Jakarta, Pro Legal News– Kejaksaan Agung memeriksa Direktur Utama PT Citilink Indonesia, Juliandra Nurtjahjo terkait dugaan tindak pidana korupsi proses pengadaan pesawat pada Kamis (17/2).
Sementara dalam waktu yang hampir bersamaan, Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) perusahaan pelat merah itu juga memutuskan untuk mencopot Juliandra dari posisinya sebagai direktur utama.”Saksi yang diperiksa antara lain, J selaku Direktur Utama PT Citilink Indonesia,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Leonard Eben Ezer Simanjuntak kepada wartawan.
Menurut Leonard, penyidik mendalami terkait mekanisme pengadaan pesawat udara saat memeriksa Juliandra. Selain itu, Kejagung juga memanggil Vice President Corporate Secretary Garuda Indonesia tahun 2015 berinisial RAR sebagai saksi untuk diperiksa kemarin.
Leonard juga menambahkan, pemeriksaan tersebut dilakukan guna mendapatkan fakta hukum terkait proses dugaan korupsi dalam pengadaan pesawat di PT Garuda Indonesia (Persero) pada periode 2011-2021. “Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri guna menemukan fakta hukum,” ujarnya.
Komisaris Utama Citilink Prasetio mengatakan bahwa Juliandra digantikan oleh Dewa Kadek Rai untuk menjabat sebagai Direktur baru. Perubahan susunan strategis ini diklaim sebagai bentuk menjadikan Citilink maskapai yang lebih inovatif di tengah tantangan pandemi Covid-19 saat ini. “Perubahan kepengurusan perusahaan tersebut selaras dengan fokus kinerja Citilink sebagai bagian dari Garuda Indonesia Group untuk semakin adaptif dan berdaya saing dalam menjawab tantangan kinerja usaha di era kenormalan baru,” ucap Prasetio dalam keterangan tertulis, Jumat (18/2).
Seperti diketahui, sebelumnya, Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah mengatakan bahwa hasil penghitungan sementara dalam proses penyewaan yang diusut, negara merugi hingga Rp3,6 triliun.
Febrie menjelaskan bahwa penyidik Kejagung saat ini berfokus untuk mengusut pengadaan pesawat ATR dan Bombardir oleh Garuda. Perusahaan pelat merah itu melakukan penyewaan dan pembelian pesawat. Oleh sebab itu, jumlah dugaan kerugian keuangan negara yang besar itu membuat penyidik menggarap kasus dengan cara pandang pengembalian kerugian ke kas negara. Salah satunya, lewat penyitaan aset-aset milik tersangka ataupun yang berkaitan dengan kasus tersebut.(Tim)