Muara Karta : Penahanan Setnov Sudah Tepat, Masyarakat Jangan Terkecoh Dengan Intrik2 Perebutan Ketum Golkar

Jakarta, Pro Legal News.Com
Polemik tentang hak imunitas Ketua DPR, Setyo Novanto terkait status Setnov sebagai tersangka dalam dugaan korupsi e-KTP dinilai tidak relevan oleh praktisi hukum senior, Muara Karta Simatupang menilai. Menurut alumni Fakultas Hukum Universitas Indonesia ini semua langkah yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap tersangka kasus dugaan korupsi e-KTP Setya Novanto sudah tepat. Termasuk keputusan melakukan penahanan terhadap Ketua DPR RI itu. “Hak imunitas Setnov sebagai Ketua DPR-RI tidak berlaku pada kasus dugaan tindak pidana korupsi e-KTP yang menjeratnya, termasuk meminta persetujuan Presiden saat akan diperiksa. Semua langkah KPK, termasuk penahanan sudah tepat,” kata Muara Karta saat dihubungi di Jakarta, Senin, (20/11/2017).
Muara Karta menambahkan, sebagai pimpinan DPR dan Ketua Umum partai besar, Setnov tidak memberikan ketauladanan. Publik menilai sejak awal pemanggilannya, baik sebagai saksi maupun tersangka dugaan kasus yang merugikan negara Rp 2,3 triliun itu sebagai upaya “melawan” hukum. “Sakit jantung dan masuk rumah sakit, nabrak tiang listrik, benjol segede bakpao dan hal lainnya yang terjadi pada Setnov dianggap publik sebagai “drama” upaya menghindari pemeriksaan. Jika tidak bersalah, kenapa meski takut?. Hadapi saja dan klarifikasi, KPK juga tidak memaksa untuk mengakui semua perbuatan yang disangkakan kepada Setnov,” ujar alumni FH UI ini heran. “Namun, apakah semua itu murni dari Setnov atau ada arahan dari pihak lain termasuk kuasa hukumnya, kita belum mengetahuinya,” jelas Muara Karta.
Terkait laporan pengacara Setnov terhadap pimpinan KPK, kata dia, itu adalah haknya, namun terkesan mengada-ada dan diduga sebagai upaya membenturkan pihak KPK dengan kepolisian. “Diduga ada upaya menjadikan “cicak vs buaya” babak baru, namun itu tidak terjadi, pihak kepolisian sendiri terlihat berperan aktif membantu KPK,” tuturnya.
Dia juga menilai sikap yang ditunjukan oleh kuasa hukum Setnov, Fredrich Yunadi adalah bentuk arogansi. Ini terlihat dengan berbagai statement, termasuk ingin memperkarakan semua pihak yang mencibir kliennya di media sosial. “Kita sesalkan pengacara Setnov terlalu arogan. Kita lihat saja, apakah semua itu adalah arahan darinya atau bukan. Jika terbukti menghalangi proses penyidikan KPK, maka dapat diproses secara hukum,” kata dia. “Sebagai pengacara sah-sah melakukan pembelaan karena itu memang tugasnya, namun tidak arogan dan tidak berupaya untuk menghalangi proses hukum yang menjerat kliennya,” pungkasnya.
Pasca penahanan Setnov oleh KPK kini publik dihadapkan pada wacana pergantian Ketua Umum (Ketum) Partai Golkar. Meski proses hukum kini sedang berjalan sehingga belum memiliki keputusan tetap (inkrach). Tetapi posisi yang ditinggalkan oleh Setnov sebagai Ketua DPR sangat strategis. Apalagi Setnov adalah Ketum Partai Golkar yang notebene sebagai partai besar dan sangat menentukan dalam konteks Pilpres 2019 yang akan datang. Maka sangat banyak kepentingan yang ikut bermain dalam proses penentuan Ketum Golkar selanjutnya. Bila mengharapkan pergantian Ketum Golkar dalam forum Munaslub, terbilang sangat riskan mengingat mepetnya waktu untuk konsolidasi partai. Maka dapat dipastikan tarik menarik dalam proses pergantian Ketum Partai Golkar itu akan berlangsung seru.”Tapi saya mengharapkan masyarakat tidak terkecoh dalam intrik-intrik perebutan Ketum itu. Karena ini memiliki potensi terjadinya pecah belah di masyarakat,” ujar Muara Karta. tim