- Advertisement -
Pro Legal News ID
Opini

Halangan RUU Perampasan Aset Koruptor

ilustrasi (rep)

Oleh : Kurnia Zakaria

 RUU Perampasan Aset memiliki tujuan yang jelas untuk memberikan dasar hukum yang jelas bagi Aparat Penegak Hukum (Polisi Penyidik, Jaksa Penyidik/Penuntut Umum, dan Hakim) dalam melakukan tindakan perampasan aset yang diperoleh secara tidak sah. Dengan cara mengembalikan kerugian negara yang ditimbulkan akibat tindak pidana kejahatan tanpa terlebih dahulu menjatuhkan pidananya terhadap harta benda yang dimiliki tersangka/terdakwa dan/atau keluarga tersangka/terdakwa. RUU perampasan aset Tindak Pidana tidak akan menghapus Pemidanaan Tersangka/Terdakwa, jadi bukan ganti kerugian atau fenda dalam UU Tindak Pidana KUHP maupun UU tindak Pidana Khusus. RUU Perampasan Aset ini pertama diusulkan oleh PPATK tahun 2008 dan masuk Prolegnas Prioritas DPR RI tahun 2023.

Ketua Komisi III DPR RI  Bambang Wuryanto (Fraksi PDIP) menyatakan kendala RUU belum tuntas dibahas karena masih tarik menarik partai politik di parlemen termasuk belum ada persetujuan Ketum PDIP saat RDP dengan Menkopolhumkam Mahfud MD tanggal 20 Maret 2023. Sedangkan anggota DPR RI Hidayat Nur Wahid (Fraksi PKS) tanggal 17 April 2023 lalu justru pemerintah belum menyelesaikan tuntas draft naskah akademik RUU Perampasan Aset dan finalisasi draft RUU usulan pemerintah dimana PPATK dan BPHN sudah menyerahkan naskah akademi dan drat RUU.

Dalam analisa saya (praktisi hukum/akademisi) melihat justru DPR dan pemerintah mendahulukan UU yang mempunyai faktor kepentingan politik dan investasi ekonomi dimana oligarki mempengaruhi  partai politik dan pemerintahan menyelesaikan UU Minerba, UU perubahan pertama UU Cipta Kerja, UU perubahan UU Kesehatan, UU KPK dan UU Perubahan UU MK secara singkat. Ketua DPR seiya sekata dengan anggota DPR lebih fokus pada RUU Perubahan Keempat UU MK dan RUU Perubahan UU Narkotika.

RUU Perampasan Aset sangat memudahkan aparat penegak hukum me nemukan pembuktian dimana cukup melihat kewajaran penghasilan tersangka dengan harta benda yang dimiliki sebelum menjabat dan saat menjabat.  Juga jangan terlampau percaya harta benda yang dimiliki tersangka adalah warisan atau hibah atau hadiah atau bonus atau hasil jual beli dan hasil usaha keluarga tersangka karena alasan pembenaran  (alibi TSK).  Perampasan aset pelaku tindak pidana harus diatas Rp.100.000.000,- (seratus juta rupiah) dan ancaman hukuman pidana diatas 4 tahun penjara.

Jumlah harta kekayaan yang melebihi penghasilan serta tidak jelas perolehannya. Aparat Penegak Hukum dapat melakukan perampasan aset bila tersangka/terdakwa meninggal dunia,  Kabur, sakit permanen/akut dan buronan. Selanjutnya terdakwa divonis majelis hakim pada peradilan pidana lepas  dari segala tuntutan hukum. Lalu perkara pidana tersangka/terdakwa tidak dapat disidangkan. Dan terakhir  putusan sudah berkekuatan hukum tetap tetapi dikemudian hari ada harta kekayaan terpidana/keluarga terpidana belum disita atau dirampas oleh negara baik di dalam negeri maupu n di luar negeri yang dilakukan oleh Jaksa Agung  berdasarkan asas profesional, kepastian hukum, keterbukaan, efisiensi , dan akuntanbilitas, dimana harta itu dilelang oleh lembaga berwenang dan uang hasil penjualan lelang masuk kas negara sebagai pengembalian kerugian negara. Ini adalah cara agar ada asas penjeraan dan pemiskinan terpidana /keluarga terpidana koruptor dan TPPU, setidak-tidaknya penghasilan orang digaris kemiskinan secara kewajaran di Indonesia Rp. 600.000,-/bulan.(***)

  • Penulis adalah praktisi dan akademisi hukum dari Universitas Indonesia

 

prolegalnews admin

Tinggalkan Balasan