- Advertisement -
Pro Legal News ID
Opini

Otokrasi Birokrasi Politik Dinasti

Ilustrasi (rep)

Oleh : Kurnia Zakaria

 Steven Levitsky dan Daniel Ziblat dalam bukunya How Democracies Die (2017) bahwa pemimpin yang dipilih melalui proses demokrasi bersalin rupa menjadi pembunuh demokrasi dengan melihat arah otokrasi sebagai pondasi politik dinasti. Otokrasi diterjemahkan sebagai pemerintahan yang ia pegang sendiri sehingga meniadakan konstitusi dan hukum yang membatasi dan memandu kuasanya. Hukum dan konstitusi yang menjadi limitasi hanya akan dipandang jika perlu ada dan sesuai dengan keinginannya. Ketika otokrasi memilih jalannya sendiri, hukum dan konstitusi diabaikan. Termasuk lembaga independen dibubarkan atau dilemahkan. Lembaga institusi hukum dan konstitusi “diatur dan diiming-iming” agar patuh pada keinginan penguasa. Menurut saya Otokrasi birokrasi yang dilakukan rezim pemerintah seperti :

  1. Penegakan hukum tunduk pada kuasa politik Presiden dengan cara memakai “kuda tunggangan aparat hukum” juga merusak aturan dan melemahkan dengan revisi UU  KPK dengan merubah pegawai KPK yang independen menjadi ASN dan UU MK dengan memperpanjang usia pensiun Hakim MK  sehingga menciptakan autocratic legalism dalam putusan MK No.90 bulan Oktober 2023 melegalkan Calon Wakil Presiden yang belum cukup memenuhi syarat pendaftaran dengan putusan MK dibatalkan syarat Calon Wakil Presiden dalam UU Pemilu tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden.
  2. Menundukkan kekuatan kelembagaan politik dan membuat koalisi besar semua partai politik Parlemen menjadi Koalisi Partai Politik Pendukung Pemerintah dan mengabdi pada keinginan sang Otokrat Kepala Negara, mengembalikan ke sistem Orde Lama maupun Orde Baru hanya berbeda Partai Politik tidak digabung lagi berdasarkan ideologi tapi menjadi Partai pendukung Presiden dengan membagi-bagi jatah “menteri Kabinet” dan kekuatan pendukung di luar partai politik dengan membagi-bagi jatah “dewan komisaris dan dewan direksi BUMN” sebagai kekuatan logistik finansial. Termasuk membagi kekuasaan eksekutif yang berkaitan darah dan kekuasaan yudikatif dengan cara “perkawinan” seperti sistem mempertahankan kekuasaaan kerajaan.
  3. Para kader partai politik maupun orang vokal yang berani melawan dan berbeda pandangan dengan sang Otokrat akan “disingkirkan’ dan diancam “dikriminalisasikan”.
  4. Otoritas kekuasaan dapat lahir secara legal rasional seperti pengesahan oleh aturan hukum dan tradisional seperti legitimasi oleh tradisi dan tidak dapat ditolak, maupun otoritas dari karisma dimana pengaruh keluarga besar dan nama besar otokrat sangat disegani sekaligus juga ditakuti. Sehingga untuk menciptakan poltik dinasti “Raja Jawa” ketiga otoritas kekuasaan dicampur dan dikombinasikan.
  5. Authoritarian Personality (kepribadian otoritarian) memasukkan otoritas ke semua wilayah sosial dimana mengubah pola perilaku kerjasama serta saling kontrol menjadi perintah dan kepatuhan dengan ancaman sanksi hukum dan upaya kriminalisasi atau upaya memberi jatah kekuasaan baik di kementerian maupun kelembagaan ataupun korporasi BUMN/BUMD. Parlemen menjadi stempel keinginan Otokrat yang terakhir saat DPR berupaya menganulir Putusan MK No.60/PUU-XXII/2024 dan Putusan MK No.70/PUU-XXII/2024 tertanggal 20 Agustus 2024 dengan Revisi UU Pilkada dalam waktu 2×24 jam dimana Badan Legislatif DPR RI mensahkan RUU Perubahan UU Pilkada No. 6 Tahun 2020 tentang Perubahan ketiga atas UU No.1 tahun 2015 tentang Penetapan Perpu No.1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi UU dalam waktu 7 jam setelah Putusan MK RI.

22 Juli 2014 Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan pasangan calon Presiden Joko Widodo alias Mulyono alias Jokowi kelahiran 21 Juni 1961 anggota Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan/PDIP mantan Walikota Solo (Kota Surakarta) sejak tahun 2005 sampai tahun 2010  (Gubernur DKI Jakarta ke-14 Periode 16/09/2012 sampai 19/11/2014 ) dan Jusuf Kalla kelahiran 15 Mei 1942 anggota Partai Golkar (Wakil Presiden ke-10 Periode 19/12/2004 sampai 8/10/2009) dinyatakan menang dalam Pemilu Presiden (Pilpres) Tahun 2004 sebesar 53.15% atas pasangan calon Pasangan Presiden Prabowo Subianto kelahiran 17 Oktober 1951 Ketua Umum DPP Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) sejak pertama kali berdiri tahun 2008 dan Hatta Rajasa kelahiran 18 Desember 1953 Ketua Umum DPP Partai Amanat Nasional (PAN yang berdiri sejak 28/8/1998) periode 9/1/2005 sampai 1/3/2010 (Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Indonesia periode 22/10/2009-13/05/2014, Menteri Sekretaris Negara (2007-2009), Menteri Perhubungan (2004-2007), dan Menteri Negara Riset dan Teknologi (2001-2004).

Gaya kepemimpinan Jokowi mencerminkan “kerakyatan” dan kader partai Banteng “wong Tjilik”, gaya memindahkan pedagang kaki lima ke pasar dengan “pendekatan humanis”. Blusukan, dengan slogan “kerja..kerja…kerja” dan “orang baik memilih orang baik” dan berasal dari tukang meubel hingga jadi pengusaha kayu furniture di Aceh dan Solo.  Jokowi berusaha menjadi Presiden RI dengan menjadi kader simpatisan PDIP mendekati tokoh Partai Golkar Yusuf Kalla dan mendekati Surya Paloh sebagai kader Golkar dan Ketua Umum Partai Nasional Demokrat (Nasdem) dan mendekati partai-partai non parlemen berbasis religi seperti Partai Bulan Bintang, Partai Bintang Reformasi, Partai Demokrasi Kasih Bangsa.

Pada Pemilu Pilpres Tahun 2019 Jokowi berpasangan dengan KH. Ma’ruf Amin Ketua Umum  Majelis Ulama Indonesia  mantan Ketua PB Nahdlatul Ulama  sebagai tokoh sentral Gerakan Bela Islam 212 di Monas  tanggal 2 Desember 2016 menentang kasus Penistaan Agama  tentang Tafsiran Al Quran Surat Al Maidah ayat 51 di acara formal Pemprov DKI Jakarta di Pulau Pramuka Kabupaten Administratif  Kepulauan Seribu DKI Jakarta tanggal  27/09/2016 Basuki Tjahaya  Purnama (Ahok) Gubernur DKI Jakarta ke 15 Periode 2014-2017 yang sebelumnya menjadi Wakil Gubernur DKI Jakarta 2012-2017. Yang akhirnya divonis Ketua Majelis Hakim PN Jakarta Utara Dwiarso Budi Santiarto selama 2 tahun penjara yang dijalani Ahok selam 1 tahun 8 bulan sejak 9 Mei 2017 hingga 24 Januari 2019 ditahan di Lapas  Mako Brimob Kelapa Dua Depok.  Sejak 22 November 2019 hingga 2 Februari 2024 menjadi Komisaris PT Pertamina  (Persero) Tbk.

Jokowi pada saat menang Pilpres periode ke dua 2019-2024 kembali mengalahkan paslon Pilpres Prabowo Subianto- Sandiaga Uno meraih kemenangan 55,5% suara. Program kerjanya mempercepat pembangunan infrastruktur (Proyek Strategis Nasional/PSN) dan menaikkan investasi luar negeri.  Tak lagi memprioritaskan lagi pemberantasan korupsi, penegakan hukum, hak asasi manusia dan perlindungan lingkungan hidup lagi. Langkah pertama tahun 2019 melakukan perubahan UU KPK “melumpuhkan” KPK dengan UU No. 19 Tahun 2019 merubah UU No.30 Tahun 2002 sebagai lembaga independen dengan merubah pegawai KPK sebagai Aparatur Sipil Negara (PNS/ASN) dengan keharusan lulus Tes Kebangsaan. Tahun 2020 mengubah 75 UU menjadi UU Omnibus Law sebagai UU No.11 Tahun 2020 sebagaimana telah diubah UU No. 6 Tahun 2023  tentang Cipta Kerja diimana dalam sistem hukum Civil Law dengan alasan mempermudah/memangkas  perijinan investasi antar Kementerian dan merubah Kumpulan Peraturan Perundang-undangan Perburuhan, Agraria dan Penanaman Modal Asing.   Tahun 2021 memangkas rumitnya Perpajakan dengan  munculnya UU No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.

Tahun 2022 muncul  UU No.1 tahun 2022 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah mencabut UU No.33 tahun 2004 dan sebagian pasal dalam UU No.11 Tahun 2020. UU Omnibus Law atau UU Cipta Kerja sangat memanjakan para investor dimana dapat memiliki Hak Pakai Lahan selama 190 tahun dan bebas Pajak asal ada Jaminan Investor diatas 600 miliar rupiah, tapi mengabaikan hak tenaga kerja dimana tidak lagi ada sistem tenaga kerja tetap dan/atau tenaga kerja kontrak kerja tertentu. Juga menyebabkan kerusakan lingkungan hidup dan mengambil alih tanah hak ulayat masyarakat adat demi Proyek Strategis Nasional, menyebabkan kenaikan produksi gas rumah kaca (kenaikan carbon/timbulnya kenaikan pencemaran udara hingga krisis oksigen sehingga udara tercemar berbahaya bagi kesehatan). Justru bila masyarakat yang berdampak PSN  protes dan menolak terancam pidana sesuai UU Cipta Kerja dan UU No.1 Tahun 2023 tentang KUHP.  Tetapi niat meningkatkan pertumbuhan ekonomi diatas 10% malah hanya mencapai 4,73% lebih rendah dicapai era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mencapai 6,22%.

Utang pemerintah era Jokowi mencapai 5.745 triliun rupiah.  Kejaksaan, KPK dan Kepolisian sebagai “daya pemukul” bagi yang lawan politik dan masyarakat yang mengalami kerugian protes dan menolak.  Lembaga Dewan Perwakilan Rakyat dijadikan lembaga “stempel” pemerintah. Lembaga Mahkamah Konstitusi  dan Mahkamah Agung  menjadi “tameng pembenaran hukum”.

Saya berpendapat Indonesia dianggap anomali negara demokrasi karena (1). Sistem hukum yang tak imparsial, (2). Birokrasi yang tak netral, (3). Kekuasaan eksekutif yang menyalahgunakan kekuasaan dan penyelewengan wewenang, (4). Media yang tak bebas dan tidak independen. Jokowi “cawe-cawe” terhadap usulan Prabowo Subianto (Ketum/Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra) sendiri saat Halal Bihalal April 2023  yang meminta  Anaknya Gibran Rakabuming Raka  menjadi Calon Wakil Presiden dari Partai Golkar  Terpilih didukung Partai Gerindra dan Menang Pemilihan  Kepala Daerah Walikota Solo (PDIP) Terpilih dalam Pilkada Serentak tahun 2020 walaupun skenario awal akan disetting menjadi Calon Gubernur Jawa Tengah pada Pilkada Serentak Tahun 2024 dan Mantunya Bobby Nasution (PDIP) menjadi Calon Gubernur Sumatera Utara (Koalisi Indonesia Maju Plus) dan menang Pemilihan Kepala Daerah dari PDIP untuk  Walikota Medan Terpilih saat pilkada Serentak Tahun 2020 dan  iparnya Wahyu Purwanto (Nasdem) sebagai Bupati Gunungkidul Provinsi DI Yogyakarta pada Pilkada Serentak Tahun 2020.  Serta Anak bungsunya Kaesang Pangarep menjadi Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia walaupun baru menjadi anggota PSI selama 2 hari dan target sasaramnya  menjadi calon jadi Wakil Gubernur Jawa Tengah berpasangan dengan Komjen  (Pol) Ahmad Luthfi (mantan Kapolda Jawa Tengah)  pada Pilkada Serentak November Tahun 2024.

Jokowi belajar atas kegagalan Presiden ke-2 Soeharto periode 1966 hingga 21 Mei 1998 dimana selain membungkam kebebasan pers melanggar UU NO.40 Tahun 1999 tentang Pers  dan kebebasan  berpendapat sesuai Pasal 28 UUD NRI Tahun 1945, UU NO.39 Tahun 1999 tenang Kebebasan Berpendapat dan Berserikat,  UU No.12 Tahun 2015 tetapi ada ancaman pidana sesuai  UU No. 19 Tahun 2016 tentang ITE dan UU No.1 Tahun 2023 tentang KUHP . Kemenangan keluarga Dinasti Jokowi tentu saja menggunakan aparat Birokrasi dari tingkat Kepala Desa dengan menambah usia masa periode Kepala Desa dan bantuan dana  Pembangunan Desa dan uang politik 50 ribu rupiah per warga desanya.

Hasil Indeks  Economist di Indonesia Indeks demokrasi tahun 2014 mencapai  peringkat  49 dengan nilai 6,95 dan indeks Kebebasan Sipil mencapai 7,35.  Sedangkan indeks demokrasi tahun 2023 melorot ke peringkat 56 dengan skor 6,53, sedangkan Indeks Kebebasan Sipil turun hingga hanya bernilai 5,29.

Masa Jabatan Presiden 3 Periode (15 Tahun) walaupun dibantah keinginan Presiden Jokowi (saat wawancara Maret 2021 dan September 2022)  yang dimunculkan oleh wacana dari para tokok Nasional Muhaimin Iskandar Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB),  Airlangga Hartanto Ketua Umum Partai Golkar (PG), Zulkifli Hasan Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN). Lalu saat Maret 2022 Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Pandjaitan (PG) dan Menteri Investasi Bahlil Lahadalia (PG) mengusulkan Penundaan Pemilu Pilpres Tahun 2024.

Tetapi ada pengakuan melalui wawancara Tempo 17/7/2024 Andi Widjajanto  (mantan Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional) owner Laboratorium Indonesia 2045 sekitar bulan Juli  2021 dipanggil Jokowi ke Istana untuk membuat kajian tentang perpanjangan masa Presiden karena Jokowi kuatir PSN terutama pembangunan Ibukota negara Nusantara (IKN) akan mangkrak karena tahun 2020 terjadi Pandemi Covid-19 dan disusul  perang Rusia vs Ukraina dengan waktu kajian maksimal 3 bulan.  Kajian hasil Lab’45 bulan Oktober 2021 memunculkan tiga opsi perpanjangan masa jabatan Presiden yaitu (1). Menggunakan alasan kedaruratan  pandemi Covid-19 melakukan amandemen UUD Negara RI Tahun 1945 ke-5 bersama-sama DPR-DPD dan MPR (2). Melalui Rencana pembangunan Jangka Panjang Indonesia Emas Tahun 2045 dengan merubah Amademen Konstitusi Terbatas seperti melalui Putusan Mahkamah Konstitusi dan putusan Mahkamah Agung, serta Perubahan Undang-undang dan membuat menetapkan pokok-pokok Haluan Negara (neo-GBHN) dengan dukungan partai Pendukung Presiden PDIP dan Koalisi partai pendukung Jokowi-Ma’ruf Amin dengan memperpanjang masa jabatan hingga tahun 2026.  (3) dengan Dekrit Presiden atau mencalonkan Jokowi sebagai Calon Wakil Presiden pada Pilpres Tahun 2024, dengan menyiapkan tujuh cara skenario variasi multitafsir perpanjangan dinasti politik keluarga Jokowi dan kroni-kroninya yang kita kenal nepotisme dan kolusi dengan  bekerjasama dengan kekuatan kapital ekonomi negara dan investor luar negeri yang masyarakat kenal sebagai kekuatan oligarki kekuasaan politik.

Juga wacana memperpanjang masa jabatan anggota dewan legislatif, memperpanjang masa jabatan eksekutif dan memperpanjang masa jabatan yudikatif dan aparat penegak hukum dan menambah usia pensiun Polri/TNI, dan menghidupkan kembali Dewan Pertimbangan Agung sebagai pengganti Dewan Pertimbangan Presiden melalui Perubahan Undang-undang hingga Sah secara hukum (legalitas).

Dalam laporan kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok fiskal tahun 2025 Kementerian Keuangan halaman 25 rasio utang terhadap PDB mengalami kenaikan signifikan. Pada tahun 2020 saja rasio utang  terhadap produk domestik bruto  9.14% akibat pandemi Covid-19. Rasio pajak tahun 2014-2020 menurun dari 10,85% ke 8,32%. Menteri Keuangan RI Sri Mulyani  dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi XI DPR tanggal 6 Juni 2024 lalu menyatakan utang jatuh tempo Pemerintahan RI tahun 2025 mencapai 800,33 triliun rupiah  dimana utang Surat Berharga Negara (SBN) sebesar 705,5 triliun rupiah dan pinjaman 94,83 triliun rupiah. Utang RI  tahun 2015-2019 nilai utang naik dari 3.113 triliun rupiah naik menjadi 4.800 triliun rupiah. Pada tahun 2020 naik  menjadi 6.102 triliun rupiah (+27,13%). Tahun 2022 menambah utang menjadi 7.822  triliun rupiah. Rasio utang negara terhadap PDB tahun 2014 hanya 27,42% naik Tahun 2019 menjadi 38,64%. Yang juga membebani APBN adalah bunga utang bertambah rata-rata tiap tahun 11,3% pada periode 2019-2023. Utang jatuh tempo tahun 2024 saja sebesar 497,3 triliun rupiah setara 14.9% pendapatan negara.

Penerimaan pajak diharapkan 2.309,9 triliun rupiah.Realisasi pertumbuhan ekonomi awal periode jabatan tahun 2014 mencapai angka 5,01% sedangkan akhir masa jabatan tahun 2024 hanya mencapai 5,11% saja. Kewajiban membayar utang negara dengan jaminan tidak ada utang baru yang jatuh tempo :

Tahun 2024 sebesar 372 triliun rupiah. Tahun 2025 sebesar 705,5 triliun rupiah. Tahun 2026 sebesar 703 triliun rupiah. Tahun 2027 sebesar 695 triliun rupiah. Tahun 2028 sebesar 615 triliun rupiah. Tahun 2029 sebesar 526 triliun rupiah. Pinjaman utang dalam bentuk kredit tahun 2024 sebesar 62 triliun rupiah, Tahun 2025 sebesar 94,83 triliun rupiah, Tahun 2026 sebesar 119 triliun rupiah, Tahun 2027 sebesar 107 triliun rupiah, Tahun 2028 sebesar 104 triliun rupiah, dan Tahun 2029 sebesar 96 triliun rupiah.

Utang   luar negeri pemerintah triwulan I tahun 2024 saja sudah dalam posisi US$ 192.2 miliar rupiah (setara 3.114 triliun rupiah) dimana rasio utang terhadap PDB sebesar 29,3%. Rasio utang luar negeri terhadap ekspor tahun 2015 dari angka 30,57% menurun tahun 2023 mencapai 17%. Yang kita talutkan adalah negara RI akan gagal bayar utang dan utang makin bertambah dibebani bunga tinggi.  Utang Negara RI pada awal periode Jokowi sudah mencapai 2.608 triliun rupiah tahun 2014.  Sedangkan akhir periode Jokowi tahun 2024 meningkat tajam hingga 8.353 triliun rupiah. Dari total utang tersebut ternyata Utang pemerintah di pasar keuangan sebesar 88% dalam bentuk Surat Obligasi Berbunga Tinggi sebesar 7.347 triliun rupiah.

Ciri utama Presiden Jokowi lebih dominasi kebijakan shortermism yaitu pendekatan kebijakan hasil jangka pendek dengan mengabaikan akibat yang merusak dan kerugian besar dalam jangka panjang, demi menaikkan popularitas mengakumulasi dukungan politik agar basisnya semakin luas serta mempertahankan kekuasaan selama mungkin. Dan ada ancaman kebijakan yang tak menghiraukan pertimbangan dan kelanjutan kesinambungan akan membuat sebuah proyek mangkrak kehabisan dana dan bersifat mercu suar belaka “tidak ada analisa dampak lingkungan dan efektivitas untuk jangka panjang”. Mengabaikan kesehatan keuangan finansial negara dan badan usaha milik negara. Belum lagi kerusakan lingkungan hidup dan mitigasi perubahan iklim. Teori ini dikemukakan oleh Daniel Kahneman (ahli perilaku ekonomi) dan Amos Tversky (ahli psikologi matematika) dalam Teori  Prospek dan analisis bias kognitif  bahwa kerja kolaboratif mereka membuktikan nahwa teori-teori ekonomi tradisiona yang mengansumsikan perilaku rasional sebagai dasar pembuatan keputusan keliru. Jargon “kerja..kerja..kerja”  menunjukkan keinginannya segera dilaksanakan terealisasi tanpa perhitungkan berapa ongkos dan kondisi keuangan serta apakah bisa menarik investor. Tidak perlu prosedur operasi-tata kelola yang benar dianggap sebagai penghambat dan tercermin dalam UU Cipta Kerja yang menyederhanakan 75 UU menjadi satu UU Omnibus Law UU No.11 tahun 2020  kemudian diubah menjadi UU No.6 Tahun 2023.

Padahal masalah utama adalah kelambanan pemerintahan atas prioritas harga pangan murah dan mudah didapat serta membuka banyak lapangan kerja dan peluang terbuka UMKM serta budaya rumitnya prosedur birokrasi, tapi dengan sistem online justru membuat masyarakat repot dalam membuat teknologi digital apalagi tiap urusan berbeda-beda aplikasi dan jika proses dipakai berulang kali rutin  per periode tertentu tidak otomatis harus diulang dari awal, juga aplikasi tidak bertanggung jawab atas perlindungan data pribadi karena banyaknya kasus website institusi pemerintantas maupun swasta dapat diretas. Justru masalah utama adalah kejujuran dan keikhlasan bekerja birokrasi sesuai gaji yang sudah diterima dan hidup sederhana. Pendidikan harus murah dan pelayanan kesehatan terjamin.  Sekolah Kedokteran mahal dan terbatas bagi orang mampu saja, untuk jadi Dokter spesialis malah menjadi korban perudungan senior/alumni PPDS (bullying fisik maupun nonfisik selama masa PPDS) hingga hampir kehabisan waktu batas studi dan kehilangan banyak dana keluar dan tenaga terkuras. Harus diubah sistem Pendidikan Sarjana-Magister/Spesialisasi-Doktoral Fakultas  Rumpun Ilmu Kesehatan (Fakultas Kedokteran, Fakultas Kedokteran Gigi, Fakultas Keperawatan, Akademi Kebidanan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Fakultas Farmasi).

Jumlah Proyek strategis Nasional ada 218 dalam Proyek Infrastruktur dan 15 Program PSN. Dengan Dana yang dibutuhkan estimasi sekitar 6.246,47 triliun rupiah. Dimana 28,6& ditanggung oleh APBN, APBD, dan BUMN/BUMD denga membutuhkan lahan baru 4,37 juta hektar, dimana 155 ribu hektar untuk pertambangan nikel dan keturunannya. Selama PSN dijalankan terjadi 111 kali konflik dengan masyarakat/pemilik lahan dan masyarakat adat terutama karena sengketa pertanahan/agraria seluas 499 ribu hektare terkena dampak bagi 82.533.000 keluarga selama 2020-2023. Dasar hukum PSN adalah UU No.2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum jo Peraturan Presiden No.3 Tahun 2016 jo Permenko Perekonomian No.6 Tahun 2024 sejak 2016 hingga 2024 sudah ada 201 proyek diselesaikan dimana ada output ekonomi mencapai 3.344 triliun rupiah dimana menyerap tenaga kerja 2,71 juta orang pekerja, 2.900 km jalan tol baru dibangun, 10 bandara/pelabuhan baru terbangun, 43 bendungan irigasi baru untuk mengairi 30 ribu hektare sawah dengan persediaan air baku 18 ribu liter perdetik, suplai air irigasi seluas 255.732 hektare. Ada penambahan daya pembangkit listrik baru dibangun sebesar 21,7 GW. Walaupun menghasilkan tenaga listrik  149 megawatt. Beroperasi menyambung 33 ribu km jaringann transmisi dan produksi 23,2 MTPA gas bumi baru.

Putusan Mahkamah Konstitusi  No.35/PUU-X/2012 menegaskan hutan adat bukan hutan negara sehingga harus dikembalikan kepada pemilik asalnya (masyarakat adat/suku adat). Tahun Maret 2024 Pemerintah baru mengakui tanah hutan adat seluas 244 ribu hektare dari 28,2 juta  hektare wilayah adat yang terdata pada Badan registrasi Wilayah Adat (BRWA). Konflik terakhir terjadi tanggal 22 Juli 2024 ketika lima orang masyarakat adat Sihaporas Kabupaten Simalungun Sumatera Utara diculik jam.03.00 wib pagi oleh Oknum keamanan PT Toba Pulp Lestari. Lalu terjadi di desa Pakel Kecamatan Licin Kabupaten Banyuwangi Jwa Timur seorang petani/pekebun Muhriyono (58 tahun)  berani mengambil senjata tajam yang dibawa  security PT. Perkebunan Bumi Sari Maju Sukses dengan dibuang dilempar jauh-jauh malah dikriminalisasi oleh Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Banyuwangi saat menghadapi demo petani dengan dakwaan Kesatu Primair Pasal 170 ayat (2) KUHP dan Dakwaan Kesatu Subsidair pasal 170 ayat (1) KUHP dan Dakwaan Kedua Pasal 351 ayat (1) KUHP.

Sedangkan pemerintah tahun 2024 mengeluarkan ijin HPL diatas lahan seluas 11,4 juta hektare  dimana diduga diatas hampir 6 juta hektare tanah hutan adat (dicaplok) dimana 1 juta hektare wilayah adat diduduki korporasi tambang dan dilindungi dengan dalih PSN pembangunan smelter nikel dan kawasan insdustri.  Seperti PSN Indonesia Morowali Industrial (IMIP) di Sulawesi Tengah dan Indonesia Weda Bay Industrial Park Halmahera Tengah Maluku Utara. Dalam PSN tersebut dimana Pemerintah dianggap membiarkan dan mengijinkan pengoperasian ekstrativisme, dimulai dari pengusuran, pembongkaran, pengangkutan, pengolahan, perakitan, hingga produksi dan dipakai konsumen  dengan  rampok lahan, kuras air,  boros energi dan kaya limbah. Timbullah krisis air, lahan kering, pencemaran tanah dan udara mengakibatkan menurunnya angka kesehatan masyarakat adat dan hilangnya identitas budaya ekosistem karena terusirnya masyarakat adat di luatr habitatnya. Tenaga kerja juga dibayar murah, tidak terjaminnya keselamatan kecelakaan kerja dan tidak adanya kesejahteraan tenaga kerja.  PSN menjadi daerah polusi tertinggi sesungguhnya, tidak sehat untuk bekerja maupun tempat tinggal. Belakangan ini ada kebijakan populis pemerintahan terhadap masyarakat ormas keagamaan diiming-imingi  konsensi IUP Tambang yang juga belum jelas IUP yang mana akan diberi ?

Buat apa peraturan dibuat bila dilanggar sendiri seperti PP No.23 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Hutan, PP No.21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaran Penataan Ruang, PP No.39 Tahun 2023 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi  Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, PP No.43 Tahun 2021 tentang Penyelesaian Ketidaksesuaian Tata Ruang dengan Kawasan Hutan, dan Peraturan Presiden No.78 Tahun 2023 terkait penanganan Dampak sosial Kemasyarakatan.(***)

  • Penulis adalah praktisi dan akademisi hukum dari Universitas Indonesia.

 

 

prolegalnews admin

Tinggalkan Balasan