ProLegalNews.com
Kementerian Sosial Republik Indonesia kini memiliki safety guard, yang menjadi garda terdepan dalam penangulangan bencana. Dalam usia yang ke 13, Taruna Siaga Bencana (TAGANA) terbukti semakin handal dan profesional.
Selama enam bulan terakhir Indonesia terus dirundung bencana. Setiap hari media nasional selalu dihiasi dengan pemberitaan yang menyedihkan tentang terjadinya bencana yang tersebar dari Sabang hingga Merauke.
Banjir bandang, longsor hingga gempa bumi terus mendera bumi pertiwi. Berdasarkan data dari Direktorat Perlindungan Sosial Korban Bencana Alam (PKSBA), Kementerian Sosial, selama periode Januari-Maret 2017 ini saja tercatat setidaknya,35 kali terjadi gempa bumi, 47 kali banjir, 15 kali longsor, dan 12 kali bencana putting beliung serta sekali erupsi hingga 5 kali kebakaran.
Dampak dari berbagai bencana itu mengakibatkan kerugian moril dan materiil yang nyaris tak terhitung. Selama periode itu pula jumlah warga yang harus hidup di pengungsian mencapai 5963 jiwa, bahkan pada bulan Februari 2017 membengkak menjadi 38390 jiwa. Berbagai infratruktur seperti jalan dan jembatan banyak yang hancur. Sehingga kerugian materiil sebagai dampak dari berbagai bencana itu diprediksi mencapai angka triliunan rupiah.
Beragamnya jenis bencana itu tidak terlepas dari munculnya fenomena anomaly iklim seperti el nina, serta karakteristik topografi Indonesia yang memiliki banyak gunung berapi (ring of fire). Kondisi itu mengakibatkan sering terjadinya bencana tanah longsor, karena curah hujan yang tinggi, sementara struktur tanah di berbagai daerah pegunungan serta perbukitan cenderung labil. Contoh teraktual adalah banjir bandang Bima, Januari lalu serta banjir dan longsor di Limapuluh Kota.
Menariknya, dalam setiap tragedy bencana kini seketika muncul relawan kemanusiaan yang secara sigap dan tangkas membantu para korban bencana. Para relawan itu terlihat sangat terampil dan cekatan dalam menanggulangi bencana. Mereka terlihat sangat terlatih dan profesional.
Relawan yang menggunakan uniform (seragam) coklat itu adalah Taruna Siaga Bencana (TAGANA) yang dibentuk oleh Kementerian Sosial di Direktorat Perlindungan Jaminan Sosial (Linjamsos). Kesigapan TAGANA dalam menanggulangi bencana itu tidak terlepas kecerdikan mereka dengan menggunakan perangkat radio amatir, RAPI (Radio Antar Penduduk Indonesia), sehingga mereka bisa mendeteksi secara dini daerah-daerah yang rawan bencana. Sekaligus segera melakukan persiapan untuk evakuasi para korban.
Uniknya, para relawan itu tidak memiliki batas-batas primor- dial dan profesi. Mereka berasal dari berbagai kalangan dan profesi yang bekerja secara bahu membahu murni demi kemanusiaan. Semenjak dibentuk oleh Hanindito, 24 Maret 2004 lalu hingga saat ini jumlah relawan itu telah mencapai 41.433 personil yang tersebar di seluruh Indonesia.
Sebelum terjun melakukan evakuasi, mereka memperoleh pelatihan khusus tentang dasar-dasar serta Standart Operation Procedur (SOP) dalam melakukan evakuasi korban. Meski TAGANA merupakan satuan non organik di Kementerian Sosial tetapi profesionalisme dan kehandalan serta dedikasi mereka telah terbukti. Bukti teraktual adalah kecakapan mereka dalam mem- bantu korban banjir bandang di Bima, Nusa Tenggara Barat ( N T B ) Januari lalu. Mereka bisa dengan sigap dan menyakinkan warga untuk membantu para korban bencana bandang. Walapun para relawan itu harus mengorbankan waktu buat keluarga mereka sendiri.
Keberadaan TAGANA sangat membantu unit-unit lain di Kementerian Sosial dalam membantu korban bencana terutama penanganan korban pasca bencana. Dalam menangani korban bencana Kemensos tidak berhenti sebatas evakuasi korban. Tetapi yang tak kalah penting adalah penanganan pasca bencana terutama untuk proses rehabilitasi baik fisik maupun mental.
Untuk proses rehabilitasi para korban, Kemensos telah memiliki beberapa langkah khusus ( special treatment). Seperti misalnya, trauma healling, team building serta konseling terutama untuk korban yang berusia lanjut. Tak jarang bencana itu meninggalkan trauma yang panjang bagi para korban. Untuk itu Kemensos telah menyiapkan langkah-langkah khusus. Seperti penanganan pasca trauma, post trauma disorder (PTSD).
Bahkan Kemensos juga memberikan santunan khusus berupa tunjangan hidup terhadap para korban bencana. Besaran nilai bantuan itu disesuaikan dengan kebutuhan fisik minimum (KFM) sesuai dengan biaya hidup di lingkungan tersebut. Bantuan kebutuhan hidup itu diberikan, hingga mereka bisa kembali melakukan aktivitas secara normal.
HUT Yang Ke 13
Tanggal 24 Maret 2017 lalu TAGANA merayakan hari jadinya yang ke 13. HUT TAGANA itu dilaksanakan di Pulau Pramuka, Kab Administrasi Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Meski berlangsung secara sederhana acara itu sarat dengan makna. Dalam acara itu hadir, Menteri Sosial, Khofifah Andar Parawansa, Plt Gubernur DKI Jakarta, Soemarsono, Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan, Gubernur Jawa Timur, Soekarwo, Gubernur DI Jogjakarta, Sultan Hamengku Buwono ke X, Gubernur Gorontalo, Bupati Kep Seribu, Bupati Musi Rawas, RAPI serta sekitar 40 wartawan media cetak dan elektronik.
Acara HUT yang diikuti oleh sekitar 1000 relawan TAGANA yang berasal dari 34 provinsi itu diisi dengan berbagai kegiatan seperti, Bimbingan Teknis Sahabat TAGANA, Kampung Siaga Bencana, Training of Training Managemen Pengungsi, Training of Training Logistik, Penanda Tangan Sejumlah Nota Kepahaman serta Bahkti Sosial dan pemberian sejumlah penghargaan.
Dalam sambutannya, Dirjen Linjamsos, Kemensos Harry Hikmat menuturkan jika salah satu tujuan dalam acara HUT TAGANA itu adalah untuk menguatkan organisasi TAGANA dalam proses penanggulangan bencana. Harry juga menambahkan jika Kemensos memberikan apresiasi yang tinggi terhadap para relawan TAGANA yang telah dengan suka rela berpartisipasi untuk membantu para korban bencana alam di seluruh Indonesia. TIM