Jakarta, Pro Legal– Lembaga Indonesia Memanggil (IM57+) Institute menantang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut dugaan gratifikasi berupa fasilitas jet pribadi yang dinikmati oleh putra Presiden Joko Widodo yakni Kaesang Pangarep dan istrinya Erina Gudono.
Menurut Ketua IM57+ Institute M. Praswad Nugraha, kasus tersebut menjadi pembuktian bagi KPK apakah dapat bekerja secara independen atau tidak. “Buktikan KPK tidak di dalam kontrol ‘remote’ istana,” ujar Praswad melalui keterangan tertulis, Kamis (29/8).
Praswad yang meruapakan mantan penyidik KPK yang disingkirkan lewat asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) dalam rangka alih status menjadi ASN ini mendesak lembaga antirasuah untuk tidak diskriminasi dalam menangani laporan ataupun informasi yang berkembang di masyarakat.
Sebab menurutnya, semua orang berkedudukan setara di hadapan hukum. “Tidak boleh ada satu orang pun di negara ini yang mendapatkan keistimewaan di depan hukum, periksa Kaesang dan Erina Gudono sekarang juga,” ujar Praswad.
Lebih lanjut, ia juga meminta KPK mengusut taipan Singapura dalam polemik penggunaan jet pribadi oleh Kaesang dan Erina ke Amerika Serikat (AS). Bisnis-bisnis taipan dimaksud di Indonesia, juga harus didalami apakah ada konflik kepentingan atau tidak. “Bila terbukti ada konflik kepentingan, maka patut diduga ada praktik gratifikasi dalam pemberian fasilitas jet pribadi untuk jalan-jalan ke Amerika bagi saudara Kaesang dan Erina Gudono,” ujar Praswad.
Sementara Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman dan Dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubaidilah Badrun telah melaporkan Kaesang ke KPK atas dugaan penerimaan gratifikasi berupa fasilitas jet pribadi. Laporan dilayangkan pada Rabu (28/8).
Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto menjelaskan pihaknya diberi wewenang untuk menangani kasus dugaan korupsi termasuk gratifikasi yang melibatkan penyelenggara negara ataupun pegawai negeri.
Dalam kasus ini, ia mengatakan tim dari Direktorat Pengaduan Masyarakat (Dumas) dan Ditektorat Gratifikasi akan melakukan penelaahan lantaran Kaesang berada di keluarga yang merupakan penyelenggara negara.
Tessa memastikan pihaknya akan bekerja dengan hati-hati dan sesuai kerangka hukum sehingga tidak ada pihak yang dirugikan. Penerimaan gratifikasi merupakan salah satu bentuk tindak pidana korupsi.
Terdapat ancaman pidana bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara yang tidak melaporkan gratifikasi yakni pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun, dan pidana denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.
Namun, penerimaan gratifikasi dapat tidak dianggap sebagai perbuatan pidana apabila dilaporkan ke KPK paling lambat 30 hari kerja terhitung sejak gratifikasi diterima. “Siapa tahu dalam waktu 30 hari ini yang bersangkutan dengan sukarela memberikan laporan kepada KPK bahwa ‘ini loh saya menggunakan fasilitas ini sah dan segala macam’. Ini kan masih memungkinkan. Jadi, kita tunggu saja sama-sama,” ujar Tessa.(Tim)