Kepala Dinas Kehutanan kaltim Wahyu Widhi Heranata saat melakukan penanaman pohon di Kebun Raya Balikpapan
Samarinda, Pro Legal
Kelompok Kerja (Pokja) Perhutanan Sosial hari ini hadir secara resmi di Kalimantan Timur. “Sekretariat ini adalah peluang besar bagi pemerintah daerah untuk bersinergi dengan para mitra,” ujar Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Timur Wahyu Widhi Heranata saat meresmikan sekretariat Kelompok Kerja Perhutanan Sosial Kalimantan Timur di Samarinda, Selasa, 30 Januari 2018. Perhutanan Sosial adalah program prioritas pemerintah dalam pengelolaan hutan lestari. Ada lima skema pengelolaan dalam perhutanan sosial yaitu, hutan adat, hutan tanaman rakyat, hutan desa, hutan kemasyarakatan, dan kemitraan. Pemerintah pusat menargetkan ada 12,7 juta hektar perhutanan sosial bisa dicapai pada 2020 dan Kalimantan Timur mendapatkan alokasi sebesar 660.782 hektar.
Kelompok Kerja Perhutanan Sosial di Kalimantan Timur dibentuk pada tahun 2016 untuk percepatan capaian target tersebut. Pokja ini mennggandeng sejumlah mitra pembangunan antara lain Kawal Borneo Community Foundation, World Wildlife Fund Indonesia, The Nature Conservancy Indonesia, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Kaltim, Yayasan Bumi, Komunitas Konservasi Indonesia, GIZ, TFCA Kalimantan, Perkumpulan PADI Indonesia, Yayasan Menapak, Yayasan Biosfer Manusia, Badan Kesejahteraan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia, Kesatuan Pengelolaan Hutan Indonesia, Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pembangunan Desa, Dinas Peternian dan Dinas Peternakan. “Hanya di Kalimantan Timur, kami mengajak BKKBN dalam Pokja Perhutanan Sosial,” ujar Wahyu Widhi. Keterlibatan BKKBN bertujuan untuk menciptakan keluarga yang berkualitas di wilayah perhutanan sosial. “Kalau masyarakatnya sudah sejahtera, keluarganya juga harus berkualitas, ilmunya itu ada di BKKBN,” ujarnya.
Selama dua tahun, sejumlah capaian sudah diraih. Kalimantan Timur sekarang sudah memiliki 103 ribu hektar perhutanan sosial atau sudah mencapai 15,7 persen dari total target. “Kita masih ada pekerjaan rumah sekitar 85 persen-an di 2020,” ujar Direktur Kawal Borneo Community Foundation Mukti Ali dalam kesempatan yang sama. Capaian perhutanan sosial tersebut tersebar di 34 Desa se-Kalimantan Timur, dengan komposisi 18 hutan desa, 2 hutan kemasyarakatan, 8 hutan tanaman rakyat 5 kemitraaan dan 1 hutan adat. “Semua itu didampingi oleh anggota Pokja Perhutanan Sosial,” kata Mukti. Pendampingan perhutanan sosial oleh anggota Pokja mulai dari pembuatan rencana kerja hingga integrasi perhutanan sosial ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa.
Pokja menargetkan di tahun ini bisa menambah sekitar 200 ribu hektar lagi wilayah perhutanan sosial. Rinciannya adalah 23 hutan adat, 7 hutan desa dan 2 kemitraaan. “Mudah-mudahan bisa dicapai tahun ini,” ujar Mukti. The Nature Conservancy Indonesia tengah mendampingi masyarakat Wehea untuk proses legalitas hutan Adat Wehea. Keberadaan hutan adat Wehea yang sekarang masih berstatus hutan lindung seluas 38 ribu hektar penting sebagai bagian dari konservasi orangutan dan juga sumber kehidupan masyarakat dayak Wehea. Hasil Population and Habitat Viability Assessment Orangutan (PHVA) 2016 untuk Kalimantan Timur menunjukkan bahwa kondisi habitat yang masih baik ditemukan kawasan bentang alam Kutai-Bontang dan bentang alam Wehea-Kelay serta Sungai Lesan.
Manajer Senior The Nature Conservancy Indonesia untuk Provinsi Kalimantan Timur Niel Makinuddin mengatakan bahwa konservasi dan kesejahteraan masyarakat bisa berjalan melalui skema perhutanan sosial. Hutan Wehea adalah salah satu bukti bahwa pengelolaan hutan oleh masyarakat tak hanya meningkatkan ekonomi tapi ternyata mampu menjaga habitat spesies penting yaitu orangutan. “Perhutanan sosial adalah legalitas pengelolaan hutan oleh masyarakat yang menunjukkan bahwa pemerintah hadir di tingkat tapak,” ujar Niel. Altazri