- Advertisement -
Pro Legal News ID
Nasional

Muara Karta SH, MM : Gerakan Menggunakan Sentimen Agama Akan Terulang Di Tahun 2018

Muara Karta, S.H., MM

ProLegalNews.com.

Tahun 2017 lalu adalah tahun yang sangat menegangkan, terutama pasca munculnya kasus penistaan agama yang menyeret mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sebagai pesakitan. Munculnya kasus penistaan agama yang membuat Ahok kalah dalam Pilkada DKI Jakarta tahun 2017 itu telah memantik ketegangan dimana-mana. Bahkan kasus tersebut memancing munculnya  demo yang beratribut agama secara besar-besaran. Demo yang kemudian dikenal sebagai gerakan 212. Aksi serupa terus berlanjut hingga beberapa kali. Bahkan gerakan ini telah dianggap sebagai gerakan yang fenomenal.

Munculnya, gerakan sebagai respon atas adanya kasus penistaan agama itu seakan menjadi panggung bagi Panglima TNI saat Jenderal Gatot Nurmantyo yang terkesan memberi ruang terhadap massa untuk menyalurkan aspirasinya. Sikap Gatot  itu tak urung membuat posisi jenderal bintang empat itu seakan berseberangan dengan Presiden Jokowi yang notebene secara konsitusi adalah Panglima Tertinggi TNI. Sehingga memunculkan desakan dari sebagian kalangan agar Presiden segera mengganti Panglima TNI. Pergantian Panglima TNI itu akhirnya terjadi seiring dengan masa pensiun Jenderal kelahiran Kota Tegal, Jawa Tengah itu.

Uniknya, dibalik gerakan massa yang mendesak pemerintah segera memecat Ahok saat itu juga mulai muncul suara-suara yang mendesak agar Jokowi segera lengser sebagai Presiden RI. Desakkan itu berdasarkan asumsi jika Jokowi  tidak mau mencampuri urusan terkait kasus penistaan agama. Asumsi itu berdasarkan sikap Jokowi yang cenderung ambil sikap netral.

Menyikapi adanya sinyalemen gerakan-gerakan seperti itu Polri melakukan penangkapan terhadap sejumlah tokoh-tokoh politik. Meski hingga saat ini proses penangkapan terhadap sejumlah tokoh itu belum bisa terungkap secara gamblang. Namun dampak dari kasus itu ketegangan segera merembet kemana-mana, dan nyaris terjadi konflik horisontal.

Kondisi itu kian diperparah dengan fenomena medsos yang tidak disikapi secara bijaksana. Ujaran kebencian (hate spech) dan persekusi marak terjadi di mana-mana. Terjadi aksi saling melaporkan. Klimaks dari perseteruan itu muncul setelah pasangan Ahok-Jarot kalah dalam Pilkada DKI Jakarta serta divonisnya Ahok dalam kasus penistaan agama. Secara perlahan ketegangan sosial politik itu langsung mereda. Meski tidak sedikit hipotesa yang muncul jika kondisi saat ini tak ubahnya seperti api dalam sekam yang suatu saat bisa membara lagi.

Namun, praktisi hukum senior, Muara Karta SH, MM mengingatkan jika masyarakat harus tetap waspada. Potensi terjadinya ketegangan itu akan terulang di tahun 2018 ini sangat besar. Maklum dalam tahun ini akan terjadi Pilkada serentak di seluruh Indonesia. Dapat dipastikan para kontestan akan menggunakan isu agama untuk meraup dukungan dari masyarakat. Isu SARA selalu efektif untuk mendulang dukungan dari massa.

Ketua Umum Perhimpunan Putra Putri (PPP) AURI ini juga mengeluarkan hipotesa jika banyak partai yang akan menggunakan teori ‘bubur panas’ untuk merebut kekuasaan RI 1. Teori ‘bubur panas’ adalah stategi untuk merebut kursi presiden dalam Pilpres 2019 dengan cara memenangkan Pilkada diberbagi daerah terlebih dahulu.

Maka dapat dipastikan banyak partai yang akan all out untuk memenangkan Pilkada 2018 sebagai bekal untuk merebut kemenangan dalam Pilpres 2019. Sehingga diyakini kontestasi dalam Pilkada serentak pada tahun 2018 ini akan berlangsung sangat sengit.

Hajatan demokrasi ini pasti akan sangat menguras energi. Alumni Fakultas Hukum Universitas Indonesia ini berharap masyarakat akan semakin dewasa dan bijak dalam menyikapi persoalan ini. Sehingga masyarakat akan  bisa membedakan cara-cara yang konstitusional atau inkonstitusional yang dilakukan oleh para kontestan dalam mewujudkan ambisi politiknya masing-masing. Tim

 

 

prolegalnews admin

Tinggalkan Balasan