- Advertisement -
Pro Legal News ID
Hukum

Fraksi-Fraksi Di DPR Diharap Segera Memproses RUU PKS

Jakarta, Prolegalnews  Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) masih disoroti khalayak masyarakat dan para aktivis, DPP PDI Perjuangan (PDIP) bersama sejumlah organisasi masyarakat sipil, menggelar diskusi terkait Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS).

Dalam diskusi tersebut, seluruh pihak sepakat mendorong agar fraksi-fraksi di DPR memiliki sikap konsisten dalam mewujudkan sebuah aturan penghapusan kekerasan seksual yang sudah menjadi perhatian masyarakat.

Di dalam draf RUU PKS yang berusaha diusulkan para aktivis, diusulkan sejumlah hal baru, termasuk sembilan jenis kekerasan seksual yang mengatur hingga pelarangan penyiksaan seksual.

PDIP dari Komisi VIII DPR, Diah Pitaloka, menjeaskan banyak kelompok masyarakat, akademisi, artis, hingga kalangan legislator yang sudah mulai membicarakan draf RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS). “Kita berharap drafnya bisa cepat selesai, sehingga bisa segera kita usulkan di dalam proses legislasi di DPR. Kita harap itu bisa terjadi Oktober, sehingga September kalau bisa sudah ada selesai draf dan naskah akademiknya. Sehingga segera ada pra pembahasan di teman-teman DPR yang akan menjadi pengusul,” ujar, (11/9/2020).

Ia menjelaskan, RUU PKS sebenarnya sudah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2020, namun dikeluarkan dari prioritas tahun ini. Rencananya, RUU PKS akan kembali dimasukkan ke prioritas 2021. Sebagai pihak yang mengklaim sejak awal mendorong RUU ini, PDIP antusias atas dukungan publik yang makin besar. “Saya yakin sekarang dukungan fraksi-fraksi di DPR makin menguat, semoga memang benar adanya. Tidak hanya di ruang populer tapi juga di ruang legislasi. Artinya jangan di luar bicaranya ‘oke mendukung’, begitu pembahasan tiba-tiba mundur. Kita berharap ada konsistensi juga dari teman-teman fraksi pendukung,” ujarnya.

Diusulkan ada sembilan jenis kekerasan seksual. Ialah pelecehan seksual, pemaksaan perkawinan, pemaksaan kontrasepsi, perkosaan, pemaksaan aborsi, eksploitasi seksual, pemaksaan pelacuran, perbudakan seksual, dan penyiksaan seksual.

Jaringan Masyarakat Sipil juga mengusulkan agar unsur-unsur tindak pidana kekerasan seksual dalam RUU PKS lebih detail dibanding perumusan dalam RUU Hukum Pidana. Contohnya, perkosaan dalam RUU Hukum Pidana mengatur unsur kekerasan atau ancaman kekerasan.

Kasus kekerasan seksual semakin marak terjadi di Indonesia, melihat kondisi tersebut sudah tidak ada alasan bagi DR untuk menunda Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS).

Kekerasan seksual bisa dilakukan oleh siapapun termasuk keluarga atau bahkan kawan sekantor saat bekerja. Dan selama ini KUH tidak cukup untuk memberikan perlindungan terhadap korban kekerasan seksual.

Ditengah kondisi darurat kekerasan seksual RUU PKS ini harus segera disahkan, menunda pembahasan RUU PKS akan berakibat semakin banyaknya korban dilingkungan masyarakat.Tim

prolegalnews admin

Tinggalkan Balasan