Jakarta, Pro Legal– Polisi menyebut tujuh terpidana kasus pembunuhan Vina dan Eky di Cirebon, Jawa Barat sempat mengajukan grasi kepada Presiden di tahun 2019.”Para pelaku juga sempat mengajukan grasi kepada presiden, di mana di dalam grasi tersebut disampaikan oleh para terpidana pada waktu itu, jadi diajukan pada tanggal 24 Juni 2019, di mana dalam pengajuan tersebut, terpidana membuat pernyataan sebagai persyaratan grasi,” ujar Kadiv Humas Polri Irjen Sandi Nugroho, Rabu (19/6).
“Ada tujuh pelaku yang saat itu mengajukan grasi dan pernyataannya sudah dibuat oleh mereka dan sudah ditandatangani secara lengkap sebagai persyaratan,” tambahnya.
Sandi juga menjelaskan isi pernyataan yang dibuat oleh ketujuh terpidana itu sebagai syarat untuk mengajukan grasi. “Salah satunya adalah seperti ini, saya bacakan ‘Saya menyadari sepenuhnya perbuatan saya salah dan menyesali akibat perbuatan saya yang menyebabkan penderitaan bagi keluarga korban maupun keluarga saya sendiri’,” ujarnya.
Bahkan Sandi mengklaim jika pernyataan dari ketujuh terpidana itu dibuat secara sadar dan tanpa intimidasi dari pihak manapun. Namun, Sandi membeberkan pengajuan grasi dari tujuh terpidana kasus Vina itu ditolak oleh presiden.
Pernyataan ini dibuat secara sadar tanpa intimidasi dari siapapun karena sudah menjadi terpidana kemudian diajukan kepada presiden, “Dan putusan dari grasi tersebut dibuat dengan nomor 14/G/tahun2020 tentang penolakan permohonan grasi. Berarti permohonan dari para pelaku ditolak oleh presiden dengan putusan grasi tersebut,” tuturnya.
Seperti diketahui, sebelumnya, Polda Jawa Barat telah menangkap Pegi Setiawan alias Perong terkait kasus pembunuhan Vina dan Eky di Cirebon. Pegi ditangkap setelah buron selama delapan tahun.
Pegi pun telah ditetapkan sebagai tersangka dan terancam hukuman mati. Ia dijerat Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, dan Pasal 81 ayat 1 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
Kendati demikian, Pegi membantah terlibat dalam pembunuhan Vina. Ia mengaku sama sekali tidak mengetahui peristiwa itu. Ibu Pegi, Kartini juga yakin bahwa polisi salah tangkap. Menurut Kartini, Pegi berada di Bandung pada saat kejadian.
Buntut penetapan sebagai tersangka, Pegi pun mengajukan permohonan praperadilan ke Pengadilan Negeri Bandung. Dilansir dari laman Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Bandung, permohonan tersebut telah terdaftar dengan nomor perkara 10/Pid.Pra/2024/PN Bdg. didaftarkan pada Selasa, 11 Juni 2024.(Tim)