- Advertisement -
Pro Legal News ID
Laporan Utama

Oknum Pemprov DKI Bermain Api Di Muara Angke ?

Sejumlah permasalahan yang terjadi disekitar kawasan Teluk Jakarta dan Muara Angke, Jakarta Utara diduga akibat permainan oknum di lingkungan Pemprov DKI Jakarta. Kasus pembangunan reklamasi belum selesai pengusutan kini bermunculan kasus baru yang semuanya bermuara pada dugaan korupsi.

Polda Metro Jaya kini tengah mengembangkan pengusutan kasus dugaan korupsi pembangunan reklamasi Teluk Jakarta yang diduga melibatkan banyak pihak. Sejumlah saksi telah diperiksa penyidik Kriminal Khusus Polda Metro Jaya dan dua diantaranya pejabat teras di lingkungan Pemprov DKI Jakarta. Informasi yang diperoleh menyebutkan dalam waktu dekat polisi akan menetapkan tersangka dalam kasus reklamasi dari oknum Pemprov DKI.

Kedua pejabat Pemprov DKI itu yakni, Kepala Dinas Cipta Karya Tata Ruang dan Pertanahan DKI Jakarta, Benni Agus Candra dan Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu DKI Jakarta, Edy Junaedi diperiksa penyidik Polda Metro Jaya. Sejumlah bukti terkait keterlibatan oknum di Pemprov DKI sudah diperoleh Kepolisian dalam kasus dugaan korupsi reklamasi.

Sebelumnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap tangan anggota DPRD DKI, Sanusi karena diduga menerima suap terkait pembangunan reklamasi Teluk Jakarta. Sanusi yang kini mendekam dalam penjara diduga menerima suap Rp 2 miliar untuk mempermulus proyek reklamasi.

Penyidik KPK beberapa waktu lalu sempat memeriksa Kepala Dinas Kelautan Pertanian dan Ketahanan Pangan DKI Jakarta, Darjamuni sebagai saksi. Dia dimintai keterangan dalam kasus pembangunan Pulau G yang berada persis di depan pelabuhan perikanan dan masuk dalam kekuasaan Darjamuni.

Dalam pemeriksaan di KPK, Darjamuni dicecar dengan pertanyaan terkait akibat yang akan ditimbulkan bila pembangunan Pulau G tetap dilanjutkan. Dia mengaku tidak masalah pembangunan Pulau G tetap dilanjutkan.

Kasus dugaan korupsi proyek reklamasi belum tuntas, kini Tim Investigasi Pro Legal malah mendapatkan data baru adanya dugaan permainan kotor oknum di lingkungan Pemprov DKI dalam pekerjaan pemberian bantuan Dermaga Apung sebanyak 5 unit di Kepulan Seribu. Pekerjaan ini dilaksanakan oleh PT Cipta Cahaya Aqilla dengan kontrak Nomor : 2478/-1823.621.7 tanggal 29 Maret 2016 dengan anggaran Rp 4.110.012.500,00.
Dalam berita acara serah terima barang Nomor 4430/-1.823.621.7 tanggal 31 Mei 2016 disebutkan pekerjaannya telah selesai. Pembayaran pun telah lunas sesuai SP2D Nomor 1006300/SP2D/VI/2016tertanggal 28 Juni 2016 sebesar Rp 4.110.012.500,00.

Isi berita acara juga disebutkan penyerahan kepada kelompok masyarakat penerima bantuan juga telah dilakukan pada tanggal 31 Mei 2016. Sesuai surat perjanjian tertulis penerima diwakili ketua kelompok masyarakat. Sedang dari Pemprov DKI diwakili oleh PPK d.h.i adalah Kepala Bidang Perikanan dan Kepala DKPKP.

Namun sumber Pro Legal menyebutkan, dalam perjanjian pekerjaan pemberian bantuan dermaga apung ini awalnya diberikan kepada lima kelompok masyarakat. Ini tertuang dalam dokumen perjanjian antara Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta dan penerima hibah tentang belanja/barang yang diserahkan kepada masyarakat.

Dalam berita acara penyerahan disebutkan bantuan dengan Nomor 4501/-1.823.62diserahkan kepada Kelompok Mina Taruna Muda, Nomor 4502/-1.823.62 kepada kelompok Pelangi, Nomor 4503/-1.823.62 kepada kelompok Pasir Putih, Nomor 4504/-1.823.62 kepada kelompok Sea Farming dan Nomor 4505/-1.823.62 kepada kelompok Samudera Kerapu.
Belakangan diketahui pihak Dinas Kelautan Perikanan dan Ketahanan Pangan Provinsi DKI Jakarta malah melakukan pengalihan pemberian bantuan Dermaga Rumah Apung dari Kelompok\Pelaku Utama Perikanan (Pokdakan) kepada Sekolah Tinggi Perikanan (STP). Pengalihan pemberian bantuan Dermaga Rumah Apung dari 5 kelompok masyarakat (Pokdakan) kepada STP tidak sesuai prosedur.

Tindakan ini terindikasi mengkangkangi Permendagri No 32 Tahun 2011 tentang pedoman pemberian hibah dan bantuan sosial yang bersumber dari APBD. Selain itu kuat dugaan pembuatan lima kelompok nelayan yang awalnya disebut sebagai penerima bantuan hanya kelompok fiktif. Sumber Pro Legal menyebutkan untuk kegiatan operasional budidaya ikan di rumah apung tersebut, mahasiswa STP mendapat dana dari Dinas KPKP.
Bahkan skenario awal disebutkan dana hibah, namun beberapa bulan kemudian berubah jadi dana pinjam. Hal ini diakui oleh Kasudin Kepulauan Seribu bahwa untuk mahasiswa STP dipinjamkan dari Koperasi Dinas DKPKP dengan pembagian, 80 persen untuk STP dan 20 persen dikembalikan kepada koperasi.
Berdasarkan keterangan Ketua Kelompok Sea Farming NI menuturkan bahwa perjanjian secara lisan dengan Kepala Dinas KPKP pada bulan September 2016. Dalam hal ini disepakati keramba Kelompok Sea Farming hanya dipinjamkan sebanyak dua unit kepada mahasiswa STP untuk penelitian.

Namun akhirnya oleh Kepala Dinas KPKP rumah jaga apung milik kelompok Sea Farming malahdialihkan kepada mahasiswa STP. Kelompok Sea Farming yang kecewa atas tindakan itu dijanjikan oleh Dinas KPKP akan mendapat bantuan rumah jaga apung yang baru paling lambat bulan Desember 2017.

Data yang dimiliki Pro Legal atas hasil laporan pemeriksaan atas pendapatan dan belanja daerah tahun anggaran 2015 dan 2016 pada Dinas Kelautan Pertanian dan Ketahanan Papangan DKI Jakarta disebutkan adanya pelanggaran. Karena sejak awal penganggaran hibah barang berupa Dermaga Rumah Apung pada TA 2016, tidak disertai dengan rekomendasi SKPD berupa hasil evaluasi usulan hibah dan daftar penerima barang.

Alasannya proses evaluasi usulan hibah baru dilaksanakan setelah anggaran kegiatan ini ada dalam Dokumen Pelaksana Anggaran (DPA) SKPD TA 2016 yaitu DPA Nomor 107/DPA/2016 tertanggal 21 Januari 2016. Begitu juga dengan daftar penerima bantuan hibah tidak dilakukan oleh Gubernur, melainkan hanya ditetapkan oleh Kepala DKPKP saja.

Kuat dugaan kegiatan pemberian bantuan Dermaga Rumah Apung sebanyak 5 unit yang kini menimbulkan masalah terjadi persekongkolan antara oknum DPKPK, oknum STP dan perusahaan pemenang tender. Harus diakui pemberian hibah sangat rawan disalahgunakan dan sangat merugikan keuangan negara.

Redaksi Pro Legal telah berupaya mengkonfirmasi data ini kepada Kepala Dinas Kelautan Pertanian dan Ketahanan Pangan DKI Jakarta Darjamuni baik melalui surat resmi mau pun lewat WhatsApp tidak mendapat jawaban.

Namun melalui jawaban tertulis dengan no surat 108/-1823.63 yang dikirimkan oleh Kabid Perikanan, Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan dan Pertanian, DKI Jakarta, Liliek Litasari selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) menjelaskan bahwa proses lelang umum yang dilakukan oleh Pokja BK-H Badan Pengadaan Barang dan Jasa (BPJB) Provinsi DKI telah sesuai dengan ketentuan dan pihak dinas semata-mata hanya pemakai.

Sementara terkait keterlambatan pihak PPK berdalih jika mereka telah beberapa kali mengirimkan surat teguran atas keterlambatan pekerjaan kepada pihak pelaksana. Dan PPk juga menjelaskan jika mereka telah mengembalikan kelebihan pembayaran dalam proyek instalasi air UPI. Sedangkan dalam proyek solar cell mereka mengkalim jika telah melakukan pergantian item terhadap pelaksanaan pekerjaan yang tidak sesuai spesifikasi teknis. Pihak dinas juga menjelaskan jika pekerjaan pengadaan Dermaga Rumah Apung telah sesuai dengan Pergub No 55 tahun 2013.

Anehnya, hingga saat ini pihak Dinas PKP tidak memberikan sanksi terhadap para pelaksana yang terbukti telah terindikasi merugikan keuangan negara. Tim

prolegalnews admin

Tinggalkan Balasan