Hakim Pengawas PKPU PT AIU Diadukan
Jakarta, Pro Legal News- – Advokat Dr. Ir. Albert Kuhon MS SH, Drs Hasan Basri SH.MH dan Guntur Manumpak Pangaribuan SH mengadukan dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku yang dilakukan hakim pengawas yang menangani perkara Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) PT Asa Inti Utama pada Pengadilan Niaga di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Gugatan perkara PKPU itu diajukan oleh Yuliana dan Anna Fransiska. Keduanya berinvestasi di PT Asa Inti Utama melalui senlai Rp 2 milyar, dengan iming-iming bunga investasi yang cukup tinggi. Kenyataannya, bunga tidak dibayar dan investasinya amblas. Setelah berkali-kali menagih dan gagal, akhirnya keduanya dengan didampingi Advokat Dr. Ir. Albert Kuhon MS SH dan Guntur Manumpak Pangaribuan SHmengajukan gugatan PKPU.
Kedua advokat mengadukan Hakim Pengawas PKPU Mochammad Djoenaidie SH MH karena dinilai memasukkan kreditor ‘pendukung’ PT Asa Inti Utama ke dalam daftar tagihan kreditor. Padahal, Kuhon dan Pangaribuan selaku kuasa hukum dari sejumlah kreditor, sudah berkali-kali menolak dicantumkannya PT Wahana Bersama Nusantara sebagai kreditor.
Sudah Berkali-kali
Sebetulnya Kuhon sudah menegaskan keberatan dan penolakannya dalam berbagai rapat dan pertemuan dengan Tim Pengurus PKPU PT Asa Inti Utama, yang juga dihadiri oleh Hakim Pengawas Mochammad Djoenaidie. Alasan utama Kuhon karena PT Wahana Bersama Nusantara mengajukan tagihan kreditor tersebut setelah tenggat atau batas waktu pendaftaran tagihan pajak dan kreditor (Kamis 17 Februari 2022, pukul 17.00 WIB) terlampaui.
Padahal tenggat waktu tersebut sudah diumumkan melalui iklan di Harian Rakyat Merdeka dan Radar Bogor tanggal 31 Desember 2021. “Tetapi Hakim Pengawas malah menyetujui dan menerima PT WBN sebagai kreditor,” ujar Kuhon. “Apalagi pendaftarannya dilakukan cuma lewat surat elektronik atau imel.”
Menurut Kuhon, seharusnya Tim Pengurus PKPU PT AIU dan Hakim Pengawas PKPU PT AIU yang sudah berpengalaman menangani kasus-kasus PKPU dengan mudah bisa melihat banyak kejanggalan dalam pengakuan utang-piutang antara PT WBN dengan PT AIU. Utang PT Asa Inti Utama (AIU) kepada PT Wahana Bersama Nusantara (WBN) menurut perjanjian bawah tangan menyangkut transaksi senilai Rp 50.000.000 (lima puluh milyar rupiah).
Berlaku Mundur?
Perjanjiannya disebut ‘Perjanjian Pinjaman Dengan Opsi Konversi’ tertanggal 18 Februari 2019.Dengan mudah terlibat betapa sejatinya perjanjian itu merupakan dokumen asal-asalan dan akal-akalan murahan. “Secara logika, sangatlah mustahil transaksi yang nilainya puluhan milyar dibuat tanpa diparaf di masing-masing lembar oleh para pihak dan dibuat tanpa akta notaris,”ujar Kuhon, “Sementara kredit sepeda motor atau kontrak rumah yang cuma jutaan rupiah menggunakan dokumen sangat lengkap dengan akta notaris.”
Kejanggalan lainnya tentang realisasi utang-piutang tersebut juga bisa dilihat secara gamblang. Pasal 2 (Pencairan Pinjaman) ‘Perjanjian Pinjaman Dengan Opsi Konversi’ menyebutkan, pinjaman tahap pertama sebesar Rp 10.000.000 (sepuluh milyar rupiah) akan dicairkan pada tanggal 19 Februari 2019. Kenyataannya dalam proses verifikasi terungkap ada transfer dari WBN kepada AIU yang dilakukan sebelum 18 Februari 2019 dan dicatatkan sebagai piutang WBN kepada AIU.“Masak Hakim Pengawas tidak bisa membandingkan antara tanggal transfer uang dari WBN ke rekening AIU dengan isi perjanjian dan tetap ngotot mencatatkannya sebagai piutang WBN?” kata Kuhon.
Pereioda dan Nilai
Kejanggalan lainnya mudah terlihat dengan membandingkan antara ‘perioda transfer uang dari WBN ke rekening AIU’ dengan perioda dalam isi Pasal 2 (Pencairan Pinjaman) dalam ‘Perjanjian Pinjaman Dengan Opsi Konversi’. Menurut isi perjanjian tersebut, pencairan dilakukan empat tahap dengan nilai seluruhnya sebesar Rp 50.000.000 (lima puluh milyar rupiah) dalam perioda tanggal 19 Februari 2019 sampai dengan tanggal 10 April 2019. Kenyataannya transfer dari WBN kepada AIU berlangsung dalam perioda 18 Februari 2019 sampai 9 Agustus 2019 dan nilainya bukan Rp 50.000.000 seperti yang ada dalam perjanjian.“Tapi semuanya diperhitungkan sebagai piutang WBN kepada AIU,” tutur Kuhon lebih jauh.
Kejanggalan lainnya menyangkut surat kuasa yang dibuat oleh Bhakti Salim sebagai Direktur Utama WBN. Bhakti bertindak untuk dan atas nama PT Wahana Bersama Nusantara, memberi kuasa kepada Hamonangan Utama Manggala Pangaribuan SH.Penandatanganan surat kuasa dilakukan di Jakarta tertanggal 15 Februari 2022.Padahal pada tanggal 15 Februari 2022 Bhakti Salim sedang berada dalam tahanan di Pekanbaru sebagai terdakwa dalam perkara Nomor 1170/Pid.Sus/2021/PN Pbr.
Pemalsuan
Bhakti Salim selaku Direktur Utama PT WBN, dalam perkara Nomor 1170/Pid.Sus/2021/PN Pbr dinyatakan terbukti bersalah dan dipidana penjara selama 14 (empat belas) tahun dan denda sebesar Rp. 20.000.000.000,- (dua puluh milyar rupiah). “Artinya, surat kuasa tersebut palsu, atau memuat keterangan yang dipalsukan. Masak Hakim Pengawas tetap saja ngotot mendaftarkan WBN sebagai kreditor?” Kuhon mempertanyakan.
Dengan sedemikian banyak fakta tentang kelemahan dan kejanggalan dalam surat kuasa, naskah atau dokumen ‘Perjanjian Pinjaman Dengan Opsi Konversi’ maupun dalam nilai dan perioda pelaksanaan transfer yang tidak sesuai dengan isi ‘Perjanjian Pinjaman Dengan Opsi Konversi’, semestinya Tim Pengurus PKPU PT AIU maupun Hakim Pengawas PKPU PT AIU Mochammad Djoenaidie SH MH bertindak arif.“Paling tidak Hakim Pengawas mempertanyakan kebenaran piutang tersebut atau menolak mencatat PT WBN sebagai kreditor PT AIU. Bukan sebaliknya,” ujar Kuhon.
Advokat Dr. Ir. Albert Kuhon MS SH, Drs Hasan Basri SH. MH dan Guntur Manumpak Pangaribuan SH juga mengadukan H. Dariyanto SH MH, Bambang Sucipto SH MH, dan Heru Hanindyo, SH MH LLM selaku majelis yang mengadili perkara Nomor: 485/Pdt.Sus-PKPU/2021/PN.Niaga.Jkt.Pst.Tabat Akbar SH MH yang menjadi panitera pengganti dalam perkara itu, juga diadukan karena dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku.(Tim)