Menurut Mahfud MD, Sekretaris MA Harus Diperiksa atas Dugaan Pencucian Uang

Jakarta, Pro Legal– Menurut Ketua Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Mahfud MD, Sekretaris Mahkamah Agung (MA) harus diperiksa atas dugaan pencucian uang.
Pernyataan itu disampaikan Mahfud dalam Rapat Dengar Pendapat (RDPU) dengan Komisi III DPR RI, Rabu (29/3) sore. “Sekretaris Mahkamah Agung itu punya mobil mewah berapa, mobilnya disimpan di tempat lain, pelatnya diganti. Kan muncul tuh di PPATK [Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan], itu pencucian uang. Harus diperiksa,” ujar Mahfud di hadapan anggota Komisi III DPR.
Dalam penjelesannya Mahfud MD menyinggung Sekretaris MA saat menerangkan pengertian dan modus operandi pencucian uang. Ia menjelaskan pencucian uang adalah perbuatan menyembunyikan atau menyamarkan harta kekayaan (uang/aset) yang diperoleh dari hasil kejahatan.
Adapun modus operandinya seperti kepemilikan saham pada perusahaan atas nama keluarga, kepemilikan aset berupa barang bergerak maupun tidak bergerak atas nama pihak lain hingga menggunakan rekening atas nama orang lain untuk menyimpan hasil kejahatan. “Untuk perusahaan gitu bikin-bikin hotel, hotelnya enggak ada yang beli tapi asetnya besar sekali. Ada orang masuk, hanya hotel manati tapi uangnya ratusan miliar. Nah, itu bisa dicurigai sebagai pencucian uang,” ujarnya.
Sekretaris MA saat ini dijabat oleh Hasbi Hasan. Ia disebut-sebut dalam kasus dugaan suap pengurusan perkara di MA yang diusut oleh KPK.
Berdasarkan surat dakwaan yang dibacakan tim jaksa KPK di Pengadilan Tipikor Bandung pada 18 Januari, Hasbi disebut ikut membantu pengurusan perkara di MA.
Pada 25 Maret 2022 bertempat di Rumah Pancasila Jalan Semarang Indah Nomor 32, Tawangmas, Kecamatan Semarang Barat, Semarang, advokat Yosep Parera dan Debitur Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana Heryanto Tanaka bertemu dengan Dadan Tri Yudianto (swasta) yang merupakan penghubung Hasbi.
Mereka membicarakan pengurusan perkara nomor: 326 K/Pid/2022 atas nama Budiman Gandi Suparman (pengurus KSP Intidana).
Keesokan harinya, Yosep mengirimkan surat tertanggal 23 Maret 2022 tentang permohonan kepada majelis hakim yang memeriksa perkara Budiman. Atas pengurusan perkara itu, Dadan meminta uang kepada Heryanto. “Selanjutnya Heryanto Tanaka memerintahkan Na Sutikna Halim Wijaya untuk mentransfer uang dengan total Rp11,2 miliar,” kata jaksa KPK dalam surat dakwaan Yosep dan Eko Suparno.
Pada 4 April 2022, majelis hakim kasasi mengabulkan kasasi dari penuntut umum Kejaksaan Negeri Semarang dan menjatuhkan pidana lima tahun penjara terhadap Budiman. Putusan itu diwarnai pendapat berbeda atau dissenting opinion dari hakim agung Prim Haryadi.
Pengurusan perkara ini menyeret Hakim Agung Gazalba Saleh sehingga ia diproses hukum oleh KPK. Gazalba masuk ke dalam majelis hakim kasasi yang memvonis Budiman dengan pidana lima tahun penjara.
KPK menyatakan bakal menentukan status hukum Hasbi Hasan setelah sidang kasus dugaan suap pengurusan perkara dengan terdakwa hakim agung nonaktif Sudrajad Dimyati dkk rampung.
Jauh sebelum ini, KPK telah memproses hukum mantan Sekretaris MA Nurhadi Abdurrachman atas kasus dugaan suap, gratifikasi dan pencucian uang.
Berdasarkan putusan MA nomor: 4147 K/Pid.Sus/2021 tanggal 24 Desember 2021, Nurhadi divonis dengan pidana penjara selama enam tahun terkait kasus suap dan gratifikasi. Sedangkan untuk dugaan pencucian uang, kasus ini masih dalam tahap penyidikan KPK.
Saat RDPU itu, anggota Komisi III DPR Fraksi Gerindra Habiburokhman sempat mengonfirmasi kepada Mahfud perihal Sekretaris MA yang disinggung sebelumnya. Namun, tidak terdengar jawaban dari Mahfud.(Tim)