- Advertisement -
Pro Legal News ID
Laporan Utama

Proyek UPI Muara Angke Diduga Jadi Ajang Korupsi ?

Sejumlah proyek pengembangan sarana dan prasarana Unit Pengolahan Ikan (UPI) Muara Angke, Jakarta Pusat diduga hanya akal-akalan oknum di Dinas Kelautan Pertanian dan Ketahanan Pangan DKI Jakarta. Akibat permainan kotor para oknum ini negara terindikasi merugi dalam jumlah cukup besar.

Setiap tahun dana miliaran rupiah terus dikucurkan, namun pengerjaan proyeknya tidak pernah sesuai dan ditelantarkan. Bahkan ada proyek pengembangan kawasan UPI Muara Angke yang ditinggal pergi kontraktor pemenang tender.

Anehnya pihak Dinas Kelautan, Pertanian dan Ketahanan Pangen DKI Jakarta tidak pernah mengambil tindakan apa pun terhadap kontraktor bersangkutan dan terkesan tutup mata. Kondisi ini cukup memprihatinkan karena negara terus merugi atas permainan para oknum tertentu yang menjadikan kawasan UPI Muara Angke sebagai “proyek abadi” ladang korupsi.

Proyek yang terindikasi menguras keuangan negara itu adalah pengembangan sarana dan prasarana Dermaga T Muara Angke, pembangunan instalasi air untuk wilayah UPI dan Pasar Grosir Muara Angke serta pemberian bantuan dermaga rumah apung sebanyak 5 unit di Kepuluan Seribu. Sejumlah proyek pekerjaan ini dilaksanakan pada anggaran tahun 2016.

Data yang diperoleh Pro Legal menyebutkan, penyelesaian pekerjaan pembangunan tanah untuk lahan dan sarana prasarana UPI Muara Angke, Dinas Kelautan Pertanian dan Ketahanan Pangan DKI Jakarta telah menyiapkan anggaran sebesar Rp 24.638.284.675,00. Pekerjaan ini dilaksanakan oleh PT. Raya Eldenair Dwitama (RED) dengan kontrak Nomor : 3874/-1.711 tanggal 4 Mei 2016 dengan nilai kontrak sebesar Rp 16.519.690.000.

Addendum tambahan waktu dilakukan antara tanggal 4 Mei 2016 sampai dengan 29 November 2016. Kenyataan di lapangan PT. RED tidak menyelesaikan pekerjaan tersebut sesuai kontrak. Aparat penegak hukum seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kepolisian dan Kejaksaan diharapkan segera turun tangan untuk mengusut adanya dugaan main mata antara pihak perusahaan dengan oknum tertentu.

Tujuan utama pekerjaan pematangan lahan ini diharapkan untuk menambah lahan kawasan di sekitar pasar grosir sehingga dapat dioptimalkan menjadi tempat bongkar muat dan mobilisasi lahan masuk pasar serta parkir UPI. Harapan tinggal harapan, kenyataan di lapangan proyek yang menghabiskan dana puluhan miliar itu malah berantakan.

Hasil investigasi diperkuat informasi dari sumber Pro Legal menyebutkan, proyek pekerjaan pematangan tanah yang dimenangkan PT RED diduga telah dikondisikan. Dirut PT RED, BB diduga bekerja sama dengan oknum-oknum di Dinas Kelautan Pertanian dan Ketahanan Pangan DKI Jakarta berkolaborasi dalam memenangkan tender proyek tersebut.

PT. RED selaku rekanan Dinas Kelautan Pertanian dan Ketahanan Pangan DKI Jakarta masuk mengajukan penawaran lelang penyedia barang/jasa Pemerintah dengan tawaran jauh dari budget. Sebab, Hasil Penilaian Sendiri (HPS) Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Dinas Kelautan Pertanian dan Ketahanan Pangan DKI Jakarta menyebutkan dapat mengerjakan proyek hanya dengan anggaran Rp 16 miliar.

Sumber tadi malah menyebutkan dalam proyek ini ada aliran dana siluman yang masuk ke pihak Dinas Kelautan Pertanian dan Ketahanan Pangan DKI Jakarta sebesar Rp 2 miliar. Karenanya pihak dinas pun tidak bisa berbuat apa-apa meski mereka tahu kalau perusahaan pemenang tender telah melanggar ketentuan kontrak.

Data yang diperoleh Pro Legal dalam audit BPK pada laporan hasil pemeriksaan atas pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2015 dan 2016 pada Dinas Kelautan, Pertanian Dan Ketahanan Pangan Provinsi DKI Jakarta menyatakan, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) lalai dalam mengajukan perpanjangan jaminan pelaksanaan. PPK dan Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) dinilai kurang teliti dalam membaca dan menganalisa kontrak sehingga PT RED tidak melaksanakan pekerjaan sesuai kontrak. Konsultan pengawas juga disebutkan lalai dan kurang optimal melakukan pengawasan atas pekerjaan sesuai kontrak.

Sementara proyek pekerjaan pembangunan Instalasi Air (IA) untuk wilayah UPI dan Pasar Grosir Muara Angke juga diduga terjadi permainan kotor yang merugikan negara miliaran rupiah. Proyek ini dilaksanakan oleh PT Inti Selapermai (IS) dengan kontrak Nomor 3881/-076.3 tanggal 9 Mei 2016 dengan nilai kontrak sebesar Rp 9.165.779.000,00. Atas kontrak pekerjaan ini terdapat addendum tambah kurang pekerjaan dan addendum tambah waktu tetapi tidak mengubah nilai kontrak.

Data yang diperoleh Pro Legal menyebutkan, dalam pekerjaan pembangunan Instalasi Air diduga terjadi mark up. Karena harga satuan pemasangan grounding tidak sesuai dengan kenyataan Rp 222.078.946,91. Pada rencana anggaran biaya (RAB) dalam kontrak menunjukan nilai pekerjaan pasang grounding termasuk aksesoris dan kabel sama dengan pekerjaan pasang GSM Controller termasuk aksesoris dan kabel pompa transfer UPI yakni sebesar Rp 232.072.366,91.

Dalam realisasi terungkap bahwa pekerjaan GSM Controller yang terpasang hanya satu unit. Kontraktor pelaksana juga mengakui bahwa biaya pekerjaan grounding sebenarnya cuma Rp78.657.256,00. Dari perbandingan ini diketahui jauh lebih tinggi dibandingkan biaya pemasangan grounding pada e-budgetting sebesar Rp 222.078.946,- (Rp 232.072.366,91- Rp 9.993.420).

Kejanggalan lain juga terungkap pada harga satuan pekerjaan Wiremesh ukuran 8 mm sebesar Rp 269.775.000,00. Pemahalan harga (mark up) terungkap setelah pihak kontraktor pelaksana pada tanggal 15 Desember 2016 ternyata pekerjaan Wiremesh 8 mm tidak menggunakan concrete mixer sesuai isi kontrak.

Setelah dihitung terdapat pemahalan harga satuan pekerjaan Wiremesh 8 mm sebesar Rp 125 ribu perkilogram. Total pekerjaan Wiremesh 8 mm pada kontrak sebanyak 1.962 kg. Dari jumlah ini terdapat kelebihan pembayaran pekerjaan sebesar Rp 269.775.000,- yaitu kemahalan harga Rp 245.250.00 (Rp. 125.000 x 1.962 kg) serta kelebihan overhead dan profit sebesar Rp 24.525.000,- (Rp.125 ribu x 1.962 kg x 10 persen). Pada proyek ini juga terjadi pengurangan volume pekerjaan pada beberapa item pekerjaan dengan nilai Rp 43.113.203,63.

Sementara pada pekerjaan pengembangan sarana dan prasarana Dermaga T Muara Angke dengan anggaran Rp 1.984.460.000,00 yang dilakasanakan oleh PT TMU dengan kontrak Nomor : 3919/-076.3 tanggal 9 Mei 2016 juga terjadi penyimpangan. Hasil realisasi pekerjaan malah disebutkan nilainya Rp 965.699.085,44. Jumlah ini tidak sesuai spesifikasi teknis dalam kontrak serta adanya kelebihan pembayaran kepada PT TMU sebesar Rp 102.279.510,08.

Proyek ini dinyatakan selesai 100 persen sesuai berita acara bobot pekerjaan Nomor 011/TMU/BABKP/VIII/2016 tanggal 5 Agustus 2016. Hanya selang 4 bulan pekerjaan yang dinyatakan selesai 100 persen menurut sumber Pro Legal beberapa item pekerjaan dalam kondisi rusak dan sebagian diantaranya tidak berfungsi.

Salah satunya item pekerjaan pemasangan Lampu Solar Cell 60 W tidak sesuai spesifikasi teknis dan dilaksanakan oleh pemasok/supplier yang berbeda dengan yang tercantum pada dokumen penawaran. Kondisi ini bisa terjadi diduga adanya permainan kotor antara pihak kontraktor dengan oknum pengambil keputusan.

Terkait kasus ini Redaksi Pro Legal telah berupaya keras melakukan konfirmasi dengan mengirim surat resmi kepada Kepala Dinas Kelautan Pertanian dan Ketahanan Pangan DKI Jakarta, Darjamuni tertanggal 10 Januari 2016 untuk konfirmasi. Begitu juga konfirmasi yang dikirimkan melalui WahtsApp melalui hand phone seluler Darjamuni tidak diberi tanggapan.

Namun melalui jawaban tertulis dengan no surat 108/-1823.63 yang dikirimkan oleh Kabid Perikanan, Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan dan Pertanian, DKI Jakarta, Liliek Litasari selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) menjelaskan bahwa proses lelang umum yang dilakukan oleh Pokja BK-H Badan Pengadaan Barang dan Jasa (BPJB) Provinsi DKI telah sesuai dengan ketentuan dan pihak dinas semata-mata hanya pemakai.

Sementara terkait keterlambatan pihak PPK berdalih jika mereka telah beberapa kali mengirimkan surat teguran atas keterlambatan pekerjaan kepada pihak pelaksana. Dan PPk juga menjelaskan jika mereka telah mengembalikan kelebihan pembayaran dalam proyek instalasi air UPI. Sedangkan dalam proyek solar cell mereka mengkalim jika telah melakukan pergantian item terhadap pelaksanaan pekerjaan yang tidak sesuai spesifikasi teknis. Pihak dinas juga menjelaskan jika pekerjaan pengadaan Dermaga Rumah Apung telah sesuai dengan Pergub No 55 tahun 2013.

Anehnya, hingga saat ini pihak Dinas PKP tidak memberikan sanksi terhadap para pelaksana yang terbukti telah terindikasi merugikan keuangan negara. Tim

prolegalnews admin

Tinggalkan Balasan