Perkembangan kasus penyiraman air keras terhadap penyidik senior KPK, Novel Bawesdan terkesan kembang kempis. Persoalan profesionalisme atau politicall action yang gamang.
Dalam satu semester terakhir, Polri telah mencatat prestasi yang gemilang. Laskar Bhayangkara itu telah berhasil mengungkap sejumlah kasus besar seperti pemberantasan terorisme, pengungkapan kasus penyelundupan 1 ton serta 3 kuintal shabu dari Tiongkok. Hingga pengungkapan kasus yang memperlihatkan kemampuan intel Polri yang canggih seperti kasus perampokan dan pembunuhan di Jalan Daan Moogot dan perampokan serta pembunuhan di Karawaci, Tangerang.
Padahal dalam dua kasus perampokan itu bukti awal yang dimiliki Polri terbilang minim. Namun hanya dalam hitungan hari, Polri berhasil menggulung komplotan perampok itu. Bahkan beberapa diantaranya tewas karena diberii timah panas oleh Polri. Pendeknya, kemampuan Polri dalam mengungkap kasus tindak kriminal tidak diragukan lagi.
Namun cerita kehebatan Polri itu seakan hilang ketika Polri harus mengungkap kasus penyiraman air keras terhadap penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hingga saat ini perkembangan kasus tersebut terkesan terkatung-katung. Meskipun puluhan saksi telah diperiksa oleh penyidik Polri. Bahkan secara berkelakar, Kabareskrim Mabes Polri, Komjen Ari Dono Soekamto mengakui jika perkembangan kasus itu cukup lambat, “Oh ada (perkembangan) kasus itu, kembang kempis,” ujarnya seraya tertawa kepada sejumlah wartawan, di Gedung Bareskrim KKP, Jalan Merdeka Timur, Selasa (8/8).
Padahal kasus ini memiliki atensi khusus dari Presiden Joko Widodo kepada Kapolri, Jenderal Tito Karnavian yang meminta agar kasus ini segera bisa diungkap dengan tuntas. Selain telah memeriksa 59 saksi, Polri bersama dengan KPK telah beberapa kali melakukan pra rekonstruksi, toh juga tidak membuat kasus ini mengalami perkembangan yang signifikan. Ironisnya, Polri juga sempat meminta bantuan dari AFP (Polisi Australia) untuk memeriksa 3 CCTV yang ada di sekitar rumah Novel Bawesdan di bilangan Kelapa Gading, Jakarta Utara. Namun hasilnya sami mawon belum ada petunjuk untuk mengungkap siapa pelaku penyiraman air keras yang mengakibatkan mata kiri Novel tiidak bisa berfungsi secara normal
Hasil pemeriksaan CCTV itu dijadikan dasar untuk membuat sketsa wajah pelaku yang saat melakukan aksinya menggunakan motor matic. Sketsa itupun telah disebar keseluruh Polres yang ada di Indonesia. Namun hasilnya tetap nihil, meski Polri telah mengklaim mengetahui pelaku penyiraman. Tetapi hasilnya tetap gelap.
Kasus ini menjadi semakin misterius, apalagi seusai pernyataan Novel ketika diwawancarai oleh media asing, kala itu Novel menyatakan jika ditengarai dibalik aksi teror yang menimpanya itu ada sosok seorang jenderal yang menjadi aktor intelektualnya. Pernyataan Novel itu menjadi situasi kian runyam. Pertanyaanya siapakah jenderal yang merasa terusik dengan tindakan KPK terutama Novel yang menjadi penyidik senior, sehingga dia mau menyuruh orang untuk meneror Novel yang menganggap jika koruptor adalah teroris yang sesungguhnya.
Maka terkatung-katungnya kasus Novel ini menjadi pertaruhan profesionalisme Polri dalam mengungkap persoalan. Apalagi sesuai dengan sinyalemen Novel, ada kemungkinan jenderal yang ditengarai itu adalah jenderal yang memiliki akar pengaruh sangat kuat di tubuh Polri. Sinyalemen terjadinya tarik ulur di tubuh Polripun tak terhindarkan. Apalagi kini berkembang wacana pembuatan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF). Uniknya pihak Polripun merasa keberatan dengan rencana tersebut dengan menyatakan jika pembuatan TGPF itu belum perlu.
Sehingga kemungkinan kasus ini bisa terungkap dengan tuntas juga masih menjadi tanda tanya besar. Sekaligus menyisakan pekerjaan rumah buat Kapolri untuk bisa mengungkap tuntas persoalan tersebut serta menjawab rasa penasaran masyarakat. tim