Jakarta, Pro Legal-Kasus ganti rugi lahan pemakaman yang dibeli Pemprov DKI dari warga Kapuk, Penjaringan, Jakarta Utara pada tahun 1977 lalu hingga saat ini belum tuntas. Dari 59 bidang lahan yang dibebaskan terbukti jika dua bidang tanah atas nama Kani Binti Sapeng dan Mena Bin Lamat hingga saat ini belum dibayar. Sehingga menimbulkan kesan jika Pemprov DKI Jakarta memang tidak peduli dengan nasib para pencari keadilan.
Ahli waris Kani Binti Sapeng yang bernama H Dani Sa’adih telah berjuang tanpa mengenal lelah mulai dari tahun 1977 hingga saat ini, namun tidak ada itikad dari Pemprov DKI untuk segera membayarnya. Hal itu bermula sejak era Gubernur Sutiyoso yang pernah merekomendasikan ke Biro Hukum Pemprov DKI Jakarta untuk segera menyelesaikan ganti rugi tersebut. Atas rekomendasi itulah dibentuk Tim Investigasi yang diketuai oleh Aleston Tambunan SH.
Berdasarkan temuan dari tim investigasi inilah pernah dibuat nota dinas oleh Biro Hukum yang isinya memerintahkan Pemprov DKI Jakarta untuk segera memberi ganti rugi kepada ahli waris. Meski terdapat temuan jika dua bidang itu pernah dibebaskan menggunakan blanko kosong dengan nama-nama fiktif, atas nama Salamah Binti Wedana dan Suparti Binti Waluyo. Kepastian jika nama-nama itu fiktif berdasarkan keterangan mantan lurah Kapuk bernama H Mardja yang merupakan anggota tim pembebasan (tim Sembilan).
Selain nota dinas dari Biro Hukum DKI Jakarta, warga juga mengadu ke DPRD DKI Jakarta. Atas aduan itulah pada tahun 2006 lalu DPRD membuat Panja di Komisi yang menghasilkan rekomendasi ke Gubernur untuk membayar ganti rugi. Surat rekomendasi itu ditindaklanjuti dengan surat Ketua DPRD kala itu Ade Supriatna dengan perihal yang sama. Bahkan persoalan itu juga dibawa dalam forum sidang paripurna dalam tahun yang sama dengan resume Pemprov DKI Jakarta untuk segera memberikan ganti rugi.
Selain proses politik itu warga juga menggugat Pemprov DKI Jakarta secara perdata, tragisnya setelah mendapat serangkaian bukti yang otentik yang terungkap selama proses persidangan, menjelang putusan H Dani mengaku dihubungi oleh orang yang mengaku-aku panitera dan mengatakan bahwa putusan itu akan dimenangkan oleh pihaknya dengan syarat memberikan uang sebesar Rp 1 M. Tetapi karena tidak bisa memberikan uang seperti yang diminta oleh oknum itu, putusan pengadilanpun berkata lain dengan amar putusan yang menyatakan gugatan warga ditolak.
Warga pun terus melakukan upaya hukum, hingga proses Peninjauan Kembali (PK) di MA. Lagi-lagi warga merasakan ada putusan hukum yang terkesan manipulatif. Dalam amar putusan itu majelis hakim PK menyatakan jika permohonan ditolak dengan dalih 7 novum yang diberikan oleh pemohon tidak disertai Berita Sidang Penyumpahan. Dalam kondisi terjepit itu, lagi-lagi ada oknum yang menghubungi ahli waris yang menyatakan bisa merubah putusan itu melalui hakim pengawas dengan syarat ada kompensasi tertentu. Permintaan itu otomatis ditolak sehingga kasus mengalami kebuntuan.
Namun ahli waris tidak juga berhenti untuk berjuang, mereka mengadukan persoalan tersebut ke Komisi Yudisial (KY) yang isinya menyatakan telah terjadi pelanggaran kode etik oleh majelis hakim PK. Namun rekomendasi itu tidak ada tindaklanjutnya hingga saat ini.
Selain itu warga juga melaporkan persoalan tersebut ke Mabes Polri. Dalam laporan Nomor TBL/351/V/2016/Bareskrim itu warga menuduh para majelis hakim itu telah melakukan tindak pidana pemalsuan surat (akta autentik) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 264 KUHP, karena mereka membuat amar putusan tidak sesuai fakta ada Berita Acara Sidang Penyumpahan tetapi disebutkan tidak ada.
Menanggapi berlarut larutnya kasus itu warga Kapuk, Direktur Kajian Poleksosbudkum, Cakra Emas Syndicate, Gugus Elmo Rais menyatakan,” Saya kira ini murni persoalan moral obligation, pihak Pemprov DKI Jakarta mau menyelesaikan atau tidak. Bila mereka beragumentasi jika itu produk politik, saya tanya balik, bukankah hukum di Indonesia itu adalah produk politik melalui fungsi legislasi baik di DPR maupun DPRD. Bukankah semua gubernur harus tunduk dan menjalankan Perda-Perda yang notabene produk politik di DPRD, jadi jangan dibalik-balik,” ujar Gugus.
Sementara kuasa ahli waris H Dani masih meyakini jika PJ Gubernur DKI Jakarta adalah sosok yang baik dan apsiratif, ” Dalam usia saya yang sudah tua ini saya kusnudhon terhadap Pak Heru yang mau menyelesaikan persoalan tersebut. Karena saya yakin P Heru adalah petugas rakyat dan bukan petugas partai,” ujarnya.(Tim)