- Advertisement -
Pro Legal News ID
Nasional

Suksesi Kepemimpinan Banten Yang Penuh Drama

Pusat pemerintahan Banten (rep)

Jakarta, Pro Legal News-Pertarungan  memperebutkan kursi sebagai Pj Gubernur Banten  seiring berakhirnya masa jabatan Gubenur Banten, Wahidin Halim dan Wakil Gubernur, Andika Hazrumy berjalan sangat seru dan penuh drama. Sebelum SK Presiden turun dan menetapkan mantan Sekda Banten, Al Muktabar sebagai Pj Gubernur Banten, Kamis (12/5), beredar sejumlah nama yang cukup beken yakni Wamen Seskab, Fadlansyah Lubis dan Dirjen Dukcapil, Zudan Arif Fakrullah.

Namun penetapan Al Muktabar sebagai Pj Gubernur Banten itu juga menyisakan misteri yang penuh drama. Seperti diketahui  saat Al Muktabar  berhenti menjadi Sekretaris Daerah (Sekda) Banten, Al Muktabar  sempat menggugat Gubernur Banten Wahidin Halim ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Serang.

Dalam gugatan  nomor 15/G/2022/PTUN.SRG  yang didaftarkan pada 16 Februari 2022 itu Al Muktabar merasa tidak pernah mengajukan surat  pengunduran diri dari jabatan sebagai Sekda Banten. “Saya mengajukan gugatan ke PTUN Serang untuk melihat satu keputusan pimpinan, dalam hal ini keputusan bapak gubernur terkait pembebasan sementara dari jabatan Sekda,” ujar Al Muktabar  seperti dikutip dari kanal Youtube Banten Podcast, seperti dikutip Kompas.com, Kamis (17/2/2022).

Dikatakan Al Muktabar, pada tanggal 22 Agustus 2021 lalu dirinya mengajukan surat permohonan pindah ke Kementrian Dalam Negeri. Namun, dia tidak menjelaskan secara rinci alasan permohonan pindahnya. Namun, surat tersebut disalahartikan bahwa dia mengundurkan diri dari jabatannya. “Saya tidak pernah mengundurkan diri sebagai Sekda Provinsi Banten, karena saya menjunjung tinggi SK bapak Presiden yang sampai saat ini saya masih berstatus sebagai Sekda definitif,” ujar Al Muktabar.

Dia menjelaskan jika seorang aparatur sipil negara (ASN) tidak diperbolehkan mengundurkan diri dari jabatannya yang sudah diamanahkan oleh pimpinan. Kecuali, ASN mengundurkan diri dengan alasan bergabung dengan partai politik atau mencalonkon diri sebagai kepala daerah.

Sejak dibebas tugaskan sebagai Sekda Banten pada November 2021, Al Muktabar mengaku  mengajukan cuti sebagai penghormatan karena Gubernur sudah menunjuk Plt Sekda Banten.  Dalam materi gugatan itu  dinyatakan jika Surat Keputusan Gubernur Banten Nomor 821.2/ KEP.211- BKD/2021 tentang Pembebasan Sementara dari Kantor Sekda tertanggal 23 November 2021, yang diajukan kepada penggugat pada tanggal 26 November 2021 itu tidak berlaku.

Pada materi gugatan, menyatakan tidak berlaku Surat Keputusan Gubernur Banten Nomor 821.2/ KEP.211- BKD/2021 tentang Pembebasan Sementara dari Kantor Sekda tertanggal 23 November 2021, yang diajukan kepada penggugat pada tanggal 26 November 2021 “Mewajibkan Tergugat untuk mencabut Surat Keputusan Gubernur Banten Nomor 821,2/ KEP.211- BKD/2021 tentang Pembebasan Sementara dari Kantor Sekretaris Daerah, tanggal 23 November 2021, yang disampaikan kepada penggugat pada tanggal 26 November 2021,” seperti dilansir dari laman PTUN Serang.

Setelah menyatakan ‘perang’ secara terbuka dengan Gubernur saat itu, Wahidin Halim, dalam proses selanjutnya terjadi mediasi antara kedua tokoh tersebut. Bahkan setelah ‘islah’ Al Muktabar berhasil menduduki jabatan yang mentereng  dan dilantik sebagai  Pj  Gubenur Banten, Kamis (12/5). Uniknya lagi, orang pertama yang menjadi tempat sungkem  Al Muktabar setelah dilantik sebagai Pj Gubernur, adalah Wahidin Halim yang notabene mantan  seterunya.

Kondisi itulah yang memunculkan spekulasi jika  gugatan dan permusuhan itu adalah drama, sehingga menimbulkan kesan jika Wahidin Halim benar-benar independen dalam kontestasi perebutan kursi PJ Gubernur Banten. Bahkan spekulasi yang berkembang jika hal itu dilakukan untuk menutupi jika AM adalah kepanjangan tangan dari WH.

Persoalan yang tak kalah pelik adalah proses selanjutnya untuk memilih Sekda Banten. Kenapa harus ada Pj Sekda  padahal sudah ada Sekda definitive yakni Al Muktabar  yang mendapat tugas tambahan menjadi Pj Gubernur.

Pertanyaan lanjutannya adalah apakah boleh dalam satu institusi ada  dua  Sekda, antara Sekda definitif dengan Pj Sekda. Jika ada kekhawatiran dari pandangan akuntabilitas tata kelola pemerintahan sebaiknya Kemendagri tidak mengangkat Sekda menjadi Pj Gubernur sebab ini akan membuat runyam dan tidak elok dalam pelaksanaan pemerintahan.

Karena ini sudah terjadi maka sebaiknya sekda banten tidak berbentuk Pj tapi definitif.  Masalahnya jika definitif maka akan ada kesulitan status AM Sebagai Pj karena dia adalah tugas tambahan dari tugas pokok  jabatan eselon satu. Jika eselon jabatan eselon satunya sebagai Sekda diberhentikan maka dia tidak bisa menjabat Pj.  Penyelesaian adalah jika ingin tetap dilanjutkan maka dia harus diberhentikan sebagai Sekda definitif lalu diangkat menjadi eselon satu di pusat apakah sebagai struktural atau fungsional.

Idealnya, jabatan Sekda definitif harus segera dilakukan open biding supaya menghindari kerumitan persoalan tersebut di atas.(gus)

prolegalnews admin

Tinggalkan Balasan