebut adalah perbuatan melawan hukum. Mitora meminta pengadilan menyatakan sah dan berharga sita jaminan yang diletakkan pada sebidang tanah berikut dengan bangunan yang berdiri di atasnya. Salah satu tanah dan bangunan berada di Taman Mini Indonesia Indah (TMII).
“Sebidang tanah seluas +/- 20 Ha (lebih kurang dua puluh hektare) dan bangunan yang berdiri di atasnya beserta dengan seluruh isinya yang ada dan melekat serta menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan yakni Museum Purna Bhakti Pertiwi dan Puri Jati Ayu, yang beralamat di Jl. Taman Mini No.1, Jakarta Timur,” demikian dikutip dari SIPP PN Jakarta Selatan.
Sebidang tanah dan bangunan yang berada di Jalan Yusuf Adiwinata Nomor 14, Menteng, Jakarta Pusat, pun juga termasuk dalam objek yang diminta disita. Mitora meminta pengadilan agar menghukum para tergugat secara tanggung renteng membayar kewajiban Rp84 miliar serta kerugian immateriil sebesar Rp500 miliar.
Selain gugatan kepada Keluarga Cendana, Mitora juga turut menggugat Soehardjo Soebardi, pengurus Museum Purna Bhakti Pertiwi, Kantor Pertanahan Jakarta Pusat dan Kantor Pertanahan Jakarta Timur. “Menghukum para turut tergugat untuk melaksanakan putusan ini,” sebagaimana bunyi petitum. Perkara ini sudah mulai disidangkan sejak 5 April 2021.(Tim)