Sepak Terjang Victor, Membuat Koruptor Panas Dingin

Jakarta, Pro Legal News – Pra reformasi, lembaga nirlaba Tranparancy Internasional (TI) telah menobatkan Indonesia sebagai negara paling korup di dunia. Saat itu korupsi telah menggerogoti sendi-sendi perekonomian nasional, dari kelas briberi (uang pelicin) hingga katabelece. Pendeknya semua urusan beradasarkan Sumut yang merupakan akronim dari Semua Urusan Menggunakan Uang Tunai. Atas dasar itulah gerakan reformasi yang dimotori oleh mahasiswa menjadikan isu pemberantasan ekonomi menjadi agenda utama.
Namun, meski orde reformasi telah berusia 20 tahun, korupsi masih tetap meraja lela dan belum terkikis habis. Terkesan dalam proses penegakkan supremasi hukum (law enforcement), ada upaya tebang pilih. Sehingga menimbulkan kesan proses penegakkan hukum tergantung pemimpin yang sedang berkuasa (who’s man behind the gun). Padahal dalam prinsip negara demokrasi, setiap warga negara punya kesetaraan di mata hukum (equality before the law).
Proses penegakkan hukum yang terkesan tebang pilih itulah yang menimbulkan keprihatinan di mata, Brigjen Pol (Purn) Victor Edison Simanjutak. Semasa aktif mendampingi Kabareskrim Mabes Polri Komjen Pol Budi Waseso, mantan Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dir Tipideksus), Mabes Poliri ini dikenal heroik dalam memberantas korupsi terutama untuk kasus-kasus yang masuk dalam kategori mega skandal.
Masih segar dalam ingatan kita, Dirut Pelindo, RJ Lino digelandang oleh aparat kepolisian karena diduga terlibat kasus korupsi pembelian crane. Dua serangkai ini juga dikenal punya hidung yang punya daya endus tajam, seperti misalnya dalam kasus penjualan kondensat milik SKK Migas dan Pertamina yang terindikasi merugikan keuangan negara puluhan triliun. Bahkan seperti yang sempat dituturkan oleh Buwas kepada Majalah Pro Legal dan website www.prolegalnews.co.id, setidaknya ada 16 kasus besar yang akan diungkap.
Melihat realitas itu, maka Victor selalu bersikap tegas dan tanpa tendeng aling-aling. Rekam jejak (track reccord) alumni Akpol 1985 ini dalam pemberantasan korupsi terbilang kinclong, dan memiliki tekad yang kuat untuk menjadikan hukum sebagai panglima dan menjadikan semua orang setara di mata hukum, terbukti Victor berani menetapkan Piet Tallo sebagai tersangka, meski saat itu Piet menjadi orang nomer satu (Gubernur) di NTT.
Sikap Victor yang terbilang lugas dan berani ini tak urung membuat banyak pihak merasa adem panas, terutama pihak-pihak yang merasa kepentingannya terganggu. Seperti misalnya tekanan hebat yang harus dialaminya setelah memproses RJ Lino secara hukum. Maklum Dirut Pelindo memiliki kedekatan khusus dengan sejumlah petinggi negara. Tetapi demi kepentingan negara, dua serangkai bersama Buwas, ini terkesan telah putus ‘urat takutnya’.
Alumni SMA 8 Medan ini berani ambil resiko meski harus menghadapi kenyataan kariernya akan digrounded. Karena berbagai gebrakkannya itu akhirnya Buwas digeser ke BNN, sementara Victor tak lama kemudian memasuki massa pensiun. Tetapi suami dari Liana Anwar br Tambunan ini telah menorehkan prestasi gemilang bagi institusi kebanggannya,
Bahkan mantan Kapolres Kupang, NTT ini telah mengkikis stigma negatif yang kerap dialamatkan ke Kepolisian terutama dalam mengungkapkan kasus korupsi besar. Viktor telah membuat marwah Kepolisian kembali terang dan bisa berdiri tegap sejajar dengan lembaga penegak hukum lainnya. Karena menurut mantan Kapolres Ngada NTT ini, pemerintahan yang bersih (clean & good governance) adalah sebuah keniscayaan. “Jika birokrasi kotor, semua rugi, termasuk dunia usaha dan masyarakat kita. Saya siap melibas korupsi-korupsi di manapun,” tegasnya.
Tumbuh suburnya korupsi di Indonesia, menurut alumni Fakultas Ekonomi UI ini selain sistem yang tidak bersih dan kredibel juga tidak terlepas dari adanya krisis keteladanan yang bersifat top down. Harus ditumbuhkan budaya malu. “Kalau saya jadi pimpinan, saya korupsi. Saya turun. Saya punya moral. Saya yakin bisa memberantas korupsi, asal semua mendukung,” pungkasnya. Tim