- Advertisement -
Pro Legal News ID
Hukum

Moral Aparat Penegak Hukum Kita Masih Memprihatinkan

ProLegalNews.com

Meski Operasi Tangkap Tangan (OTT) kini gencar dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), namun praktek suap menyuap (briberi) masih marak terjadi pada aparat penegak hukum. Bukti bila revolusi mental belum berjalan.

Salah satu amanat reformasi yang paling penting dan krusial adalah penegakan supremasi hukum dan pemberantasan korupsi. Maka untuk menindak lanjuti amanat dari  reformasi itu pemerintahan Megawati Soekarnoputri membentuk lembaga ad hoc yang bernama KPKPN yang dikemudian hari bermetamorfosa menjadi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Lembaga ini berfungsi untuk melakukan supervisi terhadap lembaga penegak hukum lainnya seperti Kepolisian dan Kejaksaan. Selain itu lembaga anti rasuah ini juga memiliki kewenangan untuk melakukan penindakan.

Berbekal kewenangan yang dimilikinya itulah KPK langsung tancap gas untuk melakukan penindakan melalui Operasi  Tangkap Tangan (OTT). Hasilnyapun cukup menganggumkan sudah ratusan pejabat, mulai dari menteri, gubernur, bupati, hakim, jaksa dan walikota serta polisi yang berhasil ditangkap dan digelandang oleh KPK. Dengan keberadaan KPK seakan membuktikan jika tidak ada warga negara yang kebal di mata hukum. Komisi anti rasuah itu telah memberikan pelajaran kepada aparat penegak hukum lainnya jika hukum harus diterapkan secara egaliter (equality before the law).

Ironisnya, meski KPK gencar melakukan OTT perilaku korup tetap saja menghinggapi para pejabat maupun aparat penegak hukum kita. Seakan effect jera (detterent effect) yang diharapkan dari proses penegakan hukum itu tidak membuahkan hasil. Sekaligus membuktikan jika tingkat moral obligation yang dimiliki oleh para pejabat dan aparat penegak hukum kita masih sangat rendah. Bukti teraktual masih rendahnya moral aparat penegak hukum yang terindikasi ingin mengkomersialkan sebuah putusan adalah tertangkapnya Ketua Pengadilan Tinggi Manado, Sudiwardono karena ditengarai menerima suap dari Politisi Golkar, Aditya Moha.

Keduanya ditangkap oleh KPK karena terindikasi mau melakukan transaksi putusan. Seperti diketahui jika Moha disinyalir mau menyuap Sudiwardono untuk menyelamatkan ibunya yang tak lain adalah mantan Bupati Bolmong. Sang bupati ini kini terjerat persoalan hukum karena diduga telah melakukan tindak pidana korupsi.

Tertangkapnya Sudiwardono ini terbilang mengejutkan karena selain telah memiliki fasilitas gaji yang besar, saat ini KPK juga tengah gencar melakukan OTT. Maka perbuatan Sudiwardono itu terbilang nekat. Sehingga banyak pihak yang mengaku prihatin dengan moral para aparat penegak hukum kita. Salah satunya adalah praktisi hukum senior, Muara Karta SH MM, “Jujur saya prihatin di mana masih banyak oknum hakim yang terlalu berani dan lebih condong kepada pemilik uang dalam mengambil keputusan,” ujarnya kepada prolegalnews.com.

Keprihatinan dari Ketua Umum Perhimpunan Putra Putri AURI cukup berdasar. Maklum sebelumnya, hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Cepi Iskandar mengambil keputusan yang kontroversial dengan mengabulkan gugatan praperadilan yang dilakukan oleh Setyo Novanto.  Padahal Setnov ditengarai memiliki peran yang signifikan dalam proyek E-KTP yang terindikasi merugikan keuangan Negara hingga Rp 2,5 triliun. Dengan keputusan Hakim Cepi Iskandar itu praktis membuat proses hukum terhadap Setnov menjadi terhenti.

Muara Karta berharap proses hukum itu tidak terhenti. Praktisi hukum alumni Universitas Indonesia ini berharap KPK segera menyiapkan strategi baru untuk kembali menjerat Setnov. Setidaknya KPK bisa menggunakan Sprindik baru untuk menjerat Ketua DPR itu. Apalagi sebelumnya KPK mengklaim telah memiliki banyak bukti. tim

prolegalnews admin

Tinggalkan Balasan