Jakarta, Pro Legal- Saat melakukan kunjungan ke Indonesia untuk menghadiri KTT ASEAN, awal September lalu, Sekjen PBB, Antonio Gutteres melontarkan pujiannya, jika Indonesia mampu mempertahankan NKRI karena berbekal filosofie grondslag, Pancasila. “Bhinneka Tunggal Ika, kesatuan dalam keberagaman, bukan hanya moto nasional Indonesia. Ini adalah kunci untuk membangun masa depan yang lebih baik bagi kita semua,” ujar Guterres saat melakukan konferensi pers di Media Center KTT ASEAN 2023, Jakarta (7/9).
Tetapi pujian itu menurut Direktur Kajian Poleksosbudkum Cakra Emas Syndicate, Gugus Elmo Rais sebagian pujian yang satire dan ironi. Karena menurutnya pemahaman dan pengamalan Pancasila saat ini justru berada pada titik nadir. Justru tingkat pemahaman dan pengamalan generasi milenial atau yang lebih dikenal sebagai Gen Z, berada pada tingkat yang sangat memprihatinkan. Salah satu indikatornya adalah hasil survey dari Setara Institute yang menyatakan jika 83,3% siswa SMA menganggap jika Pancasila bisa diganti.
Saat ini tingkat tindakan intoleransi di kalangan pelajar jika meningkat tajam, terlihat dengan banyaknya kasus tawuran, perudungan hingga bullying.”Saya kira dari berbagai faktor itu semakin memperlihatkan jika generasi muda kita tidak paham Pancasila sebagai standar nilai sekaligus intisari peradaban bangsa Indonesia yang telah digali dan diwariskan oleh para founding father’s kita, ini adalah indikator yang sangat berbahaya bagi keutuhan NKRI “ ujarnya, Sabtu (30/9).
Pengamat politik yang merupakan Alumni FH UBK ini mempertanyakan, efektifitas kerja dari Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), “ Saya harap mereka ksatria untuk mengakui jika BPIB yang dibekali anggaran hingga Rp 357,49 M/tahun itu telah gagal untuk membumikan kembali Pancasila sebagai falsafah negara. Apalagi para pengurusnya itu kebanyakan adalah Soekarnois dan Marhaenis,” ujarnya.
Jurnalis senior itu, mendesak agar BPIP agar segera merumuskan ulang program kerja yang efektif untuk mengenalkan kembali Pancasila kepada generasi muda, “Saya sudah menulis beberapa kali, kita tidak perlu malu untuk menjiplak atau mencontek pola Orde Baru dengan membuat program untuk melakukan penataran P4 serta memasukan Pendidikan Moral Pancasila (PMP) maupun PSPB dalam kurikulum pendidikan nasional, kalau takut memerlukan biaya, pemerintah pusat bisa intstruksikan masing-masing Pemda untuk mengalokasikan sebagian anggaran, bila perlu bisa diambilkan sebagian dari Dana Desa untuk biaya melakukan penataran,” jelasnya.
Gugus juga mengeluhkan minimnya kepedulian dari para politisi terhadap kelestarian nilai-nilai Pancasila. Padahal menurutnya, banyak elemen masyarakat yang gagal paham terhadap standar nilai Bangsa Indonesia itu, contohnya adalah pemahaman terhadap Pancasila dan UUD 1945 terutama pasal 33 ayat 1,2 dan 3, sehingga Indonesia terjerumus dalam sistem ekonomi pasar yang sangat liberal,”Hal itu semakin memperlihatkan jika para politisi kita hanya berorientasi pada kursi kekuasaan, ketimbang memberikan pemahaman nilai yang fundamental demi keberlangsungan hidup bangsa Indonesia,” urainya.(AAP)