- Advertisement -
Pro Legal News ID
Nasional

Orang2 Dekat Setnov Mulai Dijerat ‘Pukat Harimau’ KPK

Jakarta, ProLegalNews.com.

Setelah mendapat  ‘perlawanan’  yang sengit, akhirnya kasus E-KTP mulai berjalan hingga proses persidangan. Satu persatu orang  dekat Setyo Novanto mulai  ‘dijerat’.

Semula kasus E-KTP memantik polemik dan perdebatan yang panjang tentang keabsahan penetapan status tersangka terhadap mantan Ketua DPR, Setyo Novanto dalam kasuh E-KTP yang terindikasi merugikan keuangan negara hingga Rp 2,5 triliun. Namun pasca penolakan  gugatan pra peradilan oleh pengacara Setnov ditolak oleh majelis hakim  di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, polemik itu seketika mereda. Sehingga proses peradilan terhadap pokok perkaranya bisa berjalan.

Namun kini tak hanya Setnov yang digelandang oleh KPK, beberapa orang dekatnya kini mulai ‘dijerat’ oleh lembaga anti rasuah itu. Bahkan KPK kini telah mencekal empat orang yang pernah dekat dengan mantan Ketua Umum Partai Golkar itu. Salah satunya adalah Frederich Yunadi yang notabene mantan pengacara Setnov. Selain Frederich tiga orang dekat Setnov yang dicekal itu adalah, Reza Pahlevi, M Hilman Mattauch  dan Achmad Rudyansyah.

Menurut Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, pencegahan ini terkait proses penyelidikan dugaan tindak pidana mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan dengan tersangka Setya Novanto. “KPK mengirimkan surat kepada pihak Imigrasi Kemenkumham tentang pencegahan terhadap empat orang,” ujar Febri di Gedung KPK Jakarta, Selasa (9/1/2018). Menurut Febri, pencegahan ini dilakukan karena KPK merasa keterangan keempat orang tersebut masih sangat dibutuhkan dalam perkara yang sedang diselidiki.

Dalam berbagai kesempatan, Febri mengingatkan seluruh pihak agar tidak menghambat proses persidangan kasus dugaan korupsi proyek pengadaan KTP elektronik dengan terdakwa Setya Novanto. Febri menegaskan bahwa pihak yang menghambat penanganan perkara yang sedang berjalan dapat dikenai ancaman Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) atau obstruction of justice. “Pada pihak lain, KPK mengingatkan agar tidak berupaya menghambat penanganan perkara yang sedang berjalan. Terdapat risiko hukum yang cukup berat seperti diatur di Pasal 21 UU Tipikor atau obstruction of justice,” ujar Febri saat memberikan keterangan di gedung KPK, Jakarta Selatan, Rabu (13/12/2017).

 

Pencekalan terhadap mantan pengacara Setnov  itu tak urung membuat Frederich gagal bepergian ke Kanada untuk mengunjungi anaknya yang sedang kuliah di sana. Yang membuat pengacara asal Surabaya itu menjadi meradang karena aksi pencekalan oleh Imigrasi itu tidak melalui pemberitahuan terlebih dahulu. Seperti diketahui Frederich ingin terbang ke Kanada pada tanggal 18 Desember 2017 lalu. Padahal menurut Sapriyanto Refa, Ketua Tim Hukum Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Peradi, sebelumnya pada tanggal   14 Desember 2017, Frederich  telah mengecek ke Imigrasi apakah ada perintah pencekalan dari KPK, menurutnya saat itu status Frederich masih bebas/clear. “Dilakukan pengecekan oleh Wakil Direktur Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian, tidak ada dicekal Pak Yunadi. Nah, besok tanggal 15, dia WA (WhatsApp) lagi (Wakil Direktur Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian) untuk memastikan tidak ada (pencekalan),” ujar Sapriyanto.

Tanggal 18 Desember subuh, Fredrich berangkat. Hotel di Kanada dan di New York, AS, kata Sapriyanto, sudah di-booking. Sesuai prosedur, untuk ke luar negeri harus melalui proses pemeriksaan imigrasi di bandara. Saat itu, pihak imigrasi di bandara memberikan stempel pada paspor Fredrich, yang artinya tidak ada masalah. “Namun, ketika selang beberapa meter lewat, dia dikejar orang yang stempel tadi, dikatakan dia enggak bisa berangkat karena dicekal,” ujar Sapriyanto. Sehingga menurut Sapriyanto tindakan Imigrasi itu jelas telah melanggar Undang-Undang.

Sebelum tindakan pencekalan dilakukan oleh KPK itu, sejumlah pihak telah mendesak KPK agar menindak Frederich. Salah satunya adalah  Perhimpunan Advokat Pendukung KPK (PAP-KPK) yang mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menindaklanjuti laporan terhadap dugaan merintangi penyidikan dalam kasus dugaan korupsi pengadaan e-KTP dengan tersangka Ketua DPR RI Setya Novanto.

Koordinator PAP-KPK Petrus Selestinus mengatakan, meski Novanto telah ditahan, tetap harus ada sanksi terhadap upaya melindungi Novanto dari jerat hukum. “Dalam laporan itu, Fredrich Yunadi merupakan salah satu orang yang diduga kuat sebagai pelaku di dalam upaya merintangi kerja KPK,” ujar Petrus melalui keterangan tertulis, Senin (20/11/2017).

Upaya yang dimaksud meliputi melaporkan dua pimpinan KPK ke Bareskrim Polri, melarang Novanto memenuhi panggilan KPK, dan menggugat pembatalan Sprindik dan perpanjangan pencegahan bepergian ke luar negeri.  Fredrich juga bersikeras bahwa KPK harus mendapat izin tertulis dari Presiden Joko Widodo untuk memeriksa Novanto. Kala itu Petrus mengatakan,  Wakil Presiden Jusuf Kalla telah meminta Fredrich berhenti berbicara di depan umum dan mempertanyakan landasan hukum yang digunakan dalam membela kliennya.

Maka, episode kasus E-KTP ini diyakini akan berdurasi panjang. Dan diyakini banyak orang dekat Setnov yang akan turut digelandang oleh lembaga anti rasuah itu. Tim

 

 

 

 

 

 

 

prolegalnews admin

Tinggalkan Balasan