Untuk memudahkan akses tanpa memerlukaan kehadiran fisik, Perpustakaan Nasional mengeluarkan pustaka dalam format digital. Pustaka ini bisa diakses melalui koneksi internet yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.
Budaya literasi (membaca) mampu membentuk wawasan secara kognitif masyarakat sekaligus mampu menumbuhkan jiwa enterprenur. Karena ilmu yang diperoleh di sekolah formal cenderung teoritis dan minim ilmu terapan. Kondisi itu membuat banyak sarjana atau lulusan sekolah formal yang tidak siap pakai. Maka untuk membentuk manusia yang memiliki wawasan kognitif sekaligus memiliki jiwa kewirausahaan (enteprenuer) perlu ditumbuh kembangkan budaya literasi sejak dini. Bahkan dalam skala tertentu budaya literasi akan mampu mengurangi radikalisme yang berhulu pemahaman nilai-nilai agama yang parsial (tidak lengkap) serta minimnya referensi masyarakat terhadap nilai-nilai agama yang humanis dan universal.
Masyarakat di beberapa negara maju seperti Jepang, Amerika, Inggris serta Rusia dikenal memiliki jiwa kewirausahaan yang tinggi karena berbekal dengan budaya literasi dari sejak kecil. Sehingga mereka cenderung mandiri dan tidak tergantung dengan lapangan pekerjaan dari sektor formal. Untuk menumbuhkan budaya literasi itulah Perpustakaan Nasional memiliki peran yang sangat sentral. Sayangnya, Perpusnas yang dimiliki bangsa ini, hingga saat ini memiliki fasilitas yang sangat terbatas. Namun harus melayani masyarakat yang tersebar dari Sabang sampai Merauke.
Namun keterbatasan fasilitas itu tidak mengurangi semangat Perpusnas untuk terus menumbuhkan budaya literasi di masyarakat. Salah satu terobosan yang dikeluarkan oleh Perpusnas adalah dengan mengeluarkan pustaka dalam format digital. Dengan format ini masyarakat di daerah terpencil bisa mengakses pustaka digital melalui koneksi internet tanpa harus melalui kehadiran secara fisik di perpustakaan. Sehingga lebih efisien dari segi waktu dan biaya. Karena hingga saat ini perpusatakaan yang dimiliki Perpusnas masih terbatas dan hanya berada di wilayah-wilayah tertentu.
Menurut Kepala Perpustakaan Nasional Muhammad Syarif Bando, Perpusnas kini telah berusaha melakukan pengayaan koleksi pustaka melalui format digital. Diantaranya adalah koleksi 1000 film yang bisa dijadikan sebagai referensi budaya bagi masyarakat.”Film termasuk budaya Indonesia yang harus dilestarikan. Pengunjung situs tokoh perfilman nasional juga bisa mendapatkan referensi dalam bentuk teks, gambar serta video meski mereka bisa menghubungi kami apabila ingin menonton secara utuh, kami punya fasilitas untuk menontonnya,” ujarnya dalam konferensi pers, Senin (15/5).
Syarif juga menambahkan jika digitalisasi film tersebut merupakan hasil program digitalisasi dari seliloid bersama Sinematek yang melakukan pengarsipan film. Kerja sama tersebut mulai dirintis Perpusnas mulai tahun 2007. Peluncuran situs perfilman itu dilakukan secara bersamaan dengan Perpusnas Expo yang digelar secara bersamaan dengan hari ulang tahun Perpusnas yang ke 37, pertengahan Mei lalu.
Terobosan Perpusnas dengan mengeluarkan pustaka digital ini terbilang cerdas dan efektif. Menurut Syarif Bando hingga saat ini tercatat setidaknya ada sekitar 132 juta pengguna internet di seluruh Indonesia. Para pembaca itu akan dengan mudah mengakses internet dan memilih menu sesuai dengan yang mereka inginkan, asal mereka tidak berada di wilayah blank spot. Hal itu memudahkan para pembaca karena tidak memerlukan kehadiran secara fisik para pembaca ke perpustakaan setempat untuk memperoleh layanan perpustakaan secara manual. Apalagi fasilitas perpustakaan yang dimiliki Perpusnas masih terbatas dan hanya mampu menjangkau wilayah tertentu.
Dengan cakupan pustaka digital yang lebih luas, maka keinginan untuk menjadikan perpustakaan sebagai gudang referensi masyarakat bisa segera menjadi kenyataan. Visi untuk menjadikan perpustakaan sebagai agen perubahan menuju masyarakat madani juga akan segera terwujud. Hal itu sesuai dengan tesis, Mark Twin jika buku/pustaka adalah jendela dunia. Advertorial