Mega skandal, E-KTP diduga kuat melibatkan orang nomor satu di Senayan, Setyo Novanto. Banyak nama ditengarai ikut kecipratan uang haram itu.
Tertangkapnya mantan Bendahara Partai Demokrat, M Nazarudddin dalam kasus wisma atlit laksana membuka kotak pandora. Satu persatu kasus korupsi yang masuk kategori mega skandal mulai terungkap. Kasus korupsi terkini yang terungkap berkat ‘nyanyian’ Nazaruddin adalah kasus korupsi pengadaan chip KTP sebanyak 150 juta piece senilai Rp 5,9 triliun yang terindikasi merugikan keuangan negara hingga Rp 2,3 triliun. Uang hasil mark up proyek itu ditengarai mengalir kemana-mana.
Nyanyian Nazaruddin itu terdengar nyaring dalam sidang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada tanggal (3/4/2015) lalu. Saat itu narapidana kasus korupsi yang berhasil dicokok KPK di Cartagena itu mengakui, jika dia bersama mantan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum serta seorang pengusaha bernama Andi Agustinus alias Andi Narogong bersama mantan Ketua Fraksi Golkar, Setyo Novanto memiliki peran yang sentral dalam memuluskan proyek E-KTP. Walaupun Nazaruddin juga mengakui jika dirinya tidak ketemu langsung dengan mantan Ketua Fraksi Golkar yang saat ini menjadi Ketua DPR RI itu. Tetapi dalam keterangan berikutnya, Nazaruddin sempat menuturkan jika keempat orang itu sempat bertemu di Pacific Place di bilangan SCBD.
Bahkan penghuni LP Sukamiskin, Bandung itu juga mengakui jika dirinya bersama dengan mantan sekondannya di Senayan, Anas Urbaningrum mendapat jatah 11 % dari proyek itu atau senilai Rp 574,2 M. Nazaruddin juga menuturkan jika 49% dari anggaran itu atau sekitar Rp 2,558 T dicak secara beramai-ramai. Terutama oleh para anggota dewan yang berada di Komisi II. Bahkan saat itu Nazaruddin juga menuturkan jika sejumlah pihak terutama para petinggi partai mendapat jatah secara variatif, namun berkisar sekitar 1 juta dolar. Keterangan Nazaruddin itu sempat dibantah secara beramai-ramai.
Jejak dugaan keterlibatan Setyo Novanto itu kembali mengapung setelah keluar keterangan dari Direktur Utama PT Sandipala Arthapura, (PT SA) Paulus Tannos, dalam sidang kasus EKTP, Kamis (15/5/2017). Seperti diketahui bahwa PT Sandapala Arthapura adalah salah satu anggota konsorsium Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI) yang memenangkan tender untuk proyek pengadaan chip E KTP itu. Menurut keterangan Paulus Tannos, semenjak kontrak proyek itu ditanda tangani pada bulan Juli 2011 lalu, dia mengaku telah bertemu dengan Setnov setidaknya dua kali. Berdasarkan keterangan pengusaha yang saat ini bermukim di Singapura itu, dia menemui Setnov bersama dengan Andi Narogong di bilangan SCBD tepatnya di Gedung Equity
Dugaan itu semakin menguat setelah keluar keterangan dari pengacara Paulus Tannos, Hotma Sitompul yang mangaku jika dirinya bersama dengan rekannya yang bernama Mario Cornelis Bernando pernah menemui Setnov di Grand Hyatt untuk mempertanyakan kasus E-KTP. Sehingga berdasarkan keterangan dua orang itu Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Irene Putri menyimpulkan dugaan keterlibatan Setnov itu semakin kuat.”Proyek ini adalah milik Setyo Novanto, menurut Paulus Tannos ke Hotma Sitompul itu tadi poinnya, di situ saya kira,” ujar Irine Putri di Pengadilan Tipikor, Senin, (8/5/2017).
Konstruksi persoalan itu semakin kelihatan bentuknya setelah keluar keterangan dari dua terdakwa kasus E KTP, mantan Dirjen Disdukcapil Kemendagri yang mengaku mendapat pesanan dari Setnov melalui Sekjen Kemendagri agar tidak mengakui kenal dengan Setnov saat ditanya oleh Jaksa di pengadilan. Namun keterangan itu hingga saat ini belum bisa diverifikasi.
Ironisnya, perjalanan kasus ini menjadi semakin misterius, setelah muncul pengakuan dari Andi Narogong dalam persidangan di Pengadilan Tipikor yang menyatakan jika dia hanya dua kali bertemu dengan Setnov. And Narogong menuturkan jika hubungannya dengan Setnov semata-mata untuk membahas proyek pembuatan atribut kampanye berupa kaos. Uniknya, saat itu Andi Narogong sempat mengakui jika dirinya telah habis biaya sekitar 1 juta dolar untuk biaya ‘entertainment’ dalam proyek E KTP itu. Konon uang itu digunakan sebagai uang servis ke sejumlah pihak.
Sayang hingga berita ini ditulis, konfirmasi tertulis Pro LEGAL yang dikirimkan terhadap Ketua DPR RI, Setyo Novanto terkait fakta-fakta selama masa persidangan yang merupakan keterangan dari para saksi itu belum mendapat tanggapan dari pihak Setnov. Maka terungkapnya kasus korupsi E KTP itu secara tuntas sangat tergantung dari kemampuan pihak Jaksa Penuntut Umum dalam mengelaborasi temuan dan fakta-fakta tersebut. Bila Jaksa Penuntut Umum mampu mengkompilasi bukti-bukti yang berserakan itu, sekaligus membuktikan ocehan Nazaruddin itu, maka pintu bui jelas terbuka buat Setnov. aTIM