Oleh : Kurnia Zakaria
Menurut saya, saksi ahli dapat dipidana sesuai pasal 224 KUHAP dimana ada ancaman pidana kurungan paling lama 9 bulan penjara, apabila saksi ahli secara sengaja tanpa alasan tidak mau hadir di persidangan walaupun pihak Jaksa Penuntut Umum sudah memanggil secara layak dan benar untuk hadir dipersidangan. Saksi ahli sebelumnya juga sudah memberikan keterangan tertulis baik dalam surat keterangan saksi ahli maupun laporan pemeriksaan medis/forensik/laboratorium yang telah dilakukan saksi ahli atau saksi ahli telah membuat secara tertulis pendapat hukumnya (legal opinion) atau sudah pernah diperiksa secara langsung oleh penyidik dalam hal memberikan keterangan saksi ahli dan tertulis dalam Berita Acara Keterangan Saksi Ahli dalam Berkas Acara Pemeriksaan (BAP) yang dibuat oleh penyidik. Saksi ahli selain keterangan tertulis juga perlu diperdengarkan keterangannya secara lisan di depan persidangan di depan majelis hakim di pengadilan.
Sedangkan pihak terdakwa dan/atau kuasa hukum penasehat hukum terdakwa dapat mendatangkan ke persidangan di depan majelis hakim sebagai saksi ahli a de charge (saksi ahli meringankan) tanpa perlu ada proses pemeriksaan verbal (DI- BAP-kan) terlebih dahulu, langsung saja atas persetujuan majelis hakim untuk menghadirkan saksi ahli a de charge setelah saksi-saksi fakta dan saksi ahli semuanya didatangkan oleh pihak Jaksa Penuntut Umum baik yang didengarkan secara lisan maupun keterangan tertulis atas persetujuan bersama keterangan saksi ahli dibacakan, bila saksi ahli berhalangan tetap/ ada alasan wajar dan logis tidak bisa hadir di persidangan.
Saya tidak sependapat dengan Komaruddin Simanjuntak, kuasa hukum keluarga korban J (almarhum Yosua Hutabarat) yang berencana akan melaporkan saksi ahli psikologi forensik Reni Kusumawardhani dengan dugaan melanggar pasal 242 KUHP karen saksi dalam sumpah memberikan keterangan tidak benar di persidangan kelima terdakwa perkara pidana pembunuhan berencana Brigadir J hari Rabu, 21 Desember 2022 lalu di PN Jakarta Selatan. Dimana saksi ahli Reni Kusumawardhani dalam keterangan lisannya menyatakan hasil pemeriksaan psikologi klinis forensik terhadap Putri Candrawati (terdakwa) bahwa adanya dugaan tindakan kekerasan seksual di Magelang awal Juli 2022 hasinya dapat dipercaya.
Pendapat Reni Kusumawardhani berpendoman atas standar pemeriksaan yang dilakukan Prof Bull tahun 2004 dimana dari 7 unsur syarat kebenaran asesmen psikogi forensik terperiksa. Dalam keterangan lisan di sidang perkara pidana 21/12/2022 di PN Jakarta Selatan menyatakan bahwa terperiksa Putri Candrawati memenuhi 2 unsur dari 7 unsur yang harus dipenuhi :
- Unsur pertama memenuhi syarat memberikan keterangan secara detail informasi kejadian yang dapat diceritakan secara rinci berutan ditunjang ada saksi Susi melihat pintu kamar dibuka dan ditutup dan saksi Kuat Ma’ruf melihat Josua masuk diam-diam ke kamar tidur terperiksa.
- Unsur kedua ada akurasi yang sesuai dengan kejadian di kamar yang dilakukan Yosua terhadap terperiksa dan situasi terperiksa PC setelah kejadian telepon saksi Riky Rizal dan Richard Eliezer segera pulang ke rumah saat bertugas “pengamanan dan pelayanan” kedua putra putri atasannya PC dan FS di SMA Taruna Nusantara Magelang.
Maka saya berpendapat keterangan saksi ahli yang didatangkan oleh JPU bila keterangannya malah menguntungkan/meringankan terdakwa bahwa JPU tidak cermat dan tidak teliti seharusnya sudah mengantisipasi keterangan saksi ahli tidak memperingan terdakwa tapi secara ilmiah dan hasil laboratorium membuktikan kesalahan terdakwa. Saksi ahi bukan yang mengalami, mendengar, atau melihat sendiri urutan fakta kejadian tapi berdasarkan ilmu pengetahuan dan skill/kemampuan ahli dalam menganalisa dan memberikan pendapatnya pada kasus. Jadi bisa menyatakan dimana salah benarnya tindakan pelaku dan alasan pelaku/motif apakah wajar atau tidak wajar, logis atau tidak logis.
Saksi ahli bisa berpendapat apakah menguntungkan atau memperberat terdakwa sesuai keahlian dan analisa ilmu pengetahuan saksi ahli. Dalam kesimpulan saksi ahli Reni tidak dapat memenuhi unsur 242 KUHP. Saksi ahli adanya hak immunitas dalam memberikan keterangan sesuai keahlian dan pengetahuannya tanpa bisa diintervensi pihak manapun. Dan punya kekebalan “Hak Akademis” tidak bisa dituntut secara pidana maupun perdata. Pernah kejadian sepengetahuan saya dalam kasus saksi Ahli Tamri Tomagola pernah dituntut karena dianggap dalam kesaksian suatu perkara dianggap “menghina SARA etnis suku tertentu sesuai adat dalam kasus pidana” tetapi akhirnya hanya dijatuhi secara hukum adat harus memberi kompensasi “ganti kerugian secara adat”.
Karena saksi ahli memberikan keterangan tertulis maupun lisan berdasarkan pengetahuan dalam pekerjaannya maupun keahlian dalam profesi yang dijalaninya. “Tiada Kesalahan dapat Dipidana, Tiada UU dapat dikenakan tanpa ada aturannya”. Apalagi kasus saksi berbohong pun didepan persidangan tidak bisa dilakukan proses hukum tanpa adanya tindakan JPU melakukan tindakan hukum atas perintah Majelis Hakim. Boleh saja pihak dirugikan melaporkan ke polisi tapi sepengetahuan Kurnia akan sulit menemukan bukti-bukti pelanggaran pasal 242 KUHP. Saksi Ahli Reni Kusumawardhani saat disidang dihadirkan oleh siapa ? JPU atau kuasa hukum terdakwa ?
Kalau JPU yang menghadirkan malah menguntungkan terdakwa PC dan motif FS tetapi berdasarkan saksi ahli Reni bahwa hasil pemeriksaan psikologis klinis apakah bisa menyakinkan majelis hakim dalam membuat keputusan nanti. Apalagi saksi ahli deteksi kebohongan menyatakan terdakwa PC punya kecendenrungan berbohong tingkat tinggi (hasil laboratium minus 25 ; sering berbohong). Bisa diterima atau diabaikan , tergantung keyakinan hakim. Hanya PC yang tahu kejadian sebenarnya. Dalam kasus perzinaan unsurnya bila ada dua lawan jenis yang cukup umur dan salah satu orang dalam ikatan perkawinan dalam sebuah kamar di waktu tertentu dalam ruangan tertutup/privasi dalam waktu tertentu (short time/long time) dapat diduga terjadinya perzinaan.
Rumor perselingkuhan atau PC marah karena Yosua tidak terima mau menikah dan menolak “bermesraan” mungkin saja terjadi atau tidak hanya PC yang harus jujur. Apalagi PC tidak melaporkan kejadian perkosaan di Magelang dan tidak adanya visum et repertum setelah kejadian di Magelang akan sulit bagi PC menguatkan alasannya bahwa dia korban perkosaan walaupun sempat memberi kesaksian “Saksi Mahkota” (terdakwa sekaligus saksi mata/ korban dalam perkara yang berbeda) dalam sidang terdakwa RR, RE dan KM secara tertutup 12/12/2022 di PN Jakarta Selatan. Info yang saya dapatkan bahwa PC dibanting oleh J tiga kali dan diraba-raba anggota tubuhnya. Tapi bila tidak ada bukti media sulit menguatkan keterangan PC.(***)
- Penulis adalah praktisi dan akademisi hukum dari Universitas Indonesia