- Advertisement -
Pro Legal News ID
Ekonomi Bisnis

Kemenperin Dorong Industri Daur Ulang di Sektor Otomotif

Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto saat Seminar Nasional Kesiapan Sumber Daya Manusia Industri Manufaktur Menghadapi Revolusi Industri 4.0 di SMK Ananda Mitra Industri Deltamas di Cikarang, Jawa Barat, Rabu (6/2).

Jakarta, Pro Legal News – Kementerian Perindustrian (Kemenpwrin) mendorong implementasi industri daur ulang atau recycle industry untuk sektor otomotif. Langkah ini dinilai mampu mendongkrak daya saing ekspor manufaktur Tanah Air, sekaligus bisa berkontribusi dalam menerapkan circular economy yang menjadi bagian dari industri 4.0.

“Sekarang 73 persen ekspor kita ditopang dari industri manufaktur dan sektor otomotif menjadi salah satu andalan,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto saat Seminar Nasional Kesiapan Sumber Daya Manusia Industri Manufaktur Menghadapi Revolusi Industri 4.0 di SMK Ananda Mitra Industri Deltamas di Cikarang, Jawa Barat, Rabu (6/2).

Pada Januari – September 2018, jumlah ekspor mobil utuh (completely built up/CBU) mencapai 187.752 unit. Angkanya naik 10,4 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.

Sedang ekspor sepeda motor dari Indonesia, pada 2018 naik melejit  hingga 46,3 persen menjadi 575.000 unit. Ekspor sektor otomotif diperkirakan terus naik seiring rencana diterapkannya kebijakan fiskal, seperti harmonisasi tarif dan revisi besaran Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).

Melihat perkembangan itu,  Menperin mengajak para pelaku industri otomotif nasional agar terus meningkatkan daya saingnya. Pelaku industri harus bersinergi mengusung ekonomi berkelanjutan melalui daur ulang yang salah satunya plastic recycle.

Tren saat ini, komponen besar dalam kendaraan seperti, bumper, fender dan dashboard pada mobil tidak lagi menggunakan stainless steel, tetapi menggunakan kandungan plastik.

Ajakan Menperin Airlangga sekaligus untuk mengakomodasi standar-standar keberlanjutan dari 10 prioritas nasional di dalam inisiatif Making Indonesia 4.0. “Plastik itu bukan sampah, dari segi cost plastik adalah bahan baku yang relatif lebih kompetitif dibanding yang lain karena menyerap emisi lebih rendah,” kata Airlangga.

Aapabila industri otomotif menggunakan virgin plastic menurut Airlangga, biaya produksi akan lebih mahal. Terlebih apabila dengan impor virgin plastic, kebutuhan devisa akan menjadi lebih tinggi.

Saat ini Indonesia baru mampu memproduksi satu juta ton virgin plastic, padahal kebutuhannya mencapai lima juta ton. “Karena itu pemerintah mendorong yang namanya circular economy. Ini bagian juga dari industri 4.0,” tegasnya.

Menperin menilai, kapasitas daur ulang plastik di Tanah Air masih jauh dari standar, padahal masih bisa ditingkatkan. Saat ini, di dalam negeri baru mampu mendaur ulang 12,5 persen dari standar industri yang seharusnya yakni 25 persen.

Dijelaskan Airlangga, konsep ekonomi berkelanjutan dinilai dapat meningkatkan nilai tambah di dalam negeri. “Circular economy itu penting dan menjadi kunci daya saing industri ke depan. Semakin banyak recycle industry, semakin kompetitif,” tuturnya.

Sementara itu, salah satu implementasi industri daur ulang di sektor otomotif yang sudah berjalan adalah pembuatan blok mesin. Sebanyak 80 persen sudah menggunakan material daur ulang. “Karena aluminum alloy itu masuk recycle material. S saya tegaskan kembali bahwa recycle industry ini adalah sesuatu yang harus dilakukan, jadi tidak perlu khawatir,” imbuh Airlangga.

Apabila dilihat dari persektoral, aluminium sendiri sudah menjadi salah satu yang circular economy-nya tinggi, yakni sudah di atas 70 persen. Sebab, komponen kendaraan yang menggunakan bahan recycle aluminium,  seperti blok mesin dan pelek mobil lebih kompetitif dan memiliki daya saing tinggi.  “Kalau misalnya industrinya harus 100 persen virgin aluminum, mobil tidak akan ada yang kompetitif.  Cost-nya akan tinggi,” jelas Airlangga.

Agar terus meningkatkan daya saing, konsep ekonomi berkelanjutanini tak hanya untuk aluminium dan plastik saja.  Baja yang merupakan salah satu komponen utama dalam bodi mobil bisa didaur ulang melalui scrap. “Makanya, industri recycle ini terus kami dorong. Bahkan, di dalam WEF kemarin, didorong pula circular economy untuk perbankan. Jadi perbankan untuk mendukung circular economy,” jelasnya.

Subtitusi impor

Airlangga menambahkan, ekonomi berkelanjutanini merupakan salah satu upaya pemerintah dalam mengimplementasikan kebijakan substitusi impor yang menjadi prioritas Kementerian Perindustrian di tahun 2019. Karenanya sebisa mungkin bahan baku yang tadinya impor, dibuat di dalam negeri. “Sekarang pemerintah sudah memakai formula untuk mengurangi impor adalah substitusi impor.  Untuk mendorong ekspor dengan meningkatkan investasi berorientasi ekspor,” tegas Airlabgga lagi.

Dengan formula yang diterapkan tersebut, diharapkan terjadi loncatan pertumbuhan ekonomi nasional yang signifikan. Karena, kata Airlangga, target Making Indonesia 4.0 adalah capaian 10 besar perekonomian terkuatdi dunia pada tahun 2030.

Untuk meningkatkan investasi yang berorientasi ekspor lanjut Airlangga pemerintah menggenjot melalui keringanan pajak antara lain tax holiday dan super deductible tax atau pengurangan pajak di atas 100 persen. “Insentif fiskal ini akan diberikan kepada industri yang terlibat dalam program pendidikan vokasi serta melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan (litbang) untuk menghasilkan inovasi,” tegas Airlangga.

Penerapan super deductible tax sejalan dengan inisiatif di dalam peta jalan Making Indonesia 4.0. Artinya, pemberian fasilitas ini selain melengkapi insentif fiskal tax allowance dan tax holiday, akan mengakselerasi industri manufaktur nasional agar siap menuju revolusi industri 4.0.

“Insentif pajak ini juga diberikan guna mempercepat peningkatan kompetensi sumber daya manusia (SDM) Indonesia dalam menyongsong revolusi industri keempat. Untuk bertransformasi ke era industri digital dibutuhkan reskilling agar mereka mampu berkompetisi,” paparnya.

Pengembangan SDM terampil merupakan salah satu strategi guna menangkap peluang bonus demografi yang akan dialami Indonesia pada tahun 2020-2030. Tumbuhnya jumlah angkatan kerja yang produktif ini dapat menggenjot kinerja ekonomi nasional.

Kemenperin telah menggulirkan berbagai program pendidikan dan pelatihan vokasi dalam menuju era industri 4.0. Misalnya, pendidikan vokasi yang link and match antara industri dengan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).

Sedangkan untuk pengembangan SDM di politeknik, Kemenperin punya program skill for competitiveness (S4C) yang bekerja sama dengan Swiss dalam menerapkan pendidikan sistem ganda (teori dan praktik). ADV

prolegalnews admin

Tinggalkan Balasan