Jakarta, Pro Legal – Aparat kepolisian berhasil mengungkap tindakan pengguguran janin yang dilakukan oleh tersangka di sebuah klinik aborsi ilegal di Kemayoran, Jakarta Pusat hanya membutuhkan waktu lima hingga sepuluh menit.
Menurut Kapolres Metro Jakarta Pusat Kombes Komarudin, dalam menjalankan aksinya para tersangka mempromosikan klinik tersebut lewat media sosial.
Di media sosial itu, salah satu nomor Whatsapp tersangka yakni NA juga turut disertakan. Nomor itulah yang kemudian dihubungi oleh mereka yang ingin menggugurkan kandungannya. “Setelah dikontak ke nomor tersebut maka akan berpindah ke Whatsapp jalur pribadi, nanti pasien akan menunggu di satu titik, setelah ditunggu, ditentukan jamnya jam berapa, di mana maka dijemputlah oleh SA dan NA ini yang menjemput,” ujar Komarudin, Senin (3/7).
Berdasarkan pengakuan salah satu pasien, mereka bahkan tidak diperbolehkan memegang handphone setelah dijemput dan berada di mobil. Handphone itu baru akan dikembalikan setelah tindakan aborsi selesai dilakukan. “Pengakuan dari (tersangka) SM untuk mengerjakan satu pasien cukup membutuhkan waktu lima hingga sepuluh menit. Kemudian diistirahatkan, dibuatkan teh manis, minum teh manis, tidur-tidur sebentar,” ujar Komarudin.
“Bahkan di ruang sebelah itu mohon maaf seperti tempat sunatan masal, jadi satu kasur digunakan tiga pasien yang masih pendarahan. Kemudian diberi teh manis, udah agak seger maka dibawa pergi. Waktunya singkat sekali ya, pak RT juga melihat seperti tamu biasa,” sambung dia.
Dalam kasus ini, polisi telah menetapkan sembilan orang sebagai tersangka. Beberapa di antaranya yakni SN selaku eksekutor, NA selaku asisten selaku ‘otak’ dari klinik aborsi ilegal, SW selaku pembantu rumah tangga, serta SA selaku sopir.
Kemudian, JW, IR, IF, dan AW selaku pasien di klinik tersebut. Lalu, MK selaku kekasih dari AW juga turut ditetapkan sebagai tersangka karena menyuruh pacarnya untuk aborsi.
Dari sembilan tersangka itu, dua di antaranya yakni SN dan NA merupakan seorang residivis di kasus serupa. NA baru keluar dari penjara pada Juni 2022, sedangkan SN bebas pada Mei 2022.
Komarudin menyebut keduanya ini terjerat kasus aborsi ilegal pada tahun 2020. Kemudian, saat keluar dari penjara, keduanya memiliki ide untuk mendirikan klinik aborsi ilegal. “Hal ini terbukti dari latar belakang kedua orang ini tidak memiliki latar belakang medis. Dia hanya belajar pengalaman dari di klinik aborsi sebelumnya. Keduanya di Jaktim, NA juga termasuk jaringan Cikini,” ujarnya.
Dalam kasus ini, sembilan tersangka dijerat Pasal 76 C Juncto Pasal 80 UU Perlindungan Anak. Khusus untuk dua tersangka residivis, bakal dikenakan pasal pemberatan karena kembali mengulangi perbuatannya. “Ancaman hukumannya 15 tahun penjara dan denda Rp3 miliar,” tegas Komarudin.(Tim)