- Advertisement -
Pro Legal News ID
Nasional

Membangun Tangerang Dalam Persepektif Kriminologi

Mantan Ketua Program Pasca Sarjana Kriminologi Universitas Indonesia, Erlangga Masdiana (rep)

Jakarta, Pro Legal – Sebagai daerah penyangga (buffer zone) dari Ibu Kota Jakarta, daerah Bodetabek (Bogor-Depok-Tangerang dan Bekasi), memiliki karakteristik  tersendiri, yakni tingkat  mobilitas masyarakatnya yang sangat tinggi. Maklum kawasan ini memiliki kelompok masyarakat commuter (pelaju) yang datang dan pergi ke Jakarta hingga jutaan orang perhari.

Mobilitas masyarakat urban yang tinggi itulah membuat tingkat kejahatan yang tinggi di wilayah Bodetabek, baik kejahatan yang masuk kategori kejahatan jalanan (street crime)  maupun kejahatan yang bersifat khusus seperti (white colars crime) atau kejahatan krah putih yang dilakukan oleh kalangan elit dan terpelajar. Karena  wilayah ini banyak  perumahan yang dihuni oleh kelompok masyarakat urban kelas menengah.    

Statistikupun memperlihatkan jika tingkat kejahatan di Tangerang terbilang sangat tinggi.  Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS), terdapat 6.454 kasus tindak kejahatan yang dilaporkan masyarakat ke Polda Banten pada 2020. Dari jumlah itu, baru 3.977 atau 61,62% kasus tindak kejahatan yang sudah diselesaikan. Tindak kejahatan di Banten pada tahun 2020 paling banyak terjadi di Kota Tangerang Selatan, yakni mencapai 1.402 kasus. Kasus kejahatan yang telah diselesaikan di kota tersebut baru 442 kasus atau 31,52%.

Kabupaten Tangerang menempati urutan kedua dengan jumlah kejahatan yang dilaporkan mencapai 1.380 kasus. Disusul oleh Kota Tangerang dengan 953 kasus. Sementara, kejahatan yang terjadi  di beberapa wilayah lain di Banten seperti di Kabupaten Serang dan Kota Serang masing-masing sebanyak 766 kasus dan 674 kasus. Setelahnya ada kabupaten Pandeglang dengan 527 kasus kejahatan yang dilaporkan pada tahun lalu.

Adapun, persentase kasus kejahatan yang telah diselesaikan paling banyak terjadi di Kota Tangerang, yakni 953 kasus atau 100%. Sementara yang terendah berada di Kota Tangerang Selatan hanya 31,53%.

Masih berdasarkan data dari BPS, resiko penduduk menjadi korban tindak kejahatan dapat diukur dengan indikator crime rate. Pada tahun 2020, dari setiap 100.000 penduduk di Banten sebanyak 54 orang beresiko terkena tindak kejahatan. Penduduk di Kota Tangerang Selatan paling beresiko menjadi korban kejahatan, yaitu sebanyak 103 orang dari setiap 100.000 penduduk. Sementara hanya 24 orang yang beresiko menjadi korban tindak kejahatan dari setiap 100.000 penduduk Kabupaten Lebak.

Melihat data BPS tersebut maka tingkat kejahatan di Tangerang masuk kategori sangat memprihatinkan. Maka dalam membangun Tangerang  untuk menciptakan welfare zone/state  (wilayah yang sejahtera),dalam persepektif kriminnologi menurut  Erlangga Masdiana tidak hanya menitikberatkan pada aspek ekonomi semata. Tetapi juga konsep kriminilogi harus dijadikan bagian integral dari blue print yang dibuat pemerintah setempat.

Dalam konsep ini menurut Erlangga yang pernah mencalonkan diri sebagai Wali Kota Tangerang, Pemolisian masyarakat/Polmas (policing community) memiliki fungsi yang sangat sentral untuk menciptakan rasa aman di masyarakat sekaligus mengamankan kegiatan ekonomi di masyarakat. Sehingga terpenuhinya kebutuhan dasar di masyarakat. Dengai konsep itu, semua elemen masyarakat harus turut terlibat dalam upaya menciptakan keamanan di wilayah masing-masing.

Mantan dosen sekaligus Ketua Program Pasca Sarjana Kriminilogi Universitas Indonesia  ini melihat jika tingkat partisipasi massyarakat dalam mendukung konsep Polmas itu masih perlu ditingkatkan. Dan itu menjadi tanggung jawab bersama semua stake houlder seperti Pemda, aparat keamanan,  tokoh masyarakat termasuk anggota masyarakat sehingga tercipta sinergi.(Tim)

 

 

 

 

 

 

 

prolegalnews admin

Tinggalkan Balasan