Jakarta, Pro Legal News – Upaya Pemprov DKI menyuntik hampir Rp 11 triliun untuk delapan BUMD dicurigai ada maksud terselubung di balik itu. Apalagi di balik upaya tersebut terdapat surat edaran Sekda DKI yang melarang alokasi anggaran untuk SKPD.
Hal itu dikatakan Ketua Fraksi PDIP DKI Gembong Warsono menyoal rencana menyuntik dana tersebut. “Kelihatannya ada maksud terselubung yang kita belum tahu secara pasti. Alokasi anggaran banyak, tetapi kok malah begini Seharusnya yang didorong program unggulan gubernur,” kata Gembong di Jakarta, Selasa (4/9).
Dalam Kebijakan Umum Perubahan Anggaran-Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (KUPA-PPAS) tahun 2018, terdapat 10 program yang dicoret. Selain itu adanya usulan penyertaan modal daerah (PMD) Rp 10,9 triliun untuk delapan BUMD dalam APBD Perubahan (APBDP) 2018.
Secara tegas Gembong menyatakan, fraksinya bakal menolak usulan itu kecuali terhadap BUMD penugasan seperti MRT dan Jakpro serta BUMD yang mengurusi ketahanan pangan seperti Dharma Jaya dan Food Station Tjipinang. “Ini sangat riskan menempatkan dana yang begitu besar,” tegasnya.
Menurut Gembong, kajian yang tidak matang terlihat dari penolakan pemberian PMD dalam APBD 2018. Kini malah memasukkan kembali dalam APBDP 2018 dengan anggaran yang sama persis.
Dikatakan Gembong, fraksinya malah mendorong agar pemanfaatan sisa lebih pembiayaan anggaran (Silpa) APBD 2017 Rp 13,1 triliun untuk diserap SKPD. Tujuannya supays program pembangunan gubernur terealisasi.
Gembong mengaku yakin masalah ini semua fraksi pasti memiliki sikap yang sama. “Ada kecurigaan terhadap usulan-usulan itu,” tuturnya.
Sementara itu Ketua Fraksi Nasdem Bestari Barus menyatakan, pada rapat di Komisi D seluruh anggota menolak dikorbankannya anggaran tambahan SKPD teknis demi mengakomodasi suntikan modal BUMD. Pasalnya penambahan pagu anggaran SKPD penting untuk pelayanan publik.
Dalam surat Sekda yang dibacakan di Komisi D disebutkan SKPD harus menurunkan pagu murni agar suntikan dana PMD berjalan mulus. “Jadi PMD lebih dari Rp 10 triliun tidak diikuti semangat dari SKPD untuk menambah pelayanan masyarakat,” kata Bestari.
Dia meyakini seluruh fraksi di DPRD DKI kecewa dengan langkah Gubernur Anies Baswedan yang tidak konsisten. November 2017 menyatakan tidak mau memberi PMD dari APBD kepada BUMD dengan dalih mendorong kemandirian. Kenyataannya sekarang malah sebaliknya mengorbankan SKPD untuk BUMD.
Anggota Komisi B dari Fraksi Demokrat Ferrial Sofyan malah meminta Gubernur Anies untuk merevisi APBDP DKI tahun 2018. Alasannya hingga kini belum ada urgensi BUMD mendapatkan suntikan dana.
Menurut Ferrial, masih banyak yang bisa diprioritaskan Pemprov DKI dari pada memberikan alokasi dana taktis kepada BUMD. Dia mendorong agar DKI mengalokasikan dana besar untuk pos kesehatan yabg sekarang sangat dibutuhkan masyarakat.
“Kalau dilihat dari pengajuan program untuk menambah anggaran masih sama peruntukkannya ketika BUMD tersebut mengajukan anggaran di APBD 2018,” ujar Ferrial.
Hal senada juga dikatakan Ketua Komisi C DPRD DKI Santoso bahwa dana Rp 11 triliun untuk PMD 8 BUMD mencerminkan tidak jelasnya prioritas program Gubernur Anies. Seharusnya pemanfaatan dana DKI yang sekarang naik dari Rp 77 triliun menjadi Rp 83 triliun dimanfaatkan untuk masyarakat DKI.
Dia mempertanyakan kenapa beberapa program Pemprov DKI yang memiliki dampak langsung terhadap masyarakat kini malah dihilangkan dan dikurangi anggarannya.
Dalam Kebijakan Umum Pertanyakan Perubahan Anggaran-Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (KUPA-PPAS) tahun 2018. Di sana sedikitnya ada 10 anggaran program dicoret oleh Pemprov DKI untuk mendukung PMD.
Program-program itu seperti pembangunan rusun, peningkatan layanan umum pada 16 BLUD, pembangunan prasarana kali atau sungai, pembangunan saluran-saluran penghubung, pemeliharaan saluran tepi jalan dan pengadaan peralatan kesehatan. tim