- Advertisement -
Pro Legal News ID
Tipikor

Mantan Dirkeu Jiwasraya Divonis 20 Tahun Penjara

 

Jakarta, Pro Legal News – Putusan tingkat banding Pengadilan Tinggi (PT) DKI menjatuhkan hukuman 20 tahun penjara terhadap mantan Direktur Keuangan (Dirkeu) PT Asuransi Jiwasraya, Hary Prasetyo. Majelis hakim menyatakan Hary Prasetyo tetap  bersalah atas kasus korupsi terkait pengelolaan keuangan dan dana investasi di PT Jiwasraya.

Putusan tersebut diketahui lebih rendah dari vonis di tingkat pertama atau Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Di mana, di tingkat pertama, Hary divonis hukuman penjara seumur hidup. “Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa tersebut dengan pidana penjara selama 20 tahun dan denda sebesar Rp1.000.000.000, jika denda tidak dibayar diganti dengan pidana penjara selama 4 (empat) bulan,” demikian bunyi putusan yang dikutip dari laman PT DKI Jakarta, Kamis (25/2/2021).

Putusan di Pengadilan Tinggi DKI tersebut menyatakan menguatkan putusan pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 31/Pid.Sus-TPK/2020/PN.Jkt.Pst tanggal 12 Oktober 2020. Namun, hakim mengubah terkait lamanya pidana yang dijatuhkan kepada Hary Prasetyo.”Menyatakan terdakwa Hary Prasetyo tersebut diatas telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana ‘Korupsi Secara Bersama-sama’,” mengutip putusan PT DKI.

Seperti diketahui, putusan dengan perkara nomor: 3/PID.TPK/2021/PT DKI ini diadili oleh Hakim Ketua Haryono dan anggotanya masing-masing yakni, Sri Andini; H Mohammad Lutfi; Lafat Akbar dan Reny Halida Ilham Malik. Sedangkan Panitera Penggantinya yakni, Waluyo.

Dalam pertimbangannya, majelis hakim banding menyatakan bahwa pidana penjara seumur hidup yang diberikan oleh pengadilan tingkat pertama kurang memenuhi tatanan teori pemidanaan yang dianut dalam sistem hukum di Indonesia. Oleh karena itu, PT DKI tidak sependapat dengan vonis di pengadilan tingkat pertama.

Di mana, hakim banding yang memutus perkara ini berpendapat, suatu keputusan harus bisa menjadi instrumen koreksi dalam pribadi Pelaku/Terdakwa/Terpidana serta merupakan jawaban dari keadilan responsif bagi masyarakat terutama menuju perbaikan tatanan moral dan tatanan sosial.

Dalam pertimbangan putusan disebutkan bahwa tujuan pemidanaan tidak semata-mata merupakan pembalasan dengan segala konsekuensi keterbatasan ruang dan lingkungan, rasa malu dan pengekangan bagi si terpidana.”Namun di sisi lain juga untuk memberi pembinaan yang berbasis pada pendidikan moral, intelektual dan kesadaran hukum karena setiap orang harus dipandang sebagai makhluk Tuhan yang berpotensi bisa diperbaiki, dibina, dan dikembalikan kepada kehidupan bermasyarakat dan bersosial serta diharapkan dapat beradaptasi dengan lingkungan sosialnya,” ucap hakim mengutip amar putusan. (Jn)

prolegalnews admin

Tinggalkan Balasan