Jakarta, ProLegalNews.Com
Meski kini bisa bernafas lega karena gugatan praperadilannya dikabulkan majelis hakim, Setyo Novanto masih bisa dijerat lagi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hal itu diisyaratkan oleh Perma No 4 Tahun 2016. Tinggal tergantung alat bukti yang dimiliki oleh lembaga anti rasuah itu.
Lolosnya Setya Novanto dari proses hukum karena diterimanya gugatan praperadilan akhir September lalu bukan akhir sebuah proses hukum. Sebab penyidik masih bisa menetapkan kembali seseorang menjadi tersangka asalkan penyidik memiliki 2 alat bukti. Berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung (MA) Nomor 4 Tahun 2016 tentang Larangan Peninjauan Kembali Putusan Praperadilan, MA menegaskan seseorang yang menang praperadilan, bisa ditetapkan kembali menjadi tersangka. “Putusan praperadilan yang mengabulkan permohonan tentang tidak sahnya penetapan tersangka, tidak menggugurkan kewenangan penyidik untuk menetapkan yang bersangkutan sebagai tersangka lagi,” itulah petikan bunyi Pasal 2 ayat 3 Perma 4/2016 tersebut.
Dalam Perma yang ditandatangani oleh Ketua MA Hatta Ali pada 19 April 2016 dan diundangkan pada 20 April 2016 itu MA melarang penyidik mengajukan PK bila kalah praperadilan. Tapi, MA membolehkan penyidik mengeluarkan status tersangka baru kepada warga negara tersebut, “Setelah memenuhi paling sedikit 2 alat bukti baru yang sah, berbeda dengan alat bukti yang sebelumnya yang berkaitan dengan materi perkara,” demikian bunyi Perma MA memberikan syarat.
Untuk mengawasi proses praperadilan itu, MA berhak meminta keterangan teknis pemeriksaan praperadilan kepada hakim tunggal yang memeriksa. MA juga berhak memberi petunjuk, teguran atau peringatan yang dipandang perlu terhadap putsuan praperadilan yang menyimpang secara fundamental. “MA mengawasi tingkah laku dan perbuatan para hakim dalam menjalankan tugas praperadilan,” demikian bunyi Pasal 4 ayat 2.
Perma Nomor 4/2016 itu selaras dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 21/PUU-XII/2014. Menurut MK, praperadilan bukanlah proses mengadili sebuah peristiwa hukum dan bellum memutus seseorang bersalah atau tidak bersalah. Sehingga seseorang bisa dikenakan kembali tersangka asal penyidik memiliki bukti baru, sedikitnya 2 alat bukti. “Namun demikian, perlindungan terhadap hak tersangka tidak kemudian diartikan bahwa tersangka tersebut tidak bersalah dan tidak menggugurkan dugaan adanya tindak pidana, sehingga tetap dapat dilakukan penyidikan kembali sesuai dengan kaidah hukum yang berlaku secara ideal dan benar,” itulah penjelasan MK sesuai dengan pertimbangan yang ada di halaman 106. tim