Kabareskrim Polri Komjen Pol Ari Dono
Jakarta, ProLegalNews.Com
Perjalanan kasus korupsi Kondensat senilai Rp 35 triliun seperti sebait ironi. Dulu publik dibuat heboh dan terkagum-kagum dengan gebrakan Kabareskrim Mabes Polri saat itu, Komjen Pol Budi Waseso yang mengungkap sejumlah kasus besar dan salah satunya adalah kasus korupsi kondensat. Namun kini kasus itu mangkrak di Jalan Trunpjoyo. Tenggelamnya kasus kondensat itu akan memperbuuruk wajah Polri.
Mangkraknya kasus mega korupsi kondensat dengan kerugian negara hingga Rp 35 Triliun di Badan Reserse Kriminal (Barekrim) Polri semakin memperburuk wajah polisi dalam pemberantasan korupsi. Hal itu disampaikan Direktur Eksekutif Instaitute for Strategic and Indonesian Studies (ISIS) Kisman Latumakulita kepada wartawan, Rabu (13/12). “Kasus korupsi Kondensat Rp 35 triliun ini mangkrak sudah dua tahun lebih, yaitu sejak Juni 2015. Lembaga kepolisian seperti disandera oleh kekuatan-kekuatan tertentu,” kata Kisman.
Menurut Kisman, kasus kondensat tertutup dengan mega skandal KTP elektronik (e-KTP) yang menyeret Ketua DPR Setya Novanto, dengan nilai kerugian Rp 2,5 triliun. Publik dibuat lupa ada skandal mega korupsi kondensat yang lebih besar mangkrak di Bareskrim Polri. Kisman juga menambahkan jika skandal korupsi kondensat ini bisa dikatakan memiliki nilai kerugian tertinggi, terbesar dan terdahsyat selama negeri ini merdeka 71 tahun silam. “Harusnya Bareskrim Polri tidak berdiam diri dengan kasus korupsi kondensat ini. Publik dan pegiat anti korupsi bisa membuat penafsiran negatif kepada Bareskrim. penegakan hukum hanya tajam kepada rakyat jelata, tetapi tumpul kepada kaum berduit,” sindir Kisman.
Penyidikan skandal dugaan korupsi Rp 35 triliun ini sudah berlangsung dua tahun silam, sejak 2015 ketika Kabareskrim dijabat oleh Komjen Polisi Budi Waseso. Namun, sampai sekarang Kabareskrim sudah dijabat tiga orang selain Budi Waseso, yaitu Komjen Pol Anang Iskandar dan Komjen Aridono Sukamanto.
Bareskrim telah melakukan penggeledahan di Kantor BP Migas dan menetapkan Raden Priyono dan Honggo Hendratmo sebagai tersangka. Keduanya juga sudah ditahan beberapa bulan. “Sampai dengan para tersangkanya keluar dari penjara bareskrim Polri, kasus mega korupsi kondensat ini tidak pernah sampai ke pengadilan,” kata Kisman.
Kisman menekankan, tidaklah berlebihan bila publik dan pegiat anti menduga mangkraknya kasus mega korupsi Rp 35 triliun ini akibat intervensi dari tangan-tangan kekuatan dari kuasa gelap yang bersembunyi dengan nyaman di lingkaran Presiden dan Istana Negara.
Padahal Presiden Joko Widodo pernah menyatakan gerah dengan lambannya aparat penegak hukum dalam penindakan kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) dikaitkan dengan lambannya Bareskrim Polri mengungkap kasus dugaan pencucian uang penjualan kondensat jatah negara. Saat itu dalam rapat terbatas di Kantor Presiden, Jokowi meminta aparat penegak hukum bersinergi memerangi tindak pidana itu. Jokowi pun meminta agar Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Kepolisian, Kejaksaan, dan Dirjen Pajak ditingkatkan, berkoordinasi jika ada dugaan dan pencucian uang.
Kasus kondensat menyeret mantan pejabat BP Migas (Raden Priyono dan Djoko Harsono) dan mantan Dirut PT Trans Pacific Petrochemical Indotama alias TPPI (Honggo Wendratno) dan merugikan negara mencapai Rp 35 triliun. “Ketika Presiden berikan sinyal seperti itu, pasti ada proses hukum yang dianggap tidak berjalan secara optimal. Itulah pemicu pernyataan Presiden terhadap institusi penegak hukum,” kata anggota Komisi III DPR, Sarifuddin Sudding kala itu untuk menanggapi pernyataan Presiden Jokowi.
Menurut Sudding saat itu, keberanian Bareskrim untuk secepatnya membongkar kasus TPPU Kondensat bisa menjadi pintu masuk untuk membongkar kasus yang juga melibatkan orang-orang besar saat tindak pidana itu terjadi. “Memang harus dilakukan pengusutan ke arah situ. Tindak pidana money laundering itu harus ada pidana asalnya,” jelas dia.
Anggota Komisi III lainnya, Taufiqulhaq kala itu mengatakan, pihaknya akan mempertanyakan Kapolri atas lambannya penanganan kasus TPPU penjualan kondensat dalam rapat kerja usai reses DPR. Politisi Nasdem ini akan menanyakan apakah ada kongkalikong atau tidak dalam penanganan pencucian uang kasus penjualan kondensat.
Sementara itu, sebelumnya Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyatakan ada kerugian negara sebesar Rp 35 triliun atas penjualan Kondensat SKK Migas kepada PT TPPI. Bareskrim mencium adanya unsur pencucian uang dalam kasus tersebut.Bahkan, Bareskrim di era Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus, Brigjen Victor Edison Simanjuntak, telah menyita dan memblokir 26 sertifikat dalam bentuk tanah dan bangunan pada 2015 lalu. Aset-aset yang disita itu tersebar di Jakarta Selatan, Bogor, dan Depok. Semua aset itu disita khusus terkait dugaan TPPU di kasus Kondensat TPPI-SKK Migas.
Ironisnya, hingga saat ini penanganan kasus korupsi kondensat itu masih jalan ditempat.(tim)