- Advertisement -
Pro Legal News ID
Nasional

PT Dwifarita Fajar dan PT Irian Putra Peralat Oknum TNI Proyek Pekerjaan Blasting Jalur KA

 ProLegalNews.com

Penyidik Denpom Kodam Hasanuddin terus melakukan penyelidikan dugaan keterlibatan oknum Yon Zipor Kodam XIV Hasanuddin terkait pekerjaan blasting (penghacuran bukit) pembangunan jalur kereta api Makasar-Parepare yang dikerjakan PT Dwifarita Fajar Kharisma dan PT Irian Putra Persada KSO. Untuk perkerjaan blasting itu, pihak perusahaan diduga memberikan imbalan Rp 10 miliar kepada oknum itu.

Pangdam XIV Hasanuddin Mayjen Agus SB marah besar atas kasus kerjasama ilegal ini. Dia langsung memberikan sanksi tegas terhadap oknum Letkol  DJS besama tiga anak buahnya yang dinilai telah melakukan pelanggaran cukup besar. Dipihak lain  Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta untuk mengusut kasus dugaan gratifikasi yang dilakukan petinggi  perusahaan pemenang proyek terhadap oknum TNI tersebut.

Namun pihak PT Dwifarita Fajar Kharisma dan PT Irian Putra Persada melalui suratnya yang dikirim ke redaksi prolegalnews.com dan Majalah Pro Legal tertanggal 15 Desember 2017 yang ditandatangani Mohammad Supriyadi membantah melakukan tindakan tidak terpuji itu. Mereka mengaku tidak tahu menahu masalah sanksi tegas Pangdam XIV Hasanuddin Mayjen Agus SB terhadap anggotanya itu.

Menurut Supriyadi pekerjaan blasting pembangunan jalur kereta api Makasar-Parepare pihaknya bekerjasama dengan PT Maleo Rachma Indo Abadi. “Kami tidak pernah bekerjasama dengan pihak Yon Zipor 8 baik secara pribadi maupun intitusi dalam blasting Makasar-Parepare Km 95+450 sampai dengan Km 98+480 antara Barru-Parepare,” tegasnya.

Sumber prolegalnews.com dan Majalah Pro Legal yang mengaku mengetahui persis proses penghancuran bukti itu mengatakan, pihak PT Dwifarita Fajar Kharisma  selaku pemenang proyek telah memperalat oknum Danyon Zipur 8 SMG Kodam XIV Hasanuddin dengan imbalan cukup menggiurkan. Tindakan pihak Dwifarita sangat bertentangan dengan hukum karena telah diduga menggunakan peralatan militer untuk kepentingan bisnisnya. Akibatnya Letkol DJS bersama tiga anak buahnya harus menghadapi proses hukum karena dinilai yang paling bertanggungjawab dalam peledakan bukit tersebut.

Pembangunan jalur pelintasan kereta api Makasar-Parepare ada 13 paket pekerjaan dengan nilai proyek Rp 6,4 triliun lebih. Penegak hukum, KPK, Kejaksaan Agung mau pun Bareskrim Polri segera menindaklanjuti temuan dugaan korupsi pembangunan jalur kereta api agar tidak terjadi kebocoran uang.

“Ini pintu masuk untuk mengungkap kasusnya. KPK maupun Polri harus memeriksa PPK Henrik dan pimpinan PT Dwifarita Fajar Kharisma sebagai kontraktor pelaksana. Kita mempertanyakan kenapa PPK Henrik mewakili perusahaan melobby Yon Zipor 8/SMG dalam melaksanakan pekerjaan blasting itu. Seharusnya Henrik menyarankan pihak perusahaan menggunakan jasa perusahaan prfesional dengan menggunakan bahan peledak komersial, bukan malah sebaliknya memperalat oknum TNI,” kata sumber tadi.

Pembangunan infrastruktur jalur Kereta Api Makassar-Parepare sepanjang 144 kilometer diperkirakan menghabiskan biaya sekitar Rp 6,4 triliun. Ini berdasarkan data Komite Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (KP3EI). Namun pelaksaannya mulai menemui masalah salah satunya terkait pekerjaan blasting. Khusus untuk pekerjaan blasting menelan anggaran senilai Rp 95,3 miliar.

Dalam pekerjaan peledakan bukit menurut sumber yang layak dipercaya bahwa PT Dwifarita Fajar Kharisma dan PT Irian Putra Persada KSO selaku pemenang proyek melakukan kerja sama dengan oknum Yon Zipur 8 SMG Kodam XIV Hasanuddin untuk blasting dengan menggunakan bahan peledak militer untuk perkerjaan bisnis perusahaan tersebut.

Tindakan pihak perusahaan dinilai bertentangan dengan ketentuan yang berlaku karena telah memperalat oknum pihak Kodam XIV   Hasanuddin untuk pekerjaan itu. Apalagi lanjut sumber redaksi, diketahui Pimpro proyek percepatan pembangunan Rel Kereta Api Barru-Parepare, Henrik malah mendatangi Komandan Zipur, mewakili dua perusahaan pemenang untuk pengerjaan blasting.

Dijelaskan sumber bahwa pendekatan itu dilakukan karena mereka menilai Yon Zipur bisa mengerjakan dengan cepat dan lebih murah. Usai sepakat pihak perusahaan memberikan imbalan Rp 10 miliar kepada oknum itu. Akibatnya kini oknum Letkol DJS bersama tiga anggotanya dalam proses pengusutan pihak Dempom.

Dalam masalah ini Pangdam Hasanuddin bertindak cepat begitu mengetahui ada anggotanya yang melakukan pelanggaran. Sebaliknya pihak Direktorat Jenderal Perkeretaapian terkesan tutup mata atas perbuatan pekerjaan blasting illegal yang memperalat militer yang diduga dilakukan oknum PPK Henrik mewakili kontraktor pelaksana PT Dwifarita Fajar Kharisma.

Untuk konfimasi redaksi Prolegal telah mengirim surat resmi kepada Dirjen Perkeretaapian Kementerian Perhubungan RI, Ir Zulfikri, M.Sc., DEA. Namun hingga berita ini diturunkan tidak menanggapi surat konfirmasi Pro Legal. Bahkan Humas Direktoran Jenderal Perkeretaapian Kemenhub RI, Joice Hutajulu saat dikonfirmasi melalui telepon genggamnya, mengaku surat konfirmasi yang dikirim Pro Legal, sudah terkonfirmasi oleh atasannya (Dirjen).

Sementara Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Henrik ketika dikonfirmasi melalui telepon genggamnya tidak menanggapi. Begitu juga dengan pesan whatsApp yang dikirim juga tidak ditanggapi. Padahal peran Henrik dalam melobby Yon Zipor dalam melakukan pekerjaan blasting yang berujung proses hukum terhadap Lekol DJS sangat sentral.

Diduga dalam pekerjaan blasting ini, negara dirugikan karena menurut sumber redaksi pekerjaan blasting itu dalam kontrak kerja bisa mencapai puluhan miliar. Diduga pekerjaan blasting dengan menggandeng militer (Yon Zipor 8/SMG) dapat mengurangi biaya operasional. Berapa sebenarnya anggaran yang disiapkan untuk pekerjaan blasting ? tidak satu pun pejabat di Ditjen Perkeretaapian bersedia memberikan informasi yang jelas dan terkesan sangat tertutup. tim

 

prolegalnews admin

Tinggalkan Balasan