Jakarta, Pro Legal News – Sosok yang pernah menggegerkan tanah air itu kini tutup usia. Pengusaha yang pernah tersangkut persoalan hukum dan berhadapan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi, (KPK), Anggodo Widjojo dikabarkan tutup usia pada Jumat (7/9/2018). Menurut berita duka yang diumumkan melalui media massa, Anggodo meninggal pada usia 63 tahun di Rumah Sakit Premier Nginden, Surabaya.
Berdasarkan iklan tersebut, Anggodo meninggal dunia pada Jumat, 7 September 2018, pukul 15.43 WIB. Jenazah disemayamkan di Grand Heaven, Suite Room 111-112, Pluit Raya, Jakarta Utara. Rencananya, Anggodo akan dimakamkan pada Selasa, 11 September 2018, di Pemakaman San Diego Hils, Karawang, Jawa Barat. Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Ade Kusmanto mengatakan, Anggodo mendapat bebas bersyarat pada Maret 2015. “Benar, bebas bersyarat sejak 6 Maret 2015 dan berakhir pada 14 Januari 2019,” uja Ade Kusmanto saat dikonfirmasi, Senin (10/9/2018).
Ade menambahkan, hingga saat ini Anggodo masih menjadi pengawasan Balai Pemasyarakatan Jakarta Selatan. Konon, jenazah Anggodo sempat disemayamkan di Yayasan Adi Jasa, Surabaya. Operator Yayasan Adi Jasa, Sigin, mengatakan, jenazah Anggodo masuk pada Jumat malam dan langsung dibawa ke Jakarta pada Sabtu (8/9/2018) subuh.
Nama Anggodo ramai dibicarakan sekitar tahun 2009-2010. Ia merupakan adik dari Anggoro Widjojo, narapidana kasus korupsi pengadaan sistem komunikasi radio terpadu di Kementerian Kehutanan. Anggoro menyuap empat anggota Komisi IV DPR, yakni Azwar Chesputra, Al-Amin Nur Nasution, Hilman Indra, dan Fachri Andi Leluas, guna mendapatkan proyek dalam sistem komunikasi radio terpadu (SKRT) tahun 2006-2007 di Departemen Kehutanan sebesar Rp 180 miliar.
Pernah berusaha Menyuap Pimpinan KPK
Pada Agustus 2010, majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menghukum Anggodo Widjojo dengan hukuman empat tahun penjara. Majelis hakim menilai Anggodo terbukti secara sah dan menyakinan melakukan tindak pidana korupsi. Anggodo terbukti melakukan percobaan penyuapan pimpinan KPK dan upaya menghalang-halangi penyidikan KPK terkait kasus sistem komunikasi radio terpadu yang melibatkan kakaknya, Anggoro Widjojo. Dalam proses banding, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menjatuhkan hukuman lima tahun penjara terhadap Anggodo.
Cicak vs buaya
Kasus yang melibatkan Anggodo dan Anggoro merupakan kasus yang mengawali konflik KPK dan Polri yang dikenal sebagai kasus Cicak vs Buaya. Kasus itu membuat dua pimpinan KPK, Chandra Hamzah dan Bibit S Rianto, diduga dikriminalisasi. Saat itu, Bibit dan Chandra dijadikan tersangka oleh kepolisian dengan sangkaan menerima suap dari Anggoro melalui Anggodo. Bibit dan Chandra disangka menyalahgunakan wewenang saat menerbitkan surat pencegahan Direktur PT Masaro Radiokom Anggoro Widjojo serta surat pencegahan dan pencabutan pencegahan Direktur Utama PT Era Giat Prima Djoko S Tjandra. Belakangan, terungkap adanya rekayasa berdasarkan rekaman pembicaraan hasil sadapan KPK.
Di Mahkamah Konstitusi, rekaman percakapan telepon seluler Anggodo dengan sejumlah pejabat kepolisian dan kejaksaan diputar. Rekaman itu dengan vulgar menyebut bagaimana merancang kasus Bibit-Chandra hingga tawar-menawar imbalan kepada pihak-pihak yang diduga ikut merekayasa. Kejaksaan Agung lalu menghentikan perkara pemerasan dan penyalahgunaan wewenang yang disangkakan kepada Bibit-Chandra dengan alasan demi hukum. Setelah itu, KPK menjerat Anggodo dengan sangkaan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung perkara korupsi yang sedang ditangani KPK. Tim