- Advertisement -
Pro Legal News ID
Hukum

Terkait Kasus Notaris Jadi Tersangka, Penyidik Harus Hati-Hati Agar Tidak Menjadi Preseden Buruk

ilustrasi (rep)

Jakarta, Pro Legal News-Upaya aparat Kepolisian untuk memberantas semua mafia tanah  layak untuk diberi apresiasi. Karena hal itu menjadi salah atensi dari pemerintahan Jokowi. Namun dalam upaya penegakan supremasi hukum itu aparat harus tetap memegang prinsip kehati-hatian agar tidak menjadi preseden buruk. Aparat harus bersifat proaktif untuk menggali fakta hukum yang sesungguhnya, sehingga bisa mendudukan persoalan itu secara proporsional.

Hal itu dikemukakan oleh akademisi sekaligus praktisi hukum Yulia Tefi SH.MKn. Menurut Yulia, tuduhan  melanggar Pasal 263-264 KUHP yang ditujukan pada F dan RK, sudah benar dan tepat. Karena draft AJB yang diberikan terhadap ER, merupakan draft yang sudah jadi dan berasal dari F dan RK yang diberikan melalui S. Sementara terhadap ER, menurut Yulia lebih pas bila disangkakan telah melanggar jabatan dan kode etik. Sehingga menurut Yulia sangkaan telah melanggar Pasal 266  ayat (1) KUHP: “Menyuruh memasukan keterangan palsu ke dalam suatu akta otentik kurang relevan”.

Tetapi Yulia  juga mengingatkan agar para notaris tetap mengedepankan prinsip dan asas kehati-hatian (prudential principle) sesuai dengan fakta existing diantaranya :   “Para pihak memberi identitas palsu,  para pihak memberi keterangan yang tidak jujur, Notaris bersifat pasif (tidak boleh ikut mengatur atau menyarankan para pihak) kecuali menjelaskan sesuai aturan, Notaris bukan role occupant tetapi rule sanctioning, .Notaris harus menolak jika kehendak para pihak melanggar per-UU-an,” jelasnya.

Yulia juga menambahkan, dalam kasus itu seharusnya  S  diperiksa dan disankakan  Pasal 55 ayat 1 tentang penyertaan (concursus).  Sementara obyek perkara mestinya tidak sekedar sertipikat akan tetapi akta AJB yang sudah diberikan kepada ER dalam bentuk lengkap dan sudah terketik.”Sehingga dengan diperiksanya S, mens rea-nya bisa  ditelusuri  dan dikathui apakah ER memiliki niat jahat dan menerima aliran dana (actus rius) dari kejahatan tersebut,” jelasnya.

Apabila semua pihak bisa diperiksa  akan bisa  dipastikan, “Siapa si pembuat akta AJB (yang mengetik & menyuruh mengetiknya,  siapa yang menandatanganinya,  berapa seluruh uang yang diserahkan kepada ER,” papar Yulia.

Dengan diperiksanya semua pihak, akan diperoleh fakta hukum yang proporsional, sehingga proses penagakan hukum itu tidak menjadi preseden buruk.”Secara khusus penegakan hukum dapat diartikan sebagai rangkaian kegiatan di dalam sistem peradilan (pidana) yang bersifat preventif, represif, dan edukatif,” jelas Yulia Tefi.(ger)

prolegalnews admin

Tinggalkan Balasan