- Advertisement -
Pro Legal News ID
Opini

Menerawang Interdependensi, Transparansi Dan Profesionalitas Komisi Yudisial Dalam Menyeleksi Calon Hakim Agung Yang Berjiwa Pancasilais

Gedung MA di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat (rep)

Oleh :

Salomon A.M.Babys S.Ip.,M.Si

Tahun ini, Komisi Yudisial kembali membuka pendaftaran calon hakim hakim agung dan calon hakim ad hoc tindak pidana korupsi/Tipikor. Siti Nurdjanah selaku Ketua Bidang Rekrutmen Hakim Agung Komisi Yudisial  dalam Kompas.com yang dirilis tanggal 22 Oktober 2021,  menyatakan bahwa alasan dibukanya pendafataran Calon Hakim Agung ini adalah untuk mengisi kekosongan jabatan 8 Hakim Agung dan 3 hakim ad hoc Tipikor dengan rincian 1 hakim agung untuk kamar perdata, 4 hakim agung untuk kamar pidana, 1 hakim agung untuk kamar agama, dan 2 hakim agung untuk kamar tata usaha negara (TUN) khusus pajak.

Terkait pengangkatan hakim agung, Komisi Yudisi aladalah lembaga Kehakiman yang diberikan kewenangan berdasarkan ketentuan UU RI No. 22 tahun 2004 untuk menjalankan seleksi hakim agung, Di dalam UU tersebut dijabarkan bahwa tugas Komisi Yudisial antara lain a). melakukan pendaftaran calon hakim agung, b). melakukan seleksi terhadap calon hakim agung, c). menetapkan calon hakim agung, dan d). mengajukan calon hakim agung ke DPR untuk ditetapkan dan ditindaklanjuti kepada Presiden.

Berdasarkan UU tersebut Komisi Yudisial tidak hanya bertugas mengusulkan calon hakim agung, tetapi Komisi Yudisal juga bertanggungjawab untuk menegakan kehormatan dan keluhuran martabat serta menjaga perilaku hakim agung. Berdasarkan aturan ini, maka Komisi Yudisial harus melakukan proses seleksi calon hakim agung secara independen, transparan dan profesianal berdasarkan UU yang berlaku. Berdasarkan UU No.22 tahun 2004 pasal  24 A ayat 2 menegaskan bahwa syarat ideal hakim agung adalah harus memiliki integritas, dan kepribadian yang tidak tercela, adil, profesional serta berpengalaman di bidang hukum

Selain syarat ideal di atas, persyaratan hakim agung dibagi dalam dua bentuk yakni syarat umum dan syarat khusus. Syarat itu antara lain; pertama ; merupakan Warga Negara Indonesia (WNI), kedua bertakwa kepada TYM Esa, ketiga, berijazah Magister di bidang hukum atau ahli di bidang hukum, berusia sekurang-kurangnya 45 tahun, sehat secara rohani dan berpengalaman sebagai hakim dan pernah menjadi hakim tinggi serta tidak pernah dikenai sangsi pemberhentian akibat melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim.

Melihat proses seleksi hakim agung di Indonesia oleh Komisi Yudisial saat ini, terdapat beberapa catatan kritis saya untuk menjadi perhatian yakni terutama terkait interdependensi, transparansi, profesionalisme. Terkait dengan interdependensi, hal yang ditekankan adalah bahwa selama proses seleksi, KY harus bebas, dan bersih dari kepentingan sendiri dan menjauh dari konflik kepentingan sectarian atau primodialisme agama, suku, kepartaian atau kelompok kepentingan tertentu, dengan kata lain Komisi Yudisial tidak boleh menerima suap sebagai unsur intervensi dari kelompok kepentingan.

Berbicara terkait transparansi adalah hal yang sederhana, namun bagi saya transparansi adalah kunci dalam menentukan partisipasi rakyat dalam proses seleksi calon hakim agung, juga merupakan suatu upaya meminimalisir konflik kepeningan. Dalam kaitan dengan transparansi, pemilihan hakim agung tidak hanya urusan elit, tetapi juga merupakan urusan rakyat, demikian kedudukan hakim agung perlu mendapat support dari rakyat, oleh karenanya rakyat perlu dilibatkan dalam proses seleksi hakim agung, megingat kedudukan hakim agung sebagai pelayan public yang menentukan rasa keadilan di Negara ini, maka bentuk keterlibatan atau partisipasi masyarakat dalam seleksi calon hakim agung adalah dengan dibukanya ruang keterlibatan masyarakat dalam menentukan seorang calon hakim agung.

Agar supaya masyarakat terlibat aktif dalam mengikuti seleksi calon hakim agung, maka masyarakat harus mendapatkan atau diberikan informasi yang memadai oleh Komisi Yudisial terkait para calon hakim agung. Dibukanya ruang keteribatan masyarakat dalam menentukan seorang hakim agung adalah wujud dari perwujudan prinsip transparansi yang sangat dijunjung tinggi s dari nilai demokrasi dan Pancasila, namun saya melihat transparansi dalam proses seleksi hakim agung masih sangat jauh dari yang diharapkan,dan  hal ini terlihat dari sangat rendahnya nilai populis dan popularitas calon hakim agung yang lolos seleksi, dengan kata lain banyaknya calon hakim agung tidak dikenal track rekordnya oleh kebanyakan rakyat, bahkan biodata dari masing-masing kandidat jauh dari terpublikasi secara baik sehingga sulit diakses oleh masyarakat umum.

Untuk mengantisipasi tidak populis populernya seorang hakim agung di mata masyarakat maka perlu dipikirkan oleh Komisi Yudisial untuk melakukan poling terhadap calon hakim agung. Poling dilakukan untuk melihat tingkat polularitas dan populisnya seorang calon hakim agung. Demikian melalui poling tersebut dapat kita mengenal lebih jauh tentang track rekordnya calon seorang hakim agung. Kegunaan dari poling ini adalah integritas. Seorang hakim agung harus memiliki integritas, maka, seorang calon hakim agung haruslah bukan seorang calon yang pernah dikeluhkan oleh masyarakat, maka transparansi penting mengingat UU Komisi Yudisial dalam salah satu klausulnya menekankan bahwa Komisi Yudisial harus menerima laporan terkait perilaku hakim dari masyarakat dan masyarakat berhak memberika informasi atau pendapat terhadap calon hakim agung dalam waktu 30  hari terhitung setelah pengumuman daftar nama calon oleh Komisi Yudisial.

Terkait dengan profesionalisme, Komisi Yudisial.harus memahai bahwa proses seleksi hakim agung seluruhnya ada pada kewenangan Komisi Yudisial., akan tetapi Komisi Yudisial. Harus menjalankan seleksi secara professional untuk mendapatkan tenaga hakim agung yang juga professional. Dalam hal ini system perekrutan hakim agung oleh Komisi Yudisial.masih menjadi pertanyaan besar bagi rakyat yang membutuhkan kebenaran, keadilan dan kesejahteraan, maka yang diharapkan adalahKomisi Yudisial.juga harus menghindari money politics, tidak berada dalam tekanan atau desakan kekuatan politik kepartaian atau penguasa, tidak KKN dengan menerima rekomendasi dari kelompok kepentingan tertentu. Dalam hal profesionalisme Komisi Yudisial. harus mengedepankan pribadi-pribadi yang kapabel berdasarkan pengalaman.

Kedudukan hakim agung dalam Mahkamah Agung sangatlah tinggi dan prestisius. Oleh karena itu, proses seleksi calon hakim agung oleh Komisi Yudisial harus dilaksanakan dengan benar dan mengedepankan nilai transparansi, independen, professionalisme dalam melakukan seleksi atministrasi, seleksi kualitas secara on line, seleksi kesehatan dan kepribadian/fit and proper test, serta wawancara terbuka oleh 7 anggota KY dan 2 pakar yang dipilih.

Pemenuhan proseduran pencalonan dari tiap calon hakim agung adalah penting karena hal tersebut berkaitan dengan hukum normatif sehingga tidak boleh disepelekan baik oleh para calon hakim agung maupun oleh Komisi Yudisial,tetapi yang terpenting juga adalah mengenai integritas pribadi sang calon hakim agung, hal yang meliputi integritas meliputi pribadi yang cerdas, matang secara emosional, spiritual, sosial, dan intelektual sehingga mampu bekerja semaksimal mungkin bagi bangsa dan negara dalam menegakan keadilan di Indonesia sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.(***).

 

prolegalnews admin

Tinggalkan Balasan