Jakarta, Pro Legal News– Lembaga anti rasuah, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan konsekuensi hukum terhadap pihak tertentu yang membantu pelarian tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi sekaligus Bupati Mamberamo Tengah Ricky Ham Pagawak ke Papua Nugini.
Sesuai ketentuan Pasal 21 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor), diatur ancaman pidana maksimal 12 tahun penjara. “Kami juga mengingatkan siapa pun dilarang Undang-undang menghalangi proses penyidikan yang sedang kami lakukan ini karena itu diancam pidana sebagaimana Pasal 21 UU Tindak Pidana Korupsi,” ujar Plt. Juru Bicara Penindakan KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi, Senin (18/7).
Dalam pasal tersebut berbunyi: Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 12 tahun dan atau denda paling sedikit Rp150 juta dan paling banyak Rp 600 juta.
Pada Kamis (14/7), KPK menjadwalkan pemanggilan kedua terhadap Ricky. Namun, yang bersangkutan tidak memenuhi panggilan tanpa dasar argumentasi hukum yang sah.
Tim penyidik KPK menilai Ricky tidak kooperatif dan memutuskan untuk melakukan jemput paksa. Namun, upaya itu gagal lantaran Ricky telah lebih dahulu melarikan diri ke Papua Nugini. “Kami mengimbau pada pihak dimaksud untuk kooperatif mengikuti proses hukum yang berlaku,” ujar Ali.
KPK selanjutnya memasukkan Ricky ke dalam Daftar Pencarian Orang (DPO). Surat DPO bernomor: R/3992/DIK.01.02/01-23/07/2022 telah diteken Ketua KPK Firli Bahuri pada Jumat (15/7).
Dalam surat dimaksud, Ricky dinyatakan sebagai pelaku tindak pidana korupsi terkait proyek pengadaan barang/jasa di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Mamberamo Tengah, Papua. Ricky dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan/atau Pasal 12 B UU Tipikor Jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.(Tim)